Di balik megahnya pusat kekuasaan, selalu ada intrik, pengkhianatan, dan darah yang tertumpah.
Kuroh, putra dari seorang pemimpin besar, bukanlah anak yang dibuang—melainkan anak yang sengaja disembunyikan jauh dari hiruk-pikuk politik, ditempatkan di sebuah kota kecil agar terhindar dari tangan kotor mereka yang haus akan kekuasaan.
Namun, takdir tidak bisa selamanya ditahan.
Kuroh mewarisi imajinasi tak terbatas, sebuah kekuatan langka yang mampu membentuk realita dan melampaui batas wajar manusia. Tapi di balik anugerah itu, tersimpan juga kutukan: bayangan dirinya sendiri yang menjadi ujian pertama, menggugat apakah ia layak menanggung warisan besar sang ayah.
Bersama sahabatnya Shi dan mentor misterius bernama Leo, Kuroh melangkah ke jalan yang penuh cobaan. Ia bukan hanya harus menguasai kekuatannya, tetapi juga menemukan kebenaran tentang siapa dirinya, mengapa ia disembunyikan, dan apa arti sebenarnya dari “takdir seorang pemimpin”.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ell fizz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eksekusi?
"Eksekusi big four akan diadakan 3 jam lagi, mohon kepada para penonton atau pun orang yang menunggu di lapangan tetap bersabar."
Itulah yang terdengar dari sebuah tv yang memberitakan sebuah peristiwa besar yaitu 'PENGEKSEKUSIAN BIG FOUR'.
"Berita macam apa ini?."ucap Xyro.
Terdengar suara langkah kecil dari Kuroh mendekat lalu melihat siaran tv saat itu.Wajah nya terkejut, mata nya tajam menatap ke arah tv. Dia mendekati Xyro yang sedang duduk sambil bertanya.
"Oi Xyro, tentang apa siaran ini?."
Xyro kaget kenapa Kuroh tiba tiba duduk di samping nya dan menanyakan siaran tv, namun dengan kelemahan hati nya ia menjawab nya dengan baik.
"Katanya sih, berita tentang pengeksekusian Big four, aku pun tidak tahu siapa itu big four."Xyro mengusap kepalanya tak tahu.
"Kenapa wajah mu terlihat terkejut ketika melihat berita ini? Apa kau mengenal mereka?."tanya Xyro.
Wajah Kuroh terlihat tegang menatap tajam ke arah tv.
"Bukan hanya kenal, kami berbagi informasi dan rencana namun sayang nya kami gagal dan mereka lah yang menjadi tumbal nya,"Berhenti sejenak "Berapa lama lagi mereka akan dieksekusi?."tanya Kuroh.
"Oohh, rupanya kenalan mu, katanya sih 3 jam lagi."
Mendengar waktu yang singkat itu, Kuroh langsung berdiri tergesa gesa menuju ke ruang senjata sambil menghimbau Shi yang sedang berlatih di taman dan Leo yang sedang duduk santai.
"Kalian semua, siapkan peralatan kita ke Nozar sekarang."
Dari kejauhan, Shi menghentikan latihan nya, Leo berdiri dari duduknya.
"Oiii Kuroh, kenapa tiba tiba sekali? Apakah ada sesuatu yang besar yang terjadi di tanah Nozar? Sampai kau sepanik ini?."
Kuroh dengan amarah yang telah memuncak tak mampu menahan emosi nya karena perasaan nya terganggu akibat pertanyaan Shi.
Matanya menatap tajam ke arah Shi, Shi merasakan hawa membunuh Kuroh walaupun hanya sebentar.
'shut up and just follow the bastard'
"Perasaan apa ini? Kuroh benar benar marah? Baru kali ini aku melihat nya semarah ini."
Perasaan tak tenang itu membuat Shi berfikir lebih keras namun Shi beranjak dari tempat nya untuk mengambil persenjataan.
Leo yang sedari tadi duduk manis di kursi kini beranjak menuju gudang persenjataan.
"Wahh, anak ini benar benar serius, kali ini seperti nya akan kacau."
Shi memasuki gudang persenjataan dengan langkah cepat, jemari tangannya langsung menyapu rak-rak penuh senjata. Pedang panjang berkilau, busur dengan ukiran aneh di gagangnya, hingga kotak berisi peluru perak tersusun rapi. Namun, Shi hanya mengambil dua pedang pendek yang selalu menjadi andalannya. Saat ia menghunusnya sebentar, suara gesekan baja terdengar nyaring, seakan memberi pertanda kalau pertarungan ini tidak akan mudah.
Leo di sisi lain masih terlihat lebih tenang. Ia membuka sebuah peti besar, mengeluarkan tombak panjang berwarna hitam pekat. Mata tombak itu seperti menyerap cahaya ruangan. Leo hanya terkekeh kecil.
“Kalau sampai Kuroh segini paniknya, berarti yang kita hadapi bukan sekadar prajurit penjaga eksekusi,” gumamnya sambil memutar tombak itu di tangannya.
Suasana di gudang persenjataan mendadak terasa berat. Xyro yang sejak tadi hanya duduk terpaku di depan televisi akhirnya ikut masuk, wajahnya penuh kebingungan.
“Oi, kalian serius mau ke Nozar? Wilayah raja Durant itu sangat lah berbahaya, jika mereka tahu kita bagian Kurosaki, mereka akan membunuh kita dengan cepat."
"Tak ada yang perlu di khawatir Xyro, kau kira anak ini bercanda? Jika dia marah siapa yang bisa menghentikan nya?."
Mendengar sedikit ucapan dari Leo, Xyro agak lega karena terakhir kali ia di tanah Nozar ia dihajar habis habisan karena bagian dari Kurosaki.
Setelah semua persiapan siap, Kuroh merapal mantra diikuti gerakan tangan.Langit pagi yang indah menemani mereka ke tanah Nozar.
[PORTAL UNLOCK]
Sebuah portal muncul, angin kencang melanda karena saking kuat nya portal. Mereka pun masuk.
...----------------...
Penyiar di panggung menunduk lagi, suaranya berusaha tenang padahal getar.
“Pengumuman mendadak: eksekusi… ditunda sampai matahari tenggelam. Demi alasan ‘protokol keamanan’ dan permintaan Raja Langit. Mohon sabar.”
Kerumunan mendengus. Bisik-bisik berubah jadi gerutuan. Sebagian orang kecewa, sebagian lega. Di antara ribuan wajah itu, Kuroh, Shi, Leo, dan Xyro berdiri menyamar—baju lusuh, topi, bercampur sama rakyat lain.
Kuroh menutup sedikit hood, matanya tetap waspada. “Tenggelam? Jadi masih ada waktu.” Suaranya pelan, penuh perhitungan.
Shi melirik ke arah panggung, lalu ke sekeliling. “Kita harus cari tahu alasan penundaan itu. Kalau ini cuma rekayasa… ada sesuatu yang mereka sembunyikan.”
Mereka berbaur. Kuroh menyelinap ke dekat pedagang roti, menanyakan sambil pura-pura beli.
“Paman, tadi dengar apa soal penundaan ini? Katanya kenapa?”
Bapak penjual roti, wajahnya kecut, membalas lirih: “Katanya ada kedatangan tamu penting—orang dari kasta atas. Atau mungkin mereka mau tunggu kedatangan pejabat lain. Ah, yang jelas, ini semua buat ngebatesin keributan.”
Kuroh mengangguk pelan, lalu berpindah ke seorang ibu yang nampak gusar. “Bu, apa rakyat sini percaya Big Four bersalah?”
Ibu itu memandang tajam, suaranya serak. “Dulu kami kirim makanan ke pasukan Big Four saat mereka bantu bendungan roboh. Tapi pemerintah bilang lain. Media? Mereka cuma nampilin apa yang diperintahkan. Banyak yang ragu, nak.”
Di samping, Shi ikut menyelidik, ngobrol sama beberapa prajurit yang menjaga pagar pembatas. Ia bertanya santai, “Bro, tadi siapa yang bilang penundaan? Komandan mana yang ngasih perintah?”
Seorang prajurit muda, matanya sering melirik ke atas panggung, menunduk. “Komandan bilang… orders datang dari atas. Dari kantor pusat. Katanya ada ‘instruksi tambahan’—bukan dari Durant langsung, tapi dari… entahlah, kabinet rahasia.”
Shi catat itu di kepala. “Kabinet rahasia… menarik.”
Leo berdiri agak menyingkir, mengamati kerumunan. Dia mendekati seorang tukang koran yang membagikan selebaran propaganda. Dengan senyum tipis, Leo memegang selembar selebaran, lalu bertanya: “Siapa yang ngedukung tulisan ini? Siapa yang terima ini pagi ini?”
Tukang koran mengangkat bahu. “Dikasih dari kantor pengumuman kerajaan. Ada cap emas di pojoknya — lambang resmi. Tapi beberapa lembar… ada tambahan cap kecil, simbol buram kayak mata yang tertutup. Orang bilang itu tanda ‘verifikasi atas’.”
Mata Leo melotot sebentar. Dia menyimpan kertas itu ke saku, mulutnya kecil bilang, “Tidak biasa.”
Sementara itu Xyro mendekati pagar, menatap panggung dari jauh. Ia memperhatikan para jenderal yang berkumpul, lalu seorang pejabat berpakaian mewah melintas, disertai pengawal berseragam gelap. Xyro menangkap satu bisik: “Jangan sampai ada yang bocor. Perintah atasan harus murni. Jika perlu, panggil unit khusus.”
Kuroh kembali berkumpul, napasnya terdengar tenang tapi matanya berkilat. Ia menaruh telapak tangannya ke bahu Shi. “Kita tunggu sampai sore. Kita gak langsung serang. Dapat info dulu. Kalau mereka bawa ‘unit khusus’ itu… berarti ini lebih besar dari sekadar eksekusi.”
Shi mengangguk. “Sip. Kita bagi tugas: gue gali soal penjaga, kamu cari pejabat yang bawa cap kecil itu, Leo— pantau gerak-gerik kabinet rahasia. Xyro, lo pegang komunikasi.”
Mereka four split—menyatu lagi jadi warga. Di antara tawa palsu dan caci maki rakyat, satu hal jelas: waktu panjang itu memberi mereka kesempatan. Dan kesempatan adalah senjata paling berbahaya kalau dipakai benar.
Kuroh memandang panggung, lalu matanya berkaca saat melihat Jack menatap lurus ke arah mereka, seolah mengenali bayangan di kerumunan. Wajah Jack tak bisa berbohong: ada pesan yang disampaikan lewat tatapan itu.
Kuroh menelan, bergumam lirih, “Kalau Jack tahu… mungkin masih ada harapan.”
Di kejauhan, jubah pejabat tinggi berkibar—dan bayangan yang lebih besar sedang tertawa pelan di balik layar.