Malam itu, di sebuah desa terpencil, Alea kehilangan segalanya—kedua orang tuanya meninggal dan dia kini harus hidup sendirian dalam ketakutan. Dalam pelarian dari orang-orang misterius yang mengincarnya, Alea membuat keputusan nekat: menjebak seorang pria asing bernama Faizan dengan tuduhan keji di hadapan warga desa.
Namun tuduhan itu hanyalah awal dari cerita kelam yang akan mengubah hidup mereka berdua.
Faizan, yang awalnya hanya korban fitnah, kini terperangkap dalam misteri rahasia masa lalu Alea, bahkan dari orang-orang yang tak segan menyiksa gadis itu.
Di antara fitnah, pengkhianatan, dan kebenaran yang perlahan terungkap, Faizan harus memutuskan—meninggalkan Alea, atau menyelamatkannya.
Kita simak kisahnya yuk di cerita Novel => Aku Bukan Pelacur.
By: Miss Ra.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Ra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 32
✨ Versi Revisi:
Para ibu-ibu langsung saling berbisik.
“Itu siapa, ya?”
“Ya ampun, kayak aktor drama Korea…”
Alea bisa merasakan telinganya panas. Tapi bukan gosip itu yang membuat jantungnya berdebar—melainkan tatapan Faizan. Tatapan yang terlalu dalam, terlalu tegas untuk diabaikan.
“A–apa yang kamu lakukan di sini?” suaranya gemetar, hampir tak terdengar. Ia menunduk, berusaha menyembunyikan air mata yang nyaris tumpah.
Faizan melangkah masuk, tanpa peduli puluhan pasang mata yang menatap mereka. Pandangannya hanya tertuju pada satu titik: Alea.
“Menjemputmu pulang.”
Suasana langsung beku. Tante Mira yang sejak tadi tegang, spontan menatap Alea lalu Faizan bergantian.
“Ya Allah, Alea…” suaranya bergetar. “Dia… suami kamu?”
Alea menggigit bibir, tak sanggup menjawab. Nampan di tangannya bergetar hebat.
Faizan menjawab untuknya. “Iya, Bu. Saya suaminya.”
Kata-kata itu meluncur datar, tapi menghantam keras. Tante Sinta sampai menutup mulutnya, nyaris menjatuhkan piring.
Bisik-bisik mulai terdengar di antara para tamu—antara kagum dan iri.
“Suaminya kaya banget, dari auranya aja kelihatan.”
“Kalau punya suami kayak gitu, saya nggak bakal kabur.”
Alea menunduk makin dalam. Malu. Panik. Takut. Semua bercampur. Ia tak pernah membayangkan Faizan akan datang mencarinya—apalagi di depan orang-orang.
Faizan menatapnya lama, lalu berkata pelan, dingin tapi mantap: “Alea. Ayo pulang.”
Alea menarik napas panjang, suaranya lirih, namun cukup jelas untuk membuat semua orang terdiam. “A–aku… nggak mau pulang.”
Dan dunia seakan berhenti berputar.
Bahkan Tante Mira mematung. Tak percaya Alea berani menolak.
Faizan diam sesaat. Tatapannya menusuk, tapi suaranya tenang. “Kalau begitu, aku akan tinggal di sini.”
Alea mendongak, kaget. “A–apa?”
Faizan menoleh ke Tante Mira. “Bu, malam ini saya menginap di sini. Besok baru kita bicara lagi.”
Tante Mira nyaris menjatuhkan piring kue yang dipegangnya. “M–menginap? Kamu serius?”
“Ya. Kalau Alea di sini, saya juga di sini. Saya tidak akan memaksanya pulang, tapi saya juga tidak akan membiarkannya lari lebih jauh.”
Bisik-bisik baru muncul.
“Ya Tuhan, kayak di drama Korea beneran…”
“Dingin tapi romantis banget…”
Alea memejamkan mata rapat-rapat. Dia mengenal Faizan—jika pria itu sudah memutuskan sesuatu, tak ada yang bisa menggoyahkan.
Malam itu.
Rumah Tante Mira terasa terlalu sunyi untuk menampung ketegangan yang ada.
Alea duduk di kamar tamu, menggenggam bantal erat-erat. Pikirannya penuh kekacauan. Seberapa jauh pun ia berlari, Faizan selalu berhasil menemukannya.
Di ruang tamu, Faizan duduk tenang. Kemejanya digulung sampai siku, wajahnya dingin, tapi matanya tajam, mendominasi ruangan.
Fandi, sahabatnya, menatap dengan pasrah.
“Bro, lo serius mau tidur di sini? Ini bukan hotel, bahkan nggak ada privasi. Gila, lo biasanya ajaib banget, sekarang mau di rumah desa begini.”
Faizan menatapnya singkat. “Kalau Alea di sini, gue juga di sini.”
Fandi mendengus. “Kadang gue lupa, lo tuh cinta atau obsesi.”
“Terserah lo mau nyebut apa,” jawab Faizan datar.
Tante Mira akhirnya bicara, kikuk. “Faiz, Tante cuma punya dua kamar. Satu buat Alea, satu kecil banget…”
“Saya tidur di situ. Fandi bisa di lantai.”
“Lantai?! Bro, gue sahabat lo, bukan satpam pribadi!” protes Fandi spontan.
Faizan meliriknya datar. “Diam, Fan. Jangan bikin ribut.”
Dan Fandi pun menyerah.
Sementara Alea hanya berdiri di pojok, menatap mereka tanpa suara.
Malam itu, Alea tahu satu hal—
Tak peduli seberapa keras ia menolak, Faizan selalu punya cara untuk tetap berada di sisinya. Dan entah kenapa, bagian kecil di hatinya justru merasa… aman.
...----------------...
Bersambung...
. udik bgt
novel sedang di ajukan oleh editor agar alurnya tetap seperti ini...
trimakasih sudah mau membantu Author yg lagi bimbang..
semoga kedepannya semakin baik yaa say..
/Kiss//Kiss//Kiss/