Kekurangan kasih sayang dari papanya, membuat Jessica Maverick selalu mencari perhatian dengan melakukan tindakan di luar batas, hingga dia juluki sebagai manizer atau pemain pria.
Sampai-sampai pengawal yang ditugaskan untuk menjaga Jessica kerap kali mengundurkan diri. Mereka tidak sanggup memantau pergerakkan Jessica yang liar dan binal itu.
Tindakan yang dilakukan Jessica bukan tanpa sebab, dia hanya ingin mendapatkan perhatian dari sang papa. Namun, bukannya mendapatkan perhatian, malah berujung mendapatkan pengawalan lebih ketat dari sebelumnya.
Felix namanya, siapa sangka kehadiran pria berkacamata itu membuat hidup Jessica jadi tidak bebas. Jessica pun berencana membuat Felix tidak betah.
Apakah Felix sanggup menjalankan tugasnya sebagai bodyguard Jessica? Lalu apa yang akan terjadi bila tumbuh benih-benih cinta tanpa mereka sadari?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ocean Na Vinli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tahan ....
Jessica terbelalak. Menatap lekat bola mata Felix dengan amat dalam.
'Apa aku tidak salah dengar barusan?' Jessica mencoba mencerna ucapan Felix, yang membuat bunga-bunga bermekaran di hatinya sekarang.
Felix pun juga, tampak sangat terkejut dengan reaksinya yang saat ini berada di luar kehendaknya. Namun, dia merasa sangat lega, tak peduli bila cintanya bertepuk sebelah tangan. Yang terpenting dia sudah berkata jujur.
Felix mencoba menarik napas berharap amarahnya dapat segera mereda.
"Maaf jika aku telah lancang mencintai Nona, tapi yang perlu Nona tahu aku tidak suka Nona menaruh rasa pada lelaki jahat seperti Mike," ucap Felix perlahan mengendurkan cengkraman, tapi masih tetap di posisi tadi.
Felix tak dapat mengalihkan pandangan dari Jessica. Dia sudah jatuh terlalu dalam pada sosok di hadapannya ini. Wanita liar yang acap kali membuat jantungnya berdegup kencang.
Jessica tak segera memberi komentar, bergeming dengan posisi kepala mendongak ke atas. Kedua mata insan itu masih memandang satu sama lain dengan kulit saling menempel. Tak ada perbincangan setelahnya, sentuhan Felix membuat permukaan kulit Jessica berdesir aneh.
"Aku tidak peduli jika cintaku bertepuk sebelah tangan, tapi yang jelas aku tidak rela Nona mencintai pria jahat itu," ucap Felix penuh penekanan, ia kembali tersulut emosi. Imajinasi liar yang bersemayam di benaknya sejak tadi menari-nari lagi.
"Jika Nona akan menikah pilihlah pria yang lebih baik!" sambung Felix, menyadari satu fakta bahwa dia dan Jessica tak kan bisa bersatu.
Jessica mulai mengerut dahi, tampak keheranan, seolah-olah Felix tidak mau menikah dengannya. "Apa maksudmu hmf–"
Namun, ekspresi Jessica di salah artikan Felix. Dengan napas masih sedikit memburu Felix meraup bibir Jessica, menciumnya dengan sangat kasar, menyalurkan semua kegelisahannya selama ini pada Jessica sekarang, hingga Jessica dalam pelukannya tampak sangat terkejut.
"Felix, hentikan!"
Dengan sekuat tenaga Jessica mendorong dada Felix. Jessica panik bila ada yang melihat mereka saat ini. Secepat kilat matanya berpendar ke sekitar, mengamati apakah ada asisten atau tidak. Sejauh mata memandang tidak ada satu batang pun hidung manusia terlihat di sini.
"Jangan paksa aku untuk menghentikan ini, Nona yang membuatku seperti ini." Felix kembali merengkuh Jessica, melumat lagi bibir ranum itu, lebih liar dari sebelumnya.
Jessica terperanjat, hendak memberontak. Namun, Felix mengangkat tubuhnya tiba-tiba dan masuk ke dalam mansion. Dia melangkah cepat melewati beberapa ruang dan sampailah pada lift yang mengarah pada lorong kamar Jessica.
"Felix, turunkan aku nanti ada yang melihat kita," ujar Jessica, masih panik. Meskipun keadaan di sekitar nampak sepi sekali.
Felix tak menyahut, malah membawa masuk Jessica ke dalam lift. Sampailah keduanya di lorong kamar Jessica. Dengan langkah tergesa-gesa lelaki itu segera membawa masuk Jessica ke kamar milik Jessica.
Sementara itu, di sisi lain.
"Wah ini bisa kugunakan untuk Aiden kembali berpihak padaku." Tanpa sepengetahuan Felix dan Jessica, Stella memperhatikan kedua manusia itu dari atas tangga sejak tadi.
Dengan seringai tajam mengembang, Stella memperhatikan foto-foto yang didapatkannya barusan.
"Awas kau! Anak jalang sepertimu tidak boleh bahagia, aku akan mengirim foto-foto ini pada Aiden nanti," kata Stella lagi lalu cepat-cepat turun ke lantai dasar.
Kembali ke kamar Jessica.
Jessica mulai ketakutan kala Felix meraba-raba dadanya sekarang dengan napas yang tak beraturan.
"Felix, hentikanlah, jangan seperti ini, kau sangat menyeramkan tahu, ternyata penampilanmu saja yang culun tapi kau ah ...." Sambil menahan geli karena Felix menjilat lehernya juga saat ini, Jessica mencoba berbicara.
"Menyeramkan? Ini semua gara-gara Nona, aku mengikuti naluri seorang pria Nona." Felix sangat tak sabaran, gairahnya di atas puncak. Dia sudah gelap mata, ingin segera melakukan penyatuan. Bayangan Jessica berbagi peluh bersama Mike masih menghantui pikirannya sampai saat ini.
"Ah tapi sadarlah Felix, aku ingin memberikan tubuhku ini pada suamiku kelak ketika sudah sah." Meskipun hampir terbawa arus, Jessica tak mau memberi mahkotanya pada Felix sebelum mengucap janji di hadapan Tuhan.
Sontak perkataan Jessica membuat mata Felix seketika terang benderang. Hasratnya pun langsung menghilang. Dia reflek menghentikan pergerakkan tangan kemudian berbaring di samping Jessica dengan posisi membelakangi.
'Astaga apa yang aku lakukan? Benar juga, Nona harus memberikan tubuhnya hanya pada suaminya nanti dan itu bukanlah kau, sadarlah Felix.' batin Felix.
Melihat gelagat Felix, Jessica menarik napas lega. Setidaknya dia tak diterkam Felix.
"Felix, kenapa membelakangiku?" tanya Jessica, menyentuh pelan pundak Felix.
Sentuhan Jessica membuat burung Felix berdiri lagi. Dengan cepat dia beringsut dari kasur hendak pergi dari kamar, sebelum sesuatu yang tak diinginkan terjadi. Namun, tangannya ditahan Jessica tiba-tiba.
"Kau mau ke mana? Apa-apaan kau setelah membuatku berantakan begini malah pergi!" Sambil duduk di tepi ranjang Jessica pun berseru. Dia sangat kesal kala Felix seketika beranjak dari ranjang.
Felix tampak dilema. "Aku minta maaf Nona, aku harus pergi–"
"Sebelum matahari tenggelam kau tidak boleh pergi! Kau harus dihukum!" Sangking kesalnya Jessica melototkan mata.
Mendengar kata hukuman, Felix tambah panik.
"Tapi Nona–"
"Jangan berpikiran yang aneh-aneh kau! Aku tidak akan menciummu!" Jessica tahu isi pikiran Felix.
Felix mendadak diam. Kendati demikian mimik panik masih terlukis di wajahnya. "Lalu, apa hukumannya Nona? Jangan aneh-aneh Nona, aku tidak mau lepas kendali."
"Ck, kau pikir aku bodoh, temani aku tidur malam ini!" Dengan entengnya Jessica berkata.
Mata Felix kembali melebar. "Tidur? Nona sadarlah, bukannya tadi Nona bilang memberikan mahkota pada suami Nona."
"Selain culun ternyata kau ini juga mesum, hanya tidur di sampingku saja tidak aneh-aneh! Sudahlah turuti saja perintahku ini! Aku juga sedang tidak enak badan dan butuh penghangat," kilah Jessica. Jessica tengah membuat alasan karena memang mau berlama-lama bersama pengawalnya ini.
"Nona sakit?" Felix mulai panik, dan dengan cepat meletakkan tangan di kening Jessica.
Jessica menepis tangan Felix seketika. "Ish kau ini, jangan banyak bertanya, ambilkan makanan dan minuman di dapur, setelah itu mandilah di kamarmu dan masuk ke kamarku lagi! Jangan keluar dari kamarku ini sampai esok siang! Aku mau mandi sekarang biar nanti malam tidak mandi lagi! Awas saja kalau kau lari dari tugasmu ya!"
Setelah berkata demikian, Jessica beringsut dari kasur dan berjalan cepat masuk ke kamar mandi. Meninggalkan Felix mematung di ruangan.
"Duh bagaimana ini, kalau tidak dituruti, ..., ah sudahlah Felix." Mau tak mau Felix pun terpaksa menuruti.
Malam harinya, tepat pukul sembilan malam. Felix tak bisa bergerak sebab tubuhnya dipeluk Jessica dengan sangat erat. Kini Jessica tertidur amat pulas di atas tubuhnya.
Sejak tadi Jessica tak banyak bicara, hanya memeluk Felix sambil menonton televisi. Beberapa menit sebelumnya, Jessica sudah menyuruh Felix untuk tidur. Akan tetapi, bagaimana Felix mau tidur, ada wanita di sampingnya sekarang yang membuat burungnya selalu berdiri jika bersentuhan.
"Kuatkan dirimu Felix," kata Felix, menahan diri agar tidak menerkam Jessica. Dengan perasaan gelisah Felix mencoba untuk tidur sekarang.
***
Keesokan harinya. Berbaring di peraduan, Jessica perlahan membuka mata, pikirannya langsung tertuju pada Felix.
"Felix?" Jessica tampak keheranan kala di sampingnya dalam keadaan kosong. Dengan muka bantal dia mengedarkan pandangan di sekitar, mencari keberadaan Felix.
Jessica tampak keheranan. "Ke mana dia? Apa dia mau melawanku?"
Jessica menelisik lagi Felix ke seluruh ruangan sambil memanggil namanya. Karena tak ada tanda-tanda keberadaan Felix, Jessica memutuskan keluar dari kamar hendak mencari Felix di kamarnya sendiri.
"Felix," panggil Jessica, mengetuk pelan pintu kamar. "Apa kau ada di dalam?"
Saat tak ada tanggapan, entah mengapa Jessica mendadak gelisah.
"Kau cari Felix?" Di ujung lorong Stella tiba-tiba muncul.
Secepat kilat Jessica menoleh dan menatap sinis Stella sejenak. Kemudian mengalihkan pandangan pada pintu kamar Felix.
"Felix, buka pintunya ini aku!" kata Jessica lagi, sambil mengetuk pintu kamar berulang kali.
"Haha, percuma kau mencari Felix, mungkin sekarang Felix sudah mati di tangan Papamu!"
siapa pulak itu yang datang