NovelToon NovelToon
Cinta Di Kehidupan Berikutnya

Cinta Di Kehidupan Berikutnya

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / TimeTravel / Perjodohan / Balas Dendam / Mengubah Takdir / Rebirth For Love
Popularitas:9.5k
Nilai: 5
Nama Author: Nopani Dwi Ari

“Tuhan, bila masih ada kehidupan setelah kematian, aku hanya ingin satu hal: kesempatan kedua untuk mencintainya dengan benar, tanpa mengulang kesalahan yang sama...."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopani Dwi Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab.32

Sesampainya di samping mobil, Ivana berhenti sejenak. Pandangannya menatap bangunan megah di belakangnya. Bibirnya melengkung, membentuk senyum samar penuh rencana.

“Kamu akan lihat, Daisy… aku akan merebut Damian,” bisiknya pelan penuh obsesi sebelum masuk ke mobil.

Kendaraan itu melaju perlahan meninggalkan halaman rumah Wisnutama. Ivana bersandar di balik kemudi. Tatapannya kosong, namun jemarinya mengetuk setir dengan ritme teratur, seolah menghitung waktu.

“Langkah pertama sudah selesai,” gumamnya puas. “Sekarang, giliran Mia masuk ke permainan.”

*

*

Sementara itu, Damian tengah tenggelam dalam tumpukan berkas-berkas yang menunggu setelah libur panjang. Sejak siang, ia nyaris tak beranjak dari meja kerjanya. Hingga matahari condong ke barat, ia baru sadar waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam.

Awan pekat bergulung di langit, tanda hujan sebentar lagi turun. Damian merapikan jasnya.

“Sebaiknya aku pulang sebelum hujan deras,” gumamnya.

Mobil Damian melaju menembus derasnya hujan. Wiper bekerja keras menyapu air yang terus memburamkan pandangan. Di tikungan jalan yang sepi, tiba-tiba—bruk!—rodanya menghantam sesuatu. Damian terperanjat, refleks menginjak rem.

“Ya Tuhan…” napasnya tercekat ketika melihat sosok perempuan tergeletak di jalan, basah kuyup.

Ia buru-buru keluar, hujan mengguyurnya tanpa ampun.

“Mbak! Dengar aku? Kamu baik-baik saja?” panggilnya, cemas. Perempuan itu hanya mengerang pelan, kelopak matanya setengah tertutup.

Dengan tangan gemetar, Damian meraba nadinya. Masih ada detak. Ia menoleh kanan-kiri, jalanan kosong, mendadak sinyal ponsel pun hilang. Tak ada waktu untuk menunggu bantuan.

Damian segera mengangkat tubuh itu, menaruhnya di kursi belakang, lalu melajukan mobil menuju klinik kecil di pinggir kota.

Beberapa menit kemudian, ia berhenti di depan bangunan sederhana dengan papan bertuliskan Klinik Sehat Sentosa. Namun, begitu hendak membopong perempuan itu turun, ia menolak dengan sisa tenaga.

“Jangan… jangan di sini. Aku… aku takut rumah sakit,” bisiknya lemah, matanya berkaca-kaca.

Damian tertegun. Resepsionis klinik yang kebetulan keluar memberi tahu, “Maaf, Pak, malam ini penuh. Ada kecelakaan beruntun di jalan tak jauh dari Klinik. Kalau tidak mendesak, sebaiknya cari rumah sakit kota. Tapi jauhnya hampir satu jam.”

Damian menatap perempuan itu lagi. Wajah pucat, tubuh gemetar, hujan makin deras. Ia menghela napas berat.

“Baiklah, aku nggak bisa biarin kamu sendirian di sini.”

Mobil kembali melaju. Kali ini Damian mengambil keputusan nekat: membawanya pulang ke rumah utama Wisnutama. Setidaknya di sana ada kamar pembantu kosong, hangat, dan aman sementara.

Begitu roda mobil berhenti di halaman, perempuan itu mengangkat kepalanya sedikit. Senyum samar—nyaris menyerupai seringai puas—muncul di bibirnya sebelum ia menunduk, menyembunyikan ekspresi itu.

***

Daisy yang sedang menunggu di ruang tamu langsung berdiri begitu mendengar suara mobil Damian masuk. Namun langkahnya terhenti ketika melihat Damian masuk bersama seorang perempuan asing.

Matanya membelalak saat melihat Damian masuk basah kuyup, memapah seorang perempuan asing yang wajahnya sebagian tertutup rambut basah dan kacamata besar.

“Damian… siapa dia?” tanya Daisy, suaranya datar tapi tajam, seperti pisau yang baru diasah.

Damian buru-buru menjelaskan, “Sayang, tadi aku nggak sengaja menabraknya. Dia pingsan, jadi aku—”

“—jadi kamu bawa pulang ke rumah?” potong Daisy, nada suaranya meninggi sedikit. Sorot matanya tak lepas dari sosok perempuan itu.

Tyas datang terburu-buru, menerima isyarat Damian untuk mengambil handuk dan minuman hangat. Sementara itu, Daisy memperhatikan dengan seksama. Walau penampilan perempuan itu tampak sederhana—kacamata besar, baju lusuh, sikap menunduk—Daisy mengenalinya. Ada sesuatu di balik semua kepura-puraan itu.

Perlahan, senyum miring muncul di bibir Daisy. “Ingin bermain denganku, hm?” batinnya bergemuruh.

Perempuan itu akhirnya memperkenalkan diri, suaranya lirih, “N-nama saya Mia…”

Deg! Nama itu membuat darah Daisy berdesir dingin. Tangannya mengepal di balik gaunnya, tapi wajahnya tetap tenang.

“A-apa saya boleh… menginap malam ini?” tanya Mia penuh kepura-puraan, seolah takut.

Damian membuka mulut hendak menjawab, namun Daisy lebih cepat.

“Boleh,” ujarnya dingin. “Tapi hanya satu malam. Dan kamu tidur di kamar belakang bersama Bi Minah. Ingat, ini rumah keluarga, bukan penginapan.”

Mia menunduk, menutupi senyum samar yang muncul di wajahnya. “Terima kasih, Nona.”

Daisy hanya mengangguk kecil. Tatapannya tetap menusuk punggung Mia saat Bi Minah mengantar perempuan itu ke kamar pembantu.

Baiklah, kita lihat… seberapa jauh kamu berani bermain denganku.

Daisy masih berdiri di ruang tamu, matanya tajam menatap Mia. Ia tidak bergerak sampai langkah Bi Minah dan perempuan itu benar-benar menghilang.

Tanpa berkata lagi, Daisy bangkit dan meninggalkan Damian di ruang tamu. Untungnya malam itu Jasmin dan Niklas sedang tidak ada di rumah karena ada urusan penting.

“Sayang,” suara Damian memecah kesunyian. Ia mendekat, berusaha meraih tangan Daisy. “Jangan marah, ya. Aku bener-bener nggak ada pilihan lain.”

Daisy menoleh perlahan. Tatapannya menusuk, dingin.

“Tidak ada pilihan lain?” ulangnya pelan. “Damian, kamu sadar apa yang baru saja kamu lakukan? Membawa orang asing masuk ke rumah kita, tanpa tahu siapa dia, dari mana asalnya, bahkan kenapa bisa ada di jalan sepi itu?”

Damian menunduk sedikit, suaranya terbata. “Aku cuma… kasihan. Dia pingsan, Daisy. Aku nggak mungkin ninggalin begitu saja.”

Daisy terkekeh sinis, matanya melebar.

“Kasihan? Atau kamu terlalu bodoh buat lihat kalau ini jelas-jelas jebakan?”

“Daisy, jangan berlebihan—”

“Berlebihan?” potong Daisy cepat, nadanya penuh tekanan. “Justru kamu yang kelewat naif. Kamu pikir semua orang itu baik? Dunia nggak sesederhana itu, Damian!”

Damian terdiam, merasa terpojok. Ia mencoba merangkul bahu istrinya, tapi Daisy menepis halus.

“Aku sudah bilang boleh dia menginap, tapi hanya satu malam. Besok pagi dia harus pergi. Titik,” ucap Daisy tegas, lalu melangkah ke arah dapur.

Damian menatap punggung istrinya dengan rasa bersalah. “Iya… besok aku usir. Aku janji,” katanya lirih, meski nada suaranya tidak cukup kuat untuk meyakinkan Daisy.

Daisy berhenti sebentar, menoleh dengan tatapan penuh peringatan.

“Pastikan kamu tepati janji itu, Damian. Karena kalau tidak… aku yang akan turun tangan.”

"Iyaa sayang." Balas Damian.

“Ya sudah, mandi dulu sana. Aku siapin makan.”

Damian pun mengangguk dan masuk ke kamar mandi. Setelah pintu tertutup rapat, Daisy mengambil ponsel dan mengetik sesuatu. Begitu selesai, ia membawa Vio ke bawah dan menitipkannya pada Tyas.

*

*

Sementara itu di kamar, Mia duduk di tepi ranjang empuk yang baru saja disiapkan Bi Minah. Senyum tipis muncul di sudut bibirnya, bukan senyum lelah orang yang baru pingsan, melainkan senyum puas.

Tangannya merogoh tas kecil yang tadi sempat ia peluk, lalu mengeluarkan ponsel. Layar menyala, dan seketika jemarinya lincah mengetik sebuah pesan.

Mia: “Semua berjalan lancar. Aku sudah di dalam rumah mereka.”

Pesan terkirim. Tak butuh waktu lama, layar ponsel bergetar. Balasan datang cepat.

Ivana: “Bagus. Tetap tenang. Jangan sampai mereka curiga. Besok aku akan hubungi lagi.”

Mia menatap pesan itu lama, lalu menyeringai lebar. Ia rebahkan tubuhnya, memandang langit-langit kamar dengan tatapan puas.

“Permainan baru saja dimulai,” gumamnya pelan, seolah merayakan langkah pertamanya yang berhasil.

Di lantai bawah, suara benda berjatuhan terdengar samar dari dapur—entah karena Daisy sengaja membanting gelas atau benar-benar terpeleset saking kesalnya. Tapi bagi Mia, semua itu hanya musik pengiring yang menyenangkan.

Bersambung ...

Semoga suka yaaa 🙏

1
Epi Widayanti
/Kiss/😍😍😍
Epi Widayanti
😍😍😍😍
Susma Wati
kasihan ivana, luka bathinnya harus ada yang mengobati, , karena anak broken home ulah ayahnya yang terjerat perselingkuhan, membuat anak sendiri menjadi korban nya, ivana isa kah kah bertemu seseorang yang bisa membuat ivana sadar akan obsesi nya terhadap damian, andreas sudah ketemu tuh calon pawangnya si bella
Mochi 🐣
lanjut
Susma Wati
si laras pelakor gak tahu diri mau meres ivana
Epi Widayanti
hempaskan ulat bulu itu Daisy
Epi Widayanti
/Heart//Heart//Heart/
Asa Asa
belom pernah hidup serumah sama mertua
Susma Wati
ivana terlalu terobsesi pada damian yang menghancurkan dirinya sendiri, akibat dari perbuatan ayahnya yang lebih pergi dengan pelakor, da si pelakor dengan tidak tahu diri ingin memeras ivana
Epi Widayanti
Lanjut 👍👍
Epi Widayanti
lanjut
Epi Widayanti
Lanjut, makin kepanasan tuh si Ivana /Joyful/
Nix Ajh
eh Andrean mokondo, harusnya Daisy yang marah ini malah kebalik, kamu yang marah
Asa Asa
jahat banget
Margaretha Indrayani
apa ya maksud daisy menerima elena kerja?
Nix Ajh
selalu ada kesempatan kedua, bahagia buat Damian, Daisy, dan Vio
Mochi 🐣
Kepedean
Susma Wati
banyak yang kayak ibu diana,
AriNovani
Komen guyss
Epi Widayanti
suka 💓💓
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!