"Kamu itu cuma anak haram, ayah kamu enggak tahu siapa dan ibu kamu sekarang di rumah sakit jiwa. Jangan mimpi untuk menikahi anakku, kamu sama sekali tidak pantas, Luna."
** **
"Menikah dengan saya, dan saya akan berikan apa yang tidak bisa dia berikan."
"Tapi, Pak ... saya ini cuma anak haram, saya miskin dan ...."
"Terima tawaran saya atau saya hancurkan bisnis Budhemu!"
"Ba-baik, Pak. Saya Mau."
Guy's, jangan lupa follow IG author @anita_hisyam FB : Anita Kim
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nego Bulan Madu
Setelah berdebat singkat di dalam mobil, Arsen dan Luna berjalan berdampingan seperti biasa.
Mereka terlihat sangat profesional, tidak ada yang melewati batas.
Ruangannya tidak besar, jelas ini bukan ruang meeting utama, dindingnya berlapis panel kayu gelap dengan logo perusahaan di tengah, meja oval berwarna cokelat tua membentang di tengah ruangan. Beberapa staf dan tim proyek sudah duduk rapi, laptop terbuka, kertas proposal berserakan. Begitu pintu terbuka, semua kepala menoleh.
“Selamat pagi, Pak Arsen,” ucap mereka hampir serempak, bangkit dari kursi memberi hormat.
Arsen hanya mengangguk pelan, tatapannya dingin dan berwibawa seperti biasa. Namun langkahnya melambat sedikit ketika seorang perempuan di belakangnya ikut masuk.
Perempuan itu tampak sederhana tapi menawan dengan blus merah muda lembut dan rok selutut warna krem. Rambutnya dikuncir rendah, ada aura kalem tapi juga keanggunan yang tidak bisa disembunyikan.
Dan di sisi kanan meja, duduk Aditya, Project Manager utama proyek Bandung saat ini.
Sekilas pandangnya saja sudah cukup membuat darah Aditya berhenti mengalir.
Dia tidak salah lihat. Itu memang Luna , perempuan yang selalu mengisi setiap langkahnya. Dia selalu cantik dan hal itu membuat Aditya tanpa sadar menarik ujung bibirnya.
Arsen melangkah ke ujung meja, mengambil posisi duduk di kursi paling depan, sementara Luna duduk di sebelah kirinya, tak terlalu dekat tapi cukup membuat semua mata menyadari kedekatan yang berbeda. Mereka tahu ini bukan rapat besar, jadi posisi Luna di sana juga tidak menganggu yang lain.
“Baik,” kata Arsen menepis hening. “Kita mulai saja. Proyek Bandung kita. Saya ingin laporan terakhir mengenai timeline dan perizinan lahan.”
Nada suaranya dalam, berwibawa, dan langsung mengembalikan semua orang pada posisi semula, kecuali Aditya.
Pria itu berdeham kecil dan mencoba untuk fokus. “Iya, Pak, jadi untuk proyek Bandung, saat ini perizinan tahap dua sudah selesai, tinggal menunggu legalisasi dari pihak kota.”
Arsen mengangguk, menatap layar presentasi. “Good. Masalah desain fasad, saya ingin perubahan minor di area lobby.”
Luna mengangguk cepat, tangannya cekatan menulis di buku catatan kecil di depannya.
“Luna, tolong keluarkan berkas yang sudah saya tinjau.”
“Baik, Pak Arsen.”
Pria yang menjadi mantan Luna terdiam. Pak Arsen? Ada penekanan aneh dalam suaranya, antara profesional dan ... terlalu lembut.
Ia menatap Luna diam-diam, tapi kemudian pandangannya terhenti pada sesuatu yang membuat dadanya mencelos, noda samar di jempol tangan kanan Arsen.
Itu... lipstik?
Aditya menelan ludah, refleks menatap bibir Luna yang berwarna serupa. Polesan tipis, elegan, tapi cukup mencolok bagi mata yang mengenalnya terlalu baik.
“Aditya, kamu yang tangani langsung urusan vendor beton, kan?” pertanyaan Arsen membuat Aditya kembali terperanjat.
“Eh, iya, Pak. Betul.” Aditya menyahut sedikit kikuk. “Kami sudah koordinasi dengan pihak supplier, tinggal tanda tangan kontrak minggu depan.”
“Pastikan sesuai jadwal. Saya tidak mau penundaan seperti proyek di Surabaya,” ujar Arsen tegas, pandangannya tajam menembus layar, lalu sesekali bergeser pada Luna.
Tatapan yang membuat suhu ruangan turun drastis, tapi entah kenapa membuat Luna justru sulit bernapas.
Di sisi lain, Aditya berpura-pura membaca file, tapi pikirannya berputar kacau. Ia melihat lagi jari Arsen yang menekan pulpen... noda lipstik itu masih di sana, samar tapi nyata.
Karena terlalu gelisah, Aditya menjatuhkan pulpen, dia meminta maaf kemudian membungkuk ke bawah untuk mengambil barang yang jauh. Namun, sesuatu di bawah sana membuat dia langsung tertegun.
Tangan besar sebelah kiri Arsen berdiam diri tidak pada tempatnya, melainkan dia letakan di pada Luna, bahkan sesekali mengusapnya.
Dia tidak tahu saja, kalau dari atas sana, Luna seperti akan meledak karena tingkah aneh Bossnya itu.
“Singkirkan tanganmu, Pak Arsen!”
Pesan itu dia kirim ke ponsel suaminya. Namun, Arsen malah menaikan alis.
“Bukankah ingin membalas dendam? Diamlah kalau tidak mengerti apapun!”
Kelopak mata Luna terpejam, dia berusaha untuk tetap tegang meskipun sangat kesulitan. Perempuan itu mengigit bibir bawahnya, berharap kalau ini akan segera berakhir.
Saat Aditya sudah naik kembali ke posisinya, barulah Arsen melepaskan tangan dari sana. Dia dan Luna sama-sama melirik Aditya, pria itu tampak menggelap, matanya merah dan dia sejak tadi terus melirik ke arah Arsen dengan tatapan tidak suka.
Sebetulnya, masih ada rasa tidak tega di hati Luna. Tapi di hati yang lain, dia juga merasa kalau Aditya pantas mendapatkan ini setelah apa yang Aditya lakukan.
** **
Selesai meeting yang cukup lama, semua orang keluar satu persatu, giliran Aditya, Luna dan juga Arsen. Kedua pria itu masih membahas sesuatu, eh ujung-ujungnya Arsen malah nyerempet ke hal lain.
“Katanya kamu mau nikah, Pak Adit?” tanya Arsen tiba-tiba. Bertanya pada Aditya, tapi matanya melirik Luna yang masih merapikan berkas digital di tabletnya. Dia bisa melihat dengan jelas kalau perempuan ini menelan ludah.
Akhirnya, Arsen merasa tertantang dan menoleh ke arah Aditya. “Mau bulan madu ke mana?”
“Ah, oh itu, Pak ... Belum tahu, sepertinya tidak akan bulan madu.” Dia sedikit melirik ke arah Luna, tampak tidak nyaman karena Luna yang cemberut.
“Kenapa tidak, seharusnya bulan madu dong, nanti istri kamu sedih, Pak Adit. Oh iya, atau mau ke Bandung aja? Sekalian nanti pemasangan bata pertama? Saya dengar di sana banyak banget kebun teh, udaranya dingin dan glamping yang cantik, kalau mau, nanti saya minta Luna aturkan untuk Anda.”
Sumpah Luna tidak mengerti Arsen maunya apa. Dia mencari tempat dan booking kamar untuk bulan madu Aditya dan Safira? Tapi ....
“Kalau begitu boleh, Pak. Maaf kalau merepotkan, terima kasih juga untuk kadonya. Oh iya.” Aditya mengambil sesuatu dari dalam tas kerjanya dan menyodorkan itu kepada Arsen. “Maaf kalau saya tidak sopan, jika Pak Arsen berkenaan, hari Sabtu malam saya dan keluarga mengadakan resepsi pernikahannya.”
Semakin lebar saja senyum Arsen. Dia mengambil undangan itu kemudian menatap Aditya sekali lagi.
“Baiklah, saya akan meminta Luna untuk mengaturkan jadwal untuk saya.”
Setelah mengatakan semua itu, Aditya undur diri dari sana. Sedangkan Luna, dia masih duduk dan Arsen hanya membolak-balikkan kertas undangan lalu melemparkannya ke meja.
“Dia benar-benar tidak perduli padamu.”
Tanpa menjawab omongan Arsen, Luna beranjak dari duduknya, perempuan itu hendak pergi sampai Arsen menarik tangannya dan mendudukan perempuan itu di atas pangkuan.
“Lepas, Pak! Rapatnya sudah selesai.”
Luna berusaha untuk memberontak, tapi Arsen tidak membiarkannya melakukan itu. Luna juga berpikir mungkin Arsen akan marah, tapi tiba-tiba pria itu membelai pipinya.
“Kenapa ditahan? Nangis aja kalau emang mau. Saya tidak masalah dengan itu, Heumm?”
Seketika, Air mata Luna jatuh, tepat mengenai dagu Arsen yang sedikit mendongak menatap wajahnya. Pria itu tersenyum, lalu perlahan menarik tengkuk Luna, mendekatkan bibir mereka begitu saja.
“Menangis selagi masih saya beri kesempatan, Luna!” Dan saat itu juga, bibir mereka bertemu, sudah tidak ada perlawanan lagi dari Luna. Dia yang sebelumnya tidak suka kini mulai mengikuti apapun yang Arsen katakan.
Sementara itu, di luar ruangan. Aditya tampak bingung, dia melihat tasnya mencari sesuatu di sana.
“Kok enggak ada, ya? Apa ketinggalan di ruang meeting. Astaghfirullah, bisa-bisanya lupa.” Ia pun kembali berbalik, pria itu melangkah cepat ke arah di mana tadi dia membahas perkejaan dengan banyak orang.
jadi maksudnya apa ya?????
berteman boleh royal bego mah jangan...😄😄😄🤭