Hanashiro Anzu, Seorang pria Yatim piatu yang menemukan sebuah portal di dalam hutan.
suara misterius menyuruhnya untuk masuk kedalam portal itu.
apa yang menanti anzu didalam portal?
ini cerita tentang petualangan Anzu dalam mencari 7 senjata dari seven deadly sins.
ini adalah akun kedua dari akun HDRstudio.Di karna kan beberapa kendala,akun HDRstudio harus dihapus dan novelnya dialihkan ke akun ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bisquit D Kairifz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
makhluk yang mengikuti
Di tengah hutan lebat yang tak tersentuh cahaya pagi, suara gesekan logam terdengar lembut.
…Srek… srek… srek…
Anzu duduk bersila di atas batu besar, pedangnya bersandar di paha. Wajahnya seperti air yang tak terusik angin—tenang, dingin, dan kosong. Setiap gerakan tangannya saat mengasah bilah pedang terlihat begitu halus, begitu terlatih… seperti ritual yang sudah ia lakukan seumur hidupnya.
Cahaya samar pagi memantul pada bilah hitam itu.
Kain biru pucat pemberian Lira berkibar lembut di gagang pedang, seolah ikut mengawasi.
Di dalam kepalanya, suara berat dan dalam bergema seperti dari lorong yang tak berujung.
Satan:
“Kau makin cepat… Aku rasa tubuhmu mulai terbiasa dengan aliran kekuatan gelap.”
Anzu:
“Aku harus. Dunia ini tidak akan menunggu.”
Satan:
“Kau akan menggunakanku lagi dalam waktu dekat… Aku bisa merasakannya.”
Anzu:
“Jika diperlukan.”
Satan:
“Heh… kau selalu keras kepala. Tapi ingat… kekuatan amarah itu bukan sesuatu yang bisa kau kendalikan selamanya.”
Anzu tidak menjawab, Ia hanya melanjutkan gerakan mengasah.
Sementara itu, Alfred masih meringkuk dalam kantung tidur di bawah akar pohon besar, rambutnya berantakan seperti singa kecil yang terlempar dari bukit. Mulutnya terbuka, mendengkur halus—menunjukkan betapa lelahnya ia semalam.
Sampai akhirnya…
“…Mmm… hngh…”
Raut masam tergambar jelas di wajah Alfred begitu ia membuka mata.
Ia bangun sambil mengucek mata, lalu mendecak kesal.
“Kau sudah bangun lebih dulu…? Astaga, kenapa setiap kali aku bangun kau selalu terlihat seperti patung dingin yang siap membunuh seseorang?”
Anzu tetap tidak menoleh.
“Hm.”
Alfred mendengus, lalu tiba-tiba wajahnya menegang.
“…Anzu.”
“Ada sesuatu yang mengintai kita.”
Anzu masih terus memoles pedangnya, seolah tidak ada bahaya sama sekali.
“Aku tahu.”
Alfred langsung berkeringat dingin.
“D-Di mana…?”
Anzu mengangkat telunjuk tanpa menoleh—menunjuk tepat ke atas Alfred.
Di atas pohon.
Tepat di cabang tempat Alfred tidur sebelumnya.
Alfred menatap ke atas dengan hati-hati…
“…Aku tidak melihat apa-ap...”
BRUK.
Sesuatu kecil jatuh tepat di pangkuannya.
Alfred menatap ke bawah.
“…Eh?”
Seekor makhluk sekecil kucing, bentuknya seperti rubah mungil, bulu hitam pekat dengan ujung ekor berwarna ungu berkilau… menatap balik ke arahnya dengan mata besar yang jenaka.
“…Halo.”
Makhluk itu tersenyum manis.
“AAAAAAAAAAAAAAAA—!!”
Alfred langsung pingsan.
Pedang di tangan Anzu berhenti menggesek.
Ia menghela napas datar.
“Lemah.”
Makhluk kecil itu melompat turun dari pangkuan Alfred dan membungkuk sopan.
“Aku Kyu’nell. Anak dari penjaga hutan ini… dan calon pewaris.”
Anzu menatapnya sebentar.
“Untuk apa kau mengikutiku?”
Kyu’nell menunjukkan sebuah artefak kristal kecil.
Cahaya biru lembut berdenyut di dalamnya.
“Artefak pendeteksi keberadaan khusus. Ras kalian terlalu… unik. Jadi kami bisa melihat kalian lebih jelas daripada makhluk lain.”
Di kristal itu terlihat dua titik biru—Anzu dan Alfred.
Dan satu titik lagi…
Titik hitam.
Bergerak perlahan… mendekat… dari arah utara.
Ketika Alfred siuman, ia langsung melihatnya dan berteriak:
“A-APAAA ITU?!?! MONSTER?! HANTU?! PENAGIH UTANG?!”
Kyu’nell menggeleng.
“Bukan manusia. Bukan monster. Bukan roh. Dan ia sudah mengikutimu sejak kalian keluar dari kabut.”
Alfred semakin panik.
“B-B-B… BUKAN MONSTER?! LALU APA YANG MELAYANG DI ATAS TANAH?!”
“Makhluk itu… tidak meninggalkan jejak.”
Kyu’nell menutup hidung kecilnya.
“Dan bau darahnya… sangat pekat.”
Alfred pucat.
Senyumnya retak.
“A-Anzu… bisa tidak… kita kabur saja—?”
Anzu memejamkan mata.
Suara dari malam sebelumnya kembali bergema jelas:
“Jalanmu akan dipenuhi darah… namun menarik…”
Ia membuka mata.
“Kita pergi.”
Alfred tersentak.
“PERGI KE ARAH ITU?! KAU SINTING?! KENAPA KITA MENDATANGI MASALAH?!”
Anzu menatapnya datar.
“Kalau mau tinggal, maka tinggal lah sendiri disini!.”
Alfred langsung menggeleng cepat seperti kipas angin.
“AKU IKUT!! AKU TAKUT SENDIRIAN!!!”
Maka mereka pun berjalan menembus hutan.
Kyu’nell bertengger di bahu Alfred, sementara Alfred gemetar setengah mati.
Semakin mereka dekat…
Udara semakin dingin.
Hening.
Pohon-pohon seperti merunduk ketakutan.
Dan bau busuk membakar hidung.
Alfred menutup wajahnya.
“Apa ini… bau mayat?!”
Anzu tetap tenang.
Tarikan napasnya stabil.
Tiba-tiba…
WHUSH—!
Sebuah bayangan melesat cepat menembus pepohonan.
Lalu berhenti tepat di depan Anzu.
Sosok itu tinggi, kurus, kulit abu-abu seperti mayat hidup.
Mata kosong.
Mulutnya sobek lebar.
Alfred langsung terjatuh terduduk.
“A-ANZU!! APA ITU?!”
Kyu’nell bersembunyi di balik punggung Alfred.
“Itu dia… makhluk yang mengikutimu…”
Makhluk itu membuka mulutnya.
Suara yang keluar bukan satu… tapi banyak.
Seperti ribuan bisikan menjadi satu.
“𝘚𝘢𝘯𝘨… 𝘱𝘦𝘸𝘢𝘳𝘪𝘴… 𝘥𝘰𝘴𝘢… 𝘈𝘮𝘢𝘳𝘢𝘩… 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩… 𝘮𝘶𝘯𝘤𝘶𝘭…”
Anzu menatap lurus.
Makhluk itu melanjutkan:
“𝘋𝘢𝘯… 𝘮𝘢𝘬𝘩𝘭𝘶𝘬… 𝘺𝘢𝘯𝘨… 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘦𝘮𝘢𝘺𝘢𝘮… 𝘥𝘪𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮… 𝘥𝘪𝘳𝘪𝘮𝘶…”
Anzu mengerutkan kening sedikit.
Dia tahu… tentang dia? Makhluk yang menyeretku ke dunia ini?
Makhluk itu tertawa keras.
Tawanya memecahkan udara hutan, membuat dedaunan berguguran.
Lalu ia menunduk hormat.
Sangat rendah.
Seolah menyambut seorang raja.
“𝘈𝘬𝘶… 𝘥𝘢𝘵𝘢𝘯𝘨… 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬… 𝘮𝘦𝘯𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵… 𝘬𝘦𝘭𝘢𝘺𝘢𝘬𝘢𝘯𝘮𝘶…
𝘴𝘦𝘣𝘢𝘨𝘢𝘪… 𝘱𝘦𝘮𝘣𝘢𝘸𝘢… 𝘋𝘰𝘴𝘢 𝘈𝘮𝘢𝘳𝘢𝘩…”
Lalu dengan satu ayunan tangan, ia menebas pohon besar di sampingnya—pohon itu hancur seperti kertas.
“Jika kau tidak layak… kau mati di sini.”
Alfred berteriak:
“ANZU KITA KABUR—!!!”
Anzu menjawab dengan menarik pedangnya.
Cahaya suram memantul pada bilahnya.
Kain biru pemberian Lira berkibar.
Ia maju satu langkah.
Tatapannya gelap.
Nada suaranya berat.
“Siapa kau berani menilaiku?”
Makhluk itu tertawa lebih keras.
“𝘚𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪… 𝘭𝘢𝘨𝘪…
𝘥𝘶𝘯𝘪𝘢… 𝘪𝘯𝘪…
𝘢𝘬𝘢𝘯… 𝘥𝘪𝘱𝘦𝘯𝘶𝘩𝘪… 𝘥𝘢𝘳𝘢𝘩…”
Dan ia lenyap.
Seperti tidak pernah ada.
Hutan kembali diam.
Hanya napas Alfred yang tersengal-sengal.
“A-Anzu… apa itu barusan?!”
Anzu menyarungkan pedangnya lagi.
“…Tidak tahu.”
Ia menatap jauh ke arah makhluk itu menghilang.
“Tapi dia tidak akan menghentikan tujuanku.”
Alfred menelan ludah.
“Tujuanmu… apa sebenarnya…?”
Anzu berjalan.
Kyu’nell melompat ke pundaknya.
Angin berhembus dingin.
“…Balas dendam!.”
Jawab Anzu pelan.
“tidak akan ada yang bisa menghentikanku! bahkan dunia sekalipun.”
Dan ketiganya melangkah maju ke dalam hutan—menuju dunia yang lebih gelap daripada yang mereka bayangkan.
Perjalanan mereka baru saja dimulai.
tapi gpp aku suka kok sama alur kisahnya semangat yahh💪