Hans dan Lily telah menikah selama 2 tahun. Mereka tinggal bersama ibu Meti dan Mawar. Ibu Meti adalah ibu dari Hans, dan Mawar adalah adik perempuan Hans yang cantik dan pintar. Mawar dan ibunya menumpang di rumah Lily yang besar, Lily adalah wanita mandiri, kaya, cerdas, pebisnis yang handal. Sedangkan Mawar mendapat beasiswa, dan kuliah di salah satu perguruan tinggi di kota Bandung, jurusan kedokteran. Mawar mempunyai sahabat sejak SMP yang bernama Dewi, mereka sama-sama kuliah di bagian kedokteran. Dewi anak orang terpandang dan kaya. Namun Dewi tidak sepandai Mawar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ANGGUR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23
Mawar terheran-heran dengan sikap Lily yang begitu tenang dan sabar dalam menghadapi penghianatan Hans.
Mawar: "Mengapa kak Lily bisa setenang ini? Apakah kak Lily akan melepaskan mas Hans?" tanyanya dengan suara yang keras. Lily tersenyum tipis, dia menatap tajam pada Mawar.
Lily: "Batinku bergejolak, Mawar. Aku tidak mau tubuh mas Hans. Aku menginginkan hatinya." ucapnya dengan tenang. "Aku juga tidak bisa memaksa mas Hans untuk tetap berada di sisiku." ucapnya lagi.
Mawar: "Kamu wanita yang hebat, kak. Aku kagum padamu." sahutnya dengan lembut.
Lily: "Bujuk ibu untuk tinggal bersamaku di rumah ini. Aku tidak ingin dia pergi." ucapnya dengan pelan.
Mawar: "Ibu tidak akan mau, kak." sahutnya dengan wajah sedih.
Lily: "Kamu boleh tinggal di rumahku, Mawar." ucapnya dengan hati yang tulus.
Mawar: "Terima kasih, kak. Aku tinggal bersama ibu saja. Aku akan menelponnya untuk meminta alamatnya." ucapnya.
Lily: "Ini sudah malam, Mawar. Sebaiknya kamu menginap saja di sini. Besok saja kamu menelpon ibu." ucapnya. "Saat ini pasti ibu sudah tidur." ucapnya lagi dengan penuh keyakinan. Mawar melangkah pelan mendekati Lily, lalu memeluk mantan kakak iparnya itu dengan penuh kasih sayang.
Mawar: "Terima kasih, kak." ucapnya dengan lembut sambil meneteskan air mata.
Lily: "Terima kasih? Untuk apa?" tanyanya dengan penuh keheranan.
Mawar: "Mas Hans telah menghianati kak Lily. Kak Lily tetap baik padaku dan ibu." ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca.
Lily: "Kamu dan ibu tidak bersalah padaku. Aku hanya berurusan dengan mas Hans." ucapnya dengan tenang. "Istirahatlah di kamarmu, Mawar." pintanya. "Besok pagi kamu hubungi ibu." ucapnya lagi.
Mawar: "Iya, kak." sahutnya. Mawar melangkahkan kedua kakinya dengan pelan, dia membuka pintu kamar Lily lalu keluar dari kamar Lily menuju ke kamarnya. Sedangkan Lily membuka album pernikahannya dan Hans.
Lily: "Aku akan tetap menyimpan album foto pernikahan ini. Mas Hans pernah hadir dalam hati dan hidupku." gumannya sambil memeluk album foto pernikahannya dan Hans. "Minggu depan aku dan mas Hans resmi berpisah." ucapnya lirih. Dalam lamunannya tentang Hans, tiba-tiba ponsel Lily berdering. Lily menatap layar ponselnya, nama Rosa tertulis di layar ponsel itu.
Lily: "Hai, Sa." sapanya dengan lembut.
Rosa: "Apakah kamu baik-baik saja, L**i?" tanyanya dengan rasa peduli.
Lily: "Aku baik, Sa. Terima kasih sudah menanyakan kabarku." ucapnya dengan rasa syukur.
Rosa: "Aku akan selalu ada untukmu, Li. Aku akan mengunjungimu besok." ucapnya dengan penuh keyakinan.
Lily: "Iya, Sa. Kamu istirahat, ya." ucapnya dengan rasa peduli.
Rosa: "Iya, Li. Kamu juga." ucapnya sambil menutup telponnya. Rosa menelpon Lily hanya untuk memastikan keadaan sahabat dekatnya itu. Rosa sangat peduli terhadap Lily. Malam itu Lily mencoba memejamkan kedua matanya, awalnya Lily masih terbayang dengan wajah Hans namun Lily berusaha menghapus semua kenangan Hans saat mereka berada di atas ranjang. Malam semakin larut, akhirnya Lily bisa memejamkan kedua matanya. Waktu terus berputar, sang surya mulai menampakkan dirinya dari balik jendela kamar, dan taman rumah Lily. Bu Sita mulai sibuk di dapur memasak dan menyiapkan sarapan buat Lily, Mawar, dan para pekerja di rumah itu. Pak Bento dan pak Anto masuk ke dalam dapur untuk membuat kopi dan meminta cemilan kepada bi Sita.
Pak Anto: "Apakah tuan Hans belum pulang, bi?" tanyanya dengan rasa ingin tahu.
Bi Sita: "Kepo aja, sih? Itu bukan urusan kamu." sahutnya dengan ketus.
Pak Anto: "Aku hanya bertanya, bi. Kok, sinis." sahutnya sambil menatap ke arah bi Sita dengan kesal.
Bi Sita: "Tidak usah banyak tanya. Kerja sana, jangan kepo." sahutnya dengan ketus.
Pak Anto: "Marah-marah melulu." omelnya. Pak Anto berlalu dari hadapan bi Sita sambil membawa segelas kopi di tangannya. Pak Bento hanya tersenyum tipis melihat tingkah pak Anto dan bi Sita yang sering tidak akur. Mawar keluar dari dalam kamarnya sambil memegang tas besar dan koper, pakaiannya rapi dan wajahnya putih berseri seperti sudah berdandan. Mawar menghampiri bi Sita.
Mawar: "Apakah kak Lily belum keluar dari dalam kamarnya, bi?" tanyanya sambil menoleh ke arah kamar Lily.
Bi Sita: "Belum, non." sahutnya singkat. Mawar berjalan pelan mendekat ke arah pintu kamar Lily, dia mengetuk pintu kamar itu beberapa kali hingga akhirnya Lily membukakan pintu.
Lily: "Hai, Mawar." sapanya lembut.
Mawar: "Pagi, kak." sahutnya. "Saya mau pamit, ya, kak." ucapnya lagi.
Lily: "Pamit? Ke mana?" tanyanya dengan rasa penasaran. Lily menatap Mawar yang berdiri di hadapannya.
Mawar: "Saya mau ke rumah mas Hans, kak. Saya sudah menelpon ibu tadi pagi, kak." sahutnya dengan penuh keyakinan. "Dewi membantu mas Hans membeli sebuah rumah." ucapnya lagi. "Mas hans tidak mengontrak rumah lagi, kak." ucapnya dengan wajah yang datar.
Lily: "Ooh, begitu." sahutnya dengan pelan. "Sampaikan salamku pada ibu, ya." ucapnya sambil tersenyum tipis.
Mawar: "Terima kasih atas semua kebaikan kak Lily pada kami." ucapnya dengan wajah sedih. "Aku sangat membenci dengan perbuatan mas Hans." ucapnya dengan penuh penyesalan.
Lily: "Semoga kalian hidup bahagia." sahutnya dengan hati yang tulus. Lily menggenggam kedua tangan Mawar, lalu memeluknya dengan penuh kasih sayang. Mawar menutup kedua matanya, seakan ikut merasakan kasih sayang Lily yang tulus padanya. Tanpa sadar kedua mata Mawar berkaca-kaca.
Mawar: "Jaga diri kakak, ya. Semoga kakak menemukan kebahagiaan." ucapnya dengan penuh harapan. Lily menghapus air mata yang jatuh di kedua pipi Mawar.
Lily: "Jangan sungkan untuk meminta bantuan padaku, ya." ucapnya. Mawar hanya menganggukkan kepalanya lalu tersenyum kepada Lily.
Mawar: "Aku pamit, kak." sahutnya sambil membalikkan badannya, lalu melangkah dengan pelan meninggalkan ruangan itu, sebelum Mawar keluar dari rumah Lily, dia berbalik ke arah Lily dan tersenyum kepada Lily sambil melambaikan tangannya ke arah mantan kakak iparnya itu. Lily hanya tersenyum tipis sambil membalas lambaian tangan Mawar.
Lily: "Kalian telah meninggalkan aku sendiri." gumannya dengan wajah yang sedih. Lily kembali masuk ke dalam kamarnya, dia duduk di lantai sambil menatap barang-barang Hans yang masih tersisa. Lily kembali kesal saat mengingat perselingkuhan Hans, dia melempar satu persatu barang-barang Hans ke lantai hingga terdengar ada retak bahkan pecah.
Lily: "Aku sendirian sekarang. Kamu telah melupakan janjimu, mas." gumannya sambil meneteskan air mata. Tidak mudah bagi Lily melupakan Hans, karena Hans adalah cinta pertama Lily. Walaupun hatinya ikhlas melepaskan Hans, namun tetap saja luka itu masih tersisa dalam hatinya. Lily hanya mencoba membalut luka hatinya hingga benar-benar sembuh.
***