Olivia Wijaya, anak kedua Adam Wijaya Utama pemilik perusahaan Garda Utama, karena kesalahpahaman dengan sang Ayah, membuat dirinya harus meninggalkan rumah dan kemewahan yang ia miliki.
Ia harus tetap melanjutkan hidup dengan bekerja di Perusahaan yang Kevin Sanjaya pimpin sebagai bos nya.
Bagaiman selanjutnya kisah Oliv dan Kevin.. ??
Hanya di Novel " My Perfect Boss "
Follow Me :
IG : author.ayuni
TT : author.ayuni
🌹🌹🌹
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayuni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28
Hari pertama magang di Sanjaya Group dimulai dengan suasana yang sibuk. Di lantai delapan, divisi kreatif tampak ramai.
Para karyawan berlalu-lalang membawa berkas, beberapa duduk serius di depan layar monitor besar, sementara empat mahasiswa magang termasuk Olivia berdiri kikuk di dekat meja Kepala Divisi Kreatif yaitu meja Rachel.
Olivia memakai kemeja putih yang diselipkan rapi ke dalam rok hitam, rambut panjangnya diikat setengah, tampak manis tapi profesional. Ia tersenyum ramah pada Bu Niken yang kembali memberi pengarahan, namun hatinya berdebar tak karuan.
Tempat ini… tempat yang sama, batinnya lirih.
Bedanya, kali ini aku datang bukan sebagai Office Girl tapi hanya sebagai mahasiswa magang.
Sementara itu, di lantai sembilan ruang kerja Kevin. Rey baru saja mengetuk pintu, membawakan laporan rutin dan jadwal kunjungan pagi.
“Pak, jadwal meeting dengan investor jam sepuluh. Tapi kalau Bapak mau, divisi kreatif sedang orientasi anak magang sekarang. Bapak bisa sekalian lihat.”
Kevin yang tadinya sibuk menatap layar laptop, langsung mengangkat kepala.
“Divisi kreatif?” ulangnya pelan.
Rey menatap hati-hati, lalu mengangguk. “Iya, Pak.
Kevin menatap Rey tajam sesaat, lalu menarik napas panjang.
“Siapkan ruang meeting lantai delapan. Saya mau lihat sendiri cara tim menerima mereka.”
Rey hampir tersenyum kecil. Akhirnya, bosnya tidak bisa menahan diri juga, pikirnya.
***
Beberapa menit kemudian, lift terbuka di lantai delapan. Kehadiran Kevin, dengan jas biru navy dan langkah tegapnya, langsung menarik perhatian semua orang. Beberapa staf spontan berdiri, menyapa hormat.
“Selamat pagi, Pak Kev!”
Olivia yang sedang berdiri di sisi kanan ruangan mendadak menegang. Ia hanya mendengar suara sapaan ramai, belum tahu siapa yang datang. Tapi begitu matanya mengikuti arah pandang karyawan lain, jantungnya serasa berhenti berdetak.
Di sana berjalan dengan tenang namun penuh wibawa Kevin Sanjaya.
Ia masih seperti beberapa bulan lalu. Wajahnya tetap tenang, matanya tajam, senyumnya tipis namun menenangkan. Bedanya, kini auranya lebih matang.
Olivia buru-buru menunduk, berpura-pura membenarkan map di tangannya.
Ya Tuhan… kenapa sekarang? batinnya panik.
Kevin melangkah masuk, menyapa singkat Bu Niken yang memimpin orientasi.
“Silakan lanjut, saya hanya ingin melihat kegiatan pertama mereka,” katanya sopan.
Matanya menyapu ruangan perlahan, hingga pandangan itu menemukan sosok yang sudah berbulan-bulan menghantui pikirannya.
Olivia.
Ia berdiri di antara tiga mahasiswa lain, tampak sedikit gugup, tapi tetap dengan aura lembut dan anggun yang dulu selalu menenangkannya.
Waktu seolah berhenti bagi Kevin. Suara Bu Niken yang menjelaskan aturan kerja terdengar samar. Semua fokusnya hanya pada satu orang.
Wajah itu yang dulu menatapnya penuh kepercayaan, kini menunduk tanpa berani menatap balik. Olivia bisa merasakan tatapan itu. Hangat, dalam, dan penuh makna yang sulit dijelaskan. Namun ia tetap diam, berpura-pura mencatat.
Rey, yang berdiri di belakang Kevin, hanya bisa tersenyum tipis.
Dua orang ini… masih sama keras kepalanya, sama-sama gengsi.
Kevin akhirnya berdehem pelan, lalu berkata.
“Selamat datang di Sanjaya Group. Semoga enam bulan ke depan bisa jadi pengalaman berharga untuk kalian semua.”
Para mahasiswa termasuk Olivia hanya mengangguk.
“Terima kasih, Pak…” jawab mereka berbarengan.
Kevin menatapnya sekilas lagi, lalu berbalik keluar ruangan sebelum suasana menjadi terlalu mencolok. Ia pergi disusul oleh Rey yang selalu mendampinginya.
Suasana di ruang Desain Kreatif kembali normal, para mahasiswa mulai diberikan arahan oleh Rachel sebagai kepala divisi kreatif.
Mereka mulai dengan proyek yang diberikan oleh perusahaan untuk menyelesaikannya. Olivia dan ke tiga temanya fokus mengikuti arahan Rachel. Semoga hari ini lancar seperti hari kemarin.
***
Sudah tiga hari sejak orientasi magang di Sanjaya Group, tapi suasananya masih terasa aneh bagi Oliv. Setiap pagi ia datang lebih awal dari teman-temannya pura-pura rajin, padahal sebenarnya ingin menghindari kemungkinan berpapasan dengan Kevin.
Namun, seberapa pun ia mencoba bersembunyi, semesta seolah selalu menggoda.
Hari itu, Olivia sedang duduk di meja tim desain, fokus mengatur sketsa untuk proyek presentasi. Rambutnya diikat asal, wajahnya terlihat serius tapi imut dalam konsentrasi.
Rey melintas di depan ruang kreatif, mengetuk pintu ringan.
“Anak magang, pagi! Semangat, ya.”
Olivia dan teman-temannya serentak tersenyum sopan.
" Pagi Pak Rey"
"Semangat!"
Namun begitu Rey keluar, hanya berselang beberapa detik sosok yang sangat ingin ia hindari justru muncul di pintu.
Kevin.
Dengan jas biru navy dan kemeja putih, ia terlihat lebih santai dari biasanya, tapi tetap menonjol di tengah suasana kantor yang sibuk.
“Rey kamu bilang divisi kreatif lagi ngerjain revisi proyek klien, kan? saya mau lihat sekilas.”
Rey mengangguk cepat.
“Iya, Pak. Tapi timnya masih mahasiswa magang"
“Justru itu,” potong Kevin sambil melangkah masuk.
“Saya ingin tahu bagaimana mereka bekerja.”
Semua orang langsung berdiri.
Olivia ikut berdiri, tapi matanya tak berani menatap. Jantungnya berdetak cepat terlalu cepat.
Kevin berdiri di sisi meja, memperhatikan hasil kerja mereka. Tatapannya tajam, tapi ketika berhenti tepat di depan monitor Olivia, nada suaranya berubah halus.
“Bagus, siapa yang buat layout ini?” tanya nya lembut namun pelan.
“Itu rancangan mahasiswa magang, Pak. Olivia" jawab Rachel.
“Olivia?” Kevin menatap ke arahnya.
Dan dalam sekejap, dunia seolah berhenti.
Mata mereka bertemu. Hanya dua detik, tapi cukup untuk menyalakan kembali semua yang sempat padam di antara mereka.
Olivia buru-buru menunduk, pura-pura tersenyum.
Kevin mengangguk tipis. “Desainmu bagus. Tetap fokus, jangan terburu-buru.”
"Baik Pak" Olivia masih menunduk.
Lalu Kevin melangkah pergi.
Begitu pintu tertutup, ruangan langsung penuh dengan bisikan.
“Duh, Pak Kevin tuh kalau ngomong halus banget, ya.”
“Eh, tadi senyumnya ke Olivia nggak sih?”
Olivia langsung menegakkan punggung, wajahnya sedikit merah.
“Bukan! Itu cuma… karena aku paling dekat aja sama monitor!” elaknya cepat.
Namun di luar ruangan, Rey menahan senyum sambil mengikuti langkah Kevin.
“Pak, maaf… itu ‘nggak sengaja’ atau sengaja banget datang ke divisi kreatif tiap pagi?”
Kevin melirik tanpa ekspresi. “Saya cuma memantau pekerjaan, Rey."
“Tiga hari berturut-turut?”
“Proyeknya penting.”
Rey menunduk, menahan tawa. “Baik, Pak. Proyek Olivia, maksudnya.”
Kevin menatap Rey, diam beberapa detik. Namun senyum tipis akhirnya muncul di wajahnya.
“Rey, kamu tahu nggak… saya bahkan hafal suara dia di antara ratusan karyawan di sini.”
Rey menatap bosnya dengan campuran takjub dan geli.
“Wah, kalau begitu… ini bukan cuma proyek penting, Pak. Ini sudah investasi hati.”
Kevin hanya mendengus pelan, tapi matanya masih terpaku ke arah ruang kreatif di lantai bawah.
“Kalau memang harus dimulai dari nol lagi… saya tidak keberatan” katanya lirih.
🌹🌹🌹
Jangan lupa untuk dukung author dengan vote, like dan komennya ya ❤️
Jika Oliv berani keluar dr zona nyaman, kenapa kamu tidak??