Langit yang berwarna biru cerah tiba-tiba berubah menjadi mendung, seperti janji yang pernah terucap dengan penuh keyakinan, namun pada akhirnya berubah menjadi janji kosong yang tak pernah ditepati.
Awan hitam pekat seolah menyelimuti hati Arumni, membawa bayang-bayang kekecewaan dan kesedihan, ketika suaminya , Galih, ingkar pada janjinya sendiri. Namun perjalanan hidupnya yang tidak selalu terfokus pada masa lalu, dapat membawanya ke dalam hidup yang lebih baik.
Akankah Arumni menemukan sosok yang tepat sebagai pengganti Galih?
ikuti terus kisahnya! 😉😉
Mohon kesediaannya memberi dukungan dengan cara LIKE, KOMEN, VOTE, dan RATING ⭐⭐⭐⭐⭐ 🤗🤗 🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Restu Langit 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menunggu jandamu?
Arumni tidak langsung pulang ke rumahnya setelah keluar dari pengadilan agama, pantas saja hingga pak Yadi pulang kerja Arumni belum juga kembali ke rumahnya, rupanya Arumni terjebak hujan bersama Adit, saat ia akan mengantar Adit ke rumahnya.
Saat menyusul Arumni, Adit mengunakan motor Arumni, agar tidak merasa berhutang budi, Arumni membonceng Adit sampai di depan rumahnya. Namun di tengah jalan mereka terjebak hujan, Adit meminta untuk berteduh hingga menunggu hujan reda.
Setelah hujan reda mereka kembali melanjutkan perjalanannya, hingga terhenti di depan rumah Adit.
"Maaf ya, Arumni! aku tidak mengajak mu masuk, karena mama ku sudah kembali ke Bandung kemarin. Kalau ada mama pasti aku suruh kamu masuk!" ucap Adit sambil tertawa kecil.
"Ngak papa, mas! lagi pula ini sudah sangat sore." ucapnya sambil melihat jam yang melingkar di tangannya. "Bapak sama ibu pasti sudah mengkhawatirkan aku."
Senyumnya mengembang, ada rasa bahagia saat Adit melihat Arumni memakai jam tangan yang ia belikan waktu itu. Walaupun harganya murah, namun Arumni tetap memakainya.
"Apa kamu mau aku antar?" tanya Adit saat Arumni masih berdiri, seperti akan mengatakan sesuatu.
Arumni tersadar. "Ngak, mas, jangan!" ucapnya terbata.
"Rumah mu, jauh ngak?"
"Lumayan!"
"Ya sudah aku antar, ya? Mobil ku akan ada di belakang mu, supaya kamu aman sampai rumah!"
"Ja- jangan, mas!"
"Ngak papa, aku hanya ingin memastikan keamanan mu sampai rumah." Adit seperti memaksa.
"Jangan! itu tidak perlu. Aku tinggal di desa, mas! aku ngak mau ada yang mikir aneh-aneh, apalagi semua warga sedang hangat-hangatnya bergosip tentang aku sama mas Galih." Alasan Arumni, padahal sudah mulai ada rasa ingin, namun Arumni masih tahu batasnya. "Aku pulang dulu, ya!" ucapnya sambil menghidupkan motor.
"Arumni!" Panggil Adit sebelum Arumni keluar dari halaman rumahnya.
Arumni menoleh, berharap Adit akan mengatakan sesuatu yang penting dan berharga baginya.
"Pastikan kamu membayar tilang sebelum batas waktu yang ditentukan, ya!" Adit tersenyum mengoda Arumni. "Ehm, ini untuk menghindari sanksi tambahan." Alasannya, padahal ia masih ingin bersama Arumni lebih lama lagi.
Arumni jadi tertawa. "Baik, mas!" ucapnya sambil pergi meninggalkan Adit.
Di sepanjang jalan pulang, Arumni terus tersenyum, saat mengingat Adit dan perilakunya, entah mengapa rasanya sangat nyaman.
**
Hawa dingin setelah hujan membuat Adit ingin berendam di air panas, Entah mengapa hari ini terasa seperti hari yang membahagiakan bagi Adit, senyum senyum sendiri saat ia mengingatnya.
Hingga malam pun tiba, mama Alin mengirim beberapa foto gadis untuk Adit. Adit membukanya, namun hanya mengamati sekilas saja.
Tidak lama, mama Alin pun menelpon. "Adit, kamu sudah coba lihat foto gadis gadis yang mama kirim belum? ada yang cocok tidak?" tanya mama Alin sesaat setelah pangilan terhubung.
"Sudah, ma! Tapi ngak ada yang seperti Arumni." jawabnya asal.
"Kata kamu, Arumni mau dimadu?"
"Arumni sudah melayangkan gugatan cerai, ma!"
Mama Alin terkejut. "Yang bener, Dit? jangan ngawur kamu!"
"Beneran, aku sendiri yang mengantarnya."
Deg! mama Alin mulai merasa khawatir, jangan-jangan Adit yang membujuknya, karena Adit sendiri sudah mengatakan bahwa Arumni tidak masalah dimadu. "Kamu jangan macam-macam, Dit. Kamu yang nyuruh dia cerai?" tuduh mama Alin.
"Ngak ma..! itu atas kemauannya, kebetulan saja aku melihatnya dijalan." Adit pun menceritakan kejadian siang tadi, dari mulai saat Arumni melakukan pelanggaran lalu lintas, sampai Arumni pergi dari halaman rumahnya.
"Ya ampun, Adit! ini sih luar biasa, semua seperti sudah direncanakan." Tanggapan mama Alin.
"Untuk urusan wanita nanti dulu ya, ma! kita lihat bagaimana nantinya dulu."
"Jadi kamu masih mau nunggu Arumni jadi janda?" Goda sang mama.
"He.. he..! ngak gitu juga mah, aku cuma-"
"Cuma mau nunggu Arumni, gitu kan?" Goda mama Alin lagi.
Mama Alin memang humoris, saat bicara dengan Adit dan Kiren, tidak seperti bicaranya seorang ibu pada anak, sering kali seperti seorang teman yang selalu mendukung.
**
Di Jakarta Mita sangat gelisah, saat ini mungkin Galih masih belum sepenuhnya menganggap Mita sebagai istri, namun ia merasa bahwa Galih membutuhkan dukungan, dan Mita akan berjuang untuk itu.
Entah akan suka ataupun tidak, Mita sudah memantapkan diri untuk menyusul Galih ke Wonosobo. Meskipun ia belum pernah ke Wonosobo, namun Mita yakin akan dapat menemukan alamat Galih dengan mudah.
Tak ingin merasa terlalu repot di jalan, ia pun memesan travel, agar tidak perlu naik turun kendaraan.
"Kamu sabar ya, sayang! ibu akan berjuang untuk kamu!" ucap Mita pada sang anak, sebelum travel datang menjemputnya.
**
Galih dan kedua orang tuanya telah sampai sejak tengah malam, Galih tak sabar ingin segera menjemput Arumni untuk membujuknya, namun pak Arif dan bu Susi mencegahnya, Galih harus menunggu hingga pagi tiba.
"Ibu melarang mu ke sana sekarang, Galih!" cegah bu Susi, saat Galih terus ngotot ingin ke rumah Arumni saat itu juga, padahal mereka baru saja sampai.
"Bu-"
"Ngak boleh! kita baru saja sampai, kamu masih belum istirahat, gimana kamu bisa bicara dengan baik, kalau kamu masih dalam keadaan seperti ini?" pangkas pak Arif.
"Jangan ke sana sekarang, Galih! kamu pikirkan ini baik-baik. Rumah Arumni berdekatan dengan tetangga, ngak pantas kalian ribut malam-malam. Istirahat lah dulu, besok pagi baru kita bisa ke sana dengan kepala dingin." ucap bu Susi.
Meski tak sabar, namun Galih membenarkan ucapan bapak dan ibunya, mungkin memang lebih baik ke sana besok.
Galih sangat gelisah, ada rasa takut Arumni akan berbuat nekat, dalam tekanan pikiran yang sangat berat, Galih tak dapat memejamkan matanya sedikitpun.
Hingga pagi tiba ia masih terjaga, wajahnya terlihat lelah dan lesu, namun ia harus segera menemui kekasih hatinya yang kini mulai menjauh.
"Galih, jangan buru-buru, nak! ibu harap kamu bisa menahan emosi mu, jangan sampai membuat Arumni semakin marah." pesan sang ibu.
"Bapak ngak bisa ikut, bapak terlalu lama ambil cuti. Bapak harap kamu bisa lebih dewasa dalam bertindak, jangan sampai ada keributan di sana, Galih! kalau pun kalian harus berpisah, berpisahlah dengan baik-baik."
"Kenapa bapak jadi mendukung Arumni, pak?"
"Bapak ngak tahu ya, Galih. Sepertinya bapak sudah pasrah dengan hubungan kalian. Bapak cuma mau bilang, kalau memang kamu sudah tidak bisa bahagiakan Arumni, maka bebaskan dia! tapi dengan cara baik-baik!" ucap pak Arif sebelum berangkat mengajar.
"Bu..!" Galih mengadu pada ibunya. "Aku ngak mau kehilangan Arumni, tolong bantu aku membujuknya."
Bu Susi hanya diam mengantupkan bibirnya, ia tahu bahwa Arumni sudah merasakan tekanan hidup yang teramat berat, rasanya akan sulit untuk merebut hatinya kembali, namun bu Susi akan berusaha.
...****************...
masalahnya kamu sdh poligami tanpa ijin dari istri sah mu
semoga Arumi mendapatkan pengganti yg lebih baik lagi
kan sudah ada Mita yg setiap saat ada di susi mu