NovelToon NovelToon
ARLOJI BERDARAH - Detik Waktu Saksi Bisu

ARLOJI BERDARAH - Detik Waktu Saksi Bisu

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Cinta Terlarang
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Ardin Ardianto

📌 Pembuka (Disclaimer)

Cerita ini adalah karya fiksi murni. Semua tokoh, organisasi, maupun kejadian tidak berhubungan dengan dunia nyata. Perselingkuhan, konflik pribadi, dan aksi kriminal yang muncul hanya bagian dari alur cerita, bukan cerminan institusi mana pun. Gaya penulisan mengikuti tradisi novel Amerika Utara yang penuh drama dan konflik berlapis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ardin Ardianto, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pelatihan Komandan Helikopter

Pikiran Rom masih terombang-ambing oleh kenangan malam bersama Lina, membuatnya sulit berkonsentrasi saat memasuki ruang kerja yang ramai. Marckno menyambutnya dengan senyum lebar, "Pagi, Rom. Semoga kau dalam mood baik—pasukan Air-Rium akan tiba hari ini." Rom duduk di sebelah Elesa, matahari pagi menyusup melalui jendela, menerangi layar komputer di depan mereka. "Sungguh? Hari ini pasukan Air-Rium datang?" tanyanya, suaranya campur antara antusias dan lelah. Elesa mengangguk, jarinya lincah mengetik, "Mereka sepakat membantu Militarium lagi: seorang komandan helikopter berpengalaman dan seorang pria muda yang akan jadi asistenmu, Kak."

Rom menghela napas, merasa beban tugas semakin berat. "Kita terus merepotkan mereka, ya?" gumamnya, pandangannya tertuju pada tumpukan dokumen di meja. Elesa tertawa pelan, "Jelas enggak dong. Seperti yang kamu bilang, Air-Rium juga wajib ikut menangani musuh yang mengganggu." Rom mengangguk setuju, meski keraguan masih menggerogoti. "Aku nggak nyangka saja. Aku nggak bisa ambil tugas komando helikopter, makanya kemarin aku bilang gitu."

Elesa mengalihkan pandangan dari layar, "Gapapa, mereka kan tetap nggak langsung ikut misi. Mereka cuma kasih guru dan asisten buatmu." Rom melirik pekerjaan Elesa, "Kamu lagi ngapain, El?" Elesa menghela napas, "Ini lagi cari video yang tersebar bebas, lapor ke pengembang, minta hapus." Rom tersenyum simpati, "Udah tinggal sedikit ya?" Elesa mengangguk, "Udah lebih mendingan lah, daripada kemarin."

Seorang pria dengan postur tubuh mirip Rom mendekat, langkahnya tegas dan percaya diri. "Kenalkan, Rom. Saya Rhadel, saya akan jadi asistenmu dalam misi mulai hari ini," katanya, ulurkan tangan. Rom berjabat tangan, "Aku Rom. Aku ikhlas jika komando heli kau pegang seluruhnya." Rhadel terkekeh, matahari memantul di seragamnya yang rapi. Seorang pria lain datang, ikut terkekeh, "Saya Ramdhan. Harusnya Marckno sudah bilang padamu soal tugasku."

Rom mengangguk, mengenali aura pengalaman dari pria itu. "Guru, kau mungkin akan membimbingku sebagai guru komando heli," jawabnya. Ramdhan tersenyum bijak, "Teruslah berjuang, jangan mundur hanya karena kau gagal di hari pertamamu." Rom menyeringai, "Gaji! Kerjaku sesuai gaji. Jika hanya tugas yang berubah dan bertambah tanpa naik gaji, aku menolak. Aku bisa saja resign dan berganti jadi security aja." Ramdhan menggeleng, "Ini adalah buku panduan dasar, taktik helikopter, dan bagaimana memberikan instruksi."

Rom menerima buku tebal itu, merasakan bobot pengetahuan di dalamnya. "Aku akan pelajari nanti," katanya.

Ramdhan menggeleng tegas, "Akan lebih bagus jika hari ini kamu menemui saya sebelum pulang kerja, menyempatkan waktu belajarmu 1 sampai 2 jam per hari." Rom menghela napas, "Baiklah jika kau memaksa." Mereka berpindah ke ruang di belakang, di mana helikopter dan perang virtual menunggu.

Rom menggelengkan kepala, menyadari bahwa perannya sebagai komandan helikopter bukan berarti ia harus menerbangkan sendiri, tapi memimpin tim pilot dari posisi strategis. Ramdhan mengoreksi dengan tegas, "Ingat, Rom, kamu bukan pilot di kokpit; kamu komandan yang mengoordinasikan seluruh operasi dari ground atau command center—fokus pada perencanaan misi, bukan kontrol langsung." Mereka berpindah ke ruang briefing, papan taktik penuh peta dan diagram formasi helikopter. "Mulai dengan mission briefing: jelaskan objective, route ingress dan egress, serta contingency plan untuk weather atau enemy fire," lanjut Ramdhan, menunjuk garis-garis merah di peta. "Pastikan komunikasi radio jelas—gunakan callsign seperti 'Alpha Lead' untuk pilot utama, dan perintah seperti 'hold position' atau 'engage target at grid XYZ'." Rom mengangguk, mencatat, "Baik, ini lebih masuk akal daripada belajar hovering sendiri."

Ramdhan melanjutkan, "Dalam taktik militer, atur formasi seperti staggered trail untuk reconnaissance—pilot depan scout, belakang cover fire support." Ia menyalakan proyektor, menampilkan simulasi virtual di mana helikopter bergerak selaras. "Sebagai komandan, monitor fuel status, crew fatigue, dan integrate dengan ground troops—perintah 'insert troops at LZ Bravo' harus tepat waktu untuk menghindari ambush." Rom mencoba simulasi, memberikan instruksi via headset: "Bravo One, climb to 500 feet, maintain heading 090." Ramdhan mengangguk puas, "Bagus, sekarang latihan abort procedure: jika ada SAM threat, perintah 'evasive maneuver, RTB immediately' untuk return to base aman." Elesa melirik dari pintu, tersenyum melihat Rom lebih percaya diri.

Setelah satu jam, Ramdhan menutup sesi, "Besok kita bahas air assault tactics—koordinasi multi-heli untuk troop deployment di hot zone." Rom menghela napas lega, pikirannya masih sesekali melayang ke Lina, tapi fokusnya kembali ke tugas. "Terima kasih, ini membantu aku memahami peran komando tanpa harus jadi pilot," katanya. Ramdhan tersenyum, "Itu intinya—komandan bagus buat pilotnya aman dan misi sukses." Mereka berpisah, Rom kembali ke meja kerjanya, siap menghadapi hari dengan perspektif baru.

Ramdhan menggelengkan kepala pelan, matahari siang menyinari lapangan belakang Militarium yang luas, di mana tiga helikopter sedang memanaskan mesin dengan suara menggelegar. "Ayo, temui pilot-pilot yang kamu pimpin," katanya tegas, mengajak Rom dan Rhadel maju. Rom mengangguk mantap, "Ayo," jawabnya, sementara Rhadel mengikuti dengan anggukan singkat, ekspresinya penuh antusiasme. Mereka bertiga melangkah menuju area itu, debu beterbangan di bawah kaki mereka, aroma bahan bakar avtur menusuk hidung. Elesa dan Marckno menyusul dari belakang, ingin menyaksikan sesi latihan ini.

Di belakang Militarium, tiga helikopter berdiri gagah: satu Apache dengan senjata lengkap, satu helikopter penumpang Black Hawk, dan satu lagi utility chopper yang lebih ringan. Ramdhan menatap Rom dengan tatapan evaluatif, "Apa kau siap? Kita akan coba pelatihan secara langsung." Rom tersenyum percaya diri, angin dari rotor membuat rambutnya berantakan, "Aku siap, tapi terkadang helikopter musuh bergerak tidak terduga. Bagaimana jika kita main peran? Aku mainkan satu heli, kau satu." Ramdhan ragu sejenak, "Apa tidak terlalu terburu-buru? Harusnya kamu pelajari dulu arahan dasar."

Rom menggeleng, ingatan medan perang lama membuatnya tegar, "Tentu tidak, aku pernah terjun langsung ke medan. Sekarang hanya perlu sedikit tambahan pembelajaran saja." Ramdhan menghela napas, akhirnya setuju, "Baiklah, aku akan pakai heli penumpang. Kau pilihlah helimu." Rom menunjuk Apache yang mengkilap di bawah sinar matahari, "Aku akan pakai Apache." Pilot-pilot yang sudah menunggu di kokpit masing-masing memberi hormat, siap menerima perintah dari komandan baru mereka. Rhadel berdiri di samping, siap membantu koordinasi dari ground.

Mereka naik ke helikopter masing-masing, headset terpasang untuk komunikasi radio yang jelas. Ramdhan, dari Black Hawk, memulai simulasi peran sebagai 'musuh', mesinnya meraung saat lepas landas pelan. "Ini latihan dasar taktik: kau sebagai komandan Apache, perintahkan pilotmu untuk intercept posisiku tanpa tembakan nyata," seru Ramdhan via radio, helikopternya melayang rendah mengikuti kontur tanah. Rom, dari command seat di Apache, memberikan instruksi tegas ke pilotnya: "Alpha One, climb to 300 feet, heading 180—flank target from south." Apache bergerak lincah, rotornya memotong angin, sementara Elesa dan Marckno menyaksikan dari tepi lapangan, jantung mereka berdegup kencang.

Ramdhan melakukan manuver tiba-tiba, mensimulasikan serangan musuh dengan zig-zag cepat. "Bagus, sekarang perintahkan evasive jika aku 'lock on'—gunakan terrain masking untuk hindari radar imajiner," instruksi Ramdhan, suaranya tetap tenang seperti guru berpengalaman. Rom merespons cepat, "Pilot, dive low behind hill at grid Echo-4, maintain speed 120 knots." Apache menukik, debu beterbangan saat mendekati bukit simulasi, menunjukkan koordinasi yang semakin baik. Rhadel dari ground melaporkan via radio, "Target acquired, no visual threats—proceed to extraction point." Sesi berlanjut intens, keringat membasahi kemeja Rom, tapi ia merasa adrenalin membara, mengingatkannya pada misi nyata di masa lalu.

1
Suzy❤️Koko
Makin penasaran nih!
Ardin Ardianto: "Semoga segera terobati penasaranmu! Bab berikutnya akan segera hadir. Kami akan sangat menghargai bantuan Anda dengan saran dan masukan Anda untuk membuat cerita ini semakin menarik."
total 1 replies
Daisy
Aku jadi nggak sabar pengen baca kelanjutannya! 🤩
Ardin Ardianto: Terima kasih atas kesabaran Anda. Bab berikutnya akan segera tayang dengan konten yang lebih menarik
total 1 replies
foxy_gamer156
Tidak sabar untuk sekuelnya!
Ardin Ardianto: "Terima kasih atas antusiasme dan kesabaran Anda! Kami sangat menghargai dukungan Anda dan senang mendengar pendapat Anda. Kami menerima masukan dan saran Anda untuk membantu kami meningkatkan kualitas konten kami. Silakan berbagi pendapat Anda tentang apa yang ingin Anda lihat di bab berikutnya!"
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!