tidak mudah bagi seorang gadis desa seperti Gemi, untuk menjadi seorang prajurit perempuan elit di kerajaan, tapi yang paling sulit adalah mempertahankan apa yang telah dia dapatkan dengan cara berdarah-darah, intrik, politik, kekuasaan mewarnai kehidupannya, bagaimana seorang Gemi bertahan dalam mencapai sebuah kemuliaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mbak lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Senjata makan tuan
Tidak pernah terpikirkan olehku ada orang melamar dengan cara sadis seperti ini, pada intinya aku mengerti Lakso dipaksa untuk tinggal.
" kakek kami sudah sampai disini, bukankah itu berarti kami boleh pergi " kataku memulai obrolan, tiga orang di depan tidak membuatku bergetar, walaupun aku tahu kakek Ayu bukan orang sembarangan.
" dia boleh pergi setelah kawin dengan cucuku " kata kakek Ayu, Ayu menatap sinis kepada rombongan kami, aku maklum mungkin anak secantik itu merasa tertolak.
" saudara saya menolaknya " kataku mewakili Lakso,
" hai, bahkan didemit tahu dia bukan saudaramu" kata kakek Ayu, aku tersenyum sedikit,
" tidak ada hubungan denganmu kek, aku bisa mewakilinya " kataku,
" tapi kek, apa harus seperti ini, bahkan baru kali ini kami tahu adat mencari suami seperti ini " kata Pradaba ikut menyumbang suara.
" bahkan cucumu jauh lebih cantik dari selir istana, untuk apa melakukan hal seperti ini " kata Pradaba.
" diamlah kau pesuruh, dia derajatnya jauh lebih tinggi darimu yang cuma putra dari perempuan rendahan , aku hanya mau dia menjadi menantuku " bentak kakek, Pradaba tersulut emosinya , kata pesuruh membuatnya menjadi berang, dan mulai mengangkat senjatanya.
" segera minggirlah orang tua, atau aku tidak segan " katanya sambil menyerang kakek Ayu, tapi seperti yang sudah terduga sebelumnya, kakek Ayu bukan kaleng-kaleng.
Demikian dengan Ayu tiba-tiba dia memilih musuhnya, tentu saja gadis itu menyerang Lakso, aku sedikit kikuk ketika berhadapan dengan nenek-nenek, bagaimanapun mana mungkin aku menyerang seorang nenek-nenek, menurutku itu tidak sopan.
" plak " sebuah pukulan telak seperti ribuan jarum menusuk pundakku, tentu saja aku tidak bisa menduga kekuatan liar milik nenek Ayu, aku surut ke belakang tapi masih bisa berdiri tegak, tapi sungguh nenek ini bergerak sedikit lambat, aku jadi sungkan untuk memukulnya, lagipula ini hanya masalah cucunya yang naksir Lakso, kami tidak punya dendam apapun.
" nenek kita tidak punya dendam, aku tidak bisa memukulmu " kataku
" baguslah kau tidak memukulku, biarkan aku nenek tua yang membunuhmu " katanya kembali sambil menyerang, aku mundur kebelakang menghindar saja tanpa berani membela diri.
tapi kemudian sesuatu yang diluar nalar terjadi, nenek Ayu terdiam untuk beberapa saat kemudian seperti membelah diri menjadi tiga orang yang sama persis, aku seperti sedang bermimpi, belum pernah aku bertemu ilmu seperti ini, kemudian ketiga orang yang sama itu menyerangku, mereka juga seperti benar-benar orang yang mengeroyok, aku pikir itu hanya ilusi, tapi kekuatanya sama setiap pukulanya meninggalkan sakit yang sama, tak terasa aku mulai mengikuti permainan, aku mulai memukul dan menyerang dengan sungguh-sungguh.
Anehnya nenek ini menjadi seperti kebal, pululanku seperti tidak membuatnya kesakitan, hanya aku yang dihajar, aku mulai berpikir mungkin saja ini bukan orang aslinya, mungkin saja nenek aslinya di mana?
" sial ... kau benar-benar menghajarku " kataku marah, orang di depanku tidak bereaksi hanya memukul kemudian kembali memukul, orang ini sungguh membuat frustasi, aku kembali menyerang ketiga nenek itu, dengan bersungguh-sungguh sambil berpikir dan mencari tahu siapa dari ketiga orang ini yang asli, pasti ada perbedaan, pasti ada.
aku berusaha memperkuat mata batinku, tapi semua tampak sia-sia, aku tidak bisa membedakan keaslian ketiga nenek di depanku, ketiga orang itu menghajarku tanpa berpikir.
" nenek gila, kau benar-benar ingin aku mati kah ?" tanyaku, dari tadi aku masih belum bisa menerima kenyataan kalau nenek ini benar-benar mau membunuh orang gara-gara cucunya tidak dapat suami seperti keinginannya.
" tentu saja kalau kau mati akan berkurang mata yang memandang calon menantu cucuku " katanya dengan mengejek,
" keluarga gila, untung saja dia tidak mau " kataku mengeluarkan sebal di dadaku, tanganku bergerak cepat ketiga nenek mengeroyoku, aku sedikit kewalahan, dan pada suatu kesempatan aku terpukul dengan keras di punggung, menjadikan aku jatuh tersungkur dengan keras, dan kepalaku terbentur dan berdarah, tapi nenek sama sekali tidak memberiku kesempatan, sebelum aku kembali berdiri tegak salah satu nenek bermaksud menendang perutku, aku melihat kaki terangkat dan aku segera menggelinding dengan cepat, tapi ternyata tempatku menggelinding adalah sebuah sebuah tebing kecil, aku oleng sebentar berpegangan pada sebuah sulur untuk mempertahankan diri, kembali nenek satunya memburuku dan mengangkat tongkatnya, dengan cepat kusambar tongkatnya dengan satu tanganku yang lain, nenek terseret tongkatnya sendiri dan aku seperti melemparkanya ke tebing yang tidak terlalu tinggi, nenek itu jatuh tanpa berteriak, aku tahu dia pasti hanya duplikat, paling tidak dua orang di depan salah satunya adalah yang asli.
" teman kalian sudah hilang di jurang, tidak dicari kah ?" kataku sedikit menggoda nenek itu, aku tahu cara menyingkirkan nenek bandel ini.
tanpa ekspresi yang berlebihan kedua orang tersisa menyerangku, aku kembali melayani kedua nenek itu lagi, tepat disaat salah satu nenek ingin memukulkan tongkatnya, aku melihat celah, karena nenek itu lebih pendek dan kecil dari padaku, dengan mudah aku mengangkat salah satunya kemudian dengan sekuat tenaga melemparkanya ke jurang kecil itu.
" Kau mau kulempar juga " tanyaku sambil menakut-nakuti nenek itu, nenek adalah orang yang cukup gigih kemudian maju kembali, tapi sebelum aku benar-benar melakukan sesuatu, terdengar jeritan menyayat dari Wuni, perhatianku teralihkan, dan spontan menoleh kepadanya.
Hatiku tergetar, melihat ular raksasa sedang berusaha mendekati Wuni, tapi ketakutanku kepada binatang menjijikan itu menguar entah kemana seketika melihat Wuni dalam posisi terdesak, aku tidak mungkin membiarkan temanku di Belit dan ditelan ular besar itu, aku mengeluarkan kedua celuritku.
" Wuni mundur , hadapi aku bajingan " teriaku, Wuni mundur dengan cara ngesot aku maju berusaha menerjang meninggalkan musuhku begitu saja.
tapi begitu kami saling berhadapan kekuatanku kembali luruh, jantungku berdebar kencang seperti mau meledak, lututku mendadak lemas, binatang raksasa itu mangap memperlihatkan taringnya yang besar dan runcing, seperti hendak menelanku bulat-bulat, aku benar-benar tidak mampu bergerak, celuritku menggantung di udara.
sementara itu Wuni mundur sambil merangkak, menjauh dari ular raksasa, seumur hidup wuni belum pernah melihat yang seperti itu, tapi ketika Wuni sudah berada di garis aman, nenek itu memukulkan tongkatnya ke gadis itu, sebagai gadis pengobat yang sama sekali tidak pernah belajar bela diri, dipukul sekali dengan kekuatan sedang membuat Wuni tersungkur ke tanah , badanya terasa remuk redam.
" Kau....." kata Wuni tanpa sadar mengeluarkan pelontar pemberian nenek itu, dan tanpa berpikir lagi menembak nenek itu dengan jarumnya, kena.
" hahahaha,Kau gadis mabuk, kau pikir aku akan mati oleh senjata yang kurakit sendiri ?" kata nenek itu, tapi kemudian nenek itu merasakan sesuatu yang lain, tubuhnya menggigil seketika, dia menyadari adanya kesalahan pada pelontar ini.
Wuni adalah ahli obat juga ahli racun , dia menukar jarum itu dengan racun katak dara yang belum ditelitinya dengan sempurna, Wuni tidak menyangka dia akan menggunakan senjata secepat ini dan pada pemiliknya sendiri.
Nenek itu tertunduk kemudian darah mulai keluar dari panca indranya, Wuni melihat itu dengan mata kepalanya sendiri, Astaga.