NovelToon NovelToon
Behind The Executive Desk

Behind The Executive Desk

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Kantor / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:20.6k
Nilai: 5
Nama Author: Rosee_

Ivana Joevanca, seorang wanita ceria dan penuh ide-ide licik, terpaksa menikah dengan Calix Theodore, seorang CEO tampan kaya raya namun sangat dingin dan kaku, karena tuntutan keluarga. Pernikahan ini awalnya penuh dengan ketidakcocokan dan pertengkaran lucu. Namun, di balik kekacauan dan kesalahpahaman, muncul percikan-percikan cinta yang tak terduga. Mereka harus belajar untuk saling memahami dan menghargai, sambil menghadapi berbagai tantangan dan komedi situasi yang menggelitik. Rahasia kecil dan intrik yang menguras emosi akan menambah bumbu cerita.

“Ayo bercerai. Aku … sudah terlalu lama menjadi bebanmu.”
Nada suara Ivy bergetar, namun matanya menatap penuh keteguhan. Tidak ada tangis, hanya kelelahan yang dalam.

Apa jadinya jika rumah tangga yang tak dibangun dengan cinta … perlahan jadi tempat pulang? Bagaimana jika pernikahan ini hanyalah panggung, dan mereka akhirnya lupa berpura-pura?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosee_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 32 - Ketegangan di Siang Hari

Beberapa waktu lalu.

Trevor mengetuk pintu ruang CEO dengan mantap. “Tuan, ada laporan dari salah satu pengawal yang mengawasi nyonya di jam istirahat.”

Calix mengangkat kepala dari dokumen. “Apa?” nadanya tenang tapi berbahaya.

Istrinya sempat meminta izin untuk makan di restoran Jepang di dekat ini. Ia tidak bertanya bersama siapa karena wanita itu selalu pergi bersama teman-temannya dari divisi khusus CEO.

Trevor menelan ludah sebelum melanjutkan. “Nyonya terlihat sedang makan siang di restoran Nakamura bersama tuan Ryuu Kairo.”

Keheningan singkat tercipta. Hanya suara detik jam yang terdengar di ruangan.

Calix menutup map perlahan, jemarinya mengetuk permukaan meja kayu. Tatapannya tajam, nyaris tak terbaca. “Ryuu Kairo?” ia ulang dengan nada datar.

Trevor mengangguk hati-hati. “Ya, Tuan. Restoran itu tidak jauh dari sini. Sepertinya bukan pertemuan bisnis, karena tidak ada dokumen yang dibawa. Lebih … personal.”

Calix menyandarkan tubuh ke kursi, wajahnya tetap dingin. Tapi ada kilatan yang samar di matanya. “Aku mengerti.”

Sepertinya kau ingin dihukum ya, Ivy.

Trevor menunggu instruksi, tapi pria itu hanya terdiam.

“Apa perlu saya tindak lanjuti, Tuan?” tanya Trevor akhirnya.

Calix tersenyum tipis, senyum yang sama sekali tidak menenangkan. “Tidak. Biarkan saja. Semua orang berhak makan siang dengan siapa pun.”

Habislah Anda, Nyonya. Setidaknya jangan melakukan pemberontakan di dalam pengawasan, batin Trevor menahan senyum.

Setelah Trevor menunduk dan keluar, Calix menoleh ke arah jendela. Tangannya mengepal pelan di atas meja, rahangnya mengeras.

Makan siang? Bersama pria itu?

Ada denyut aneh di dadanya, campuran marah, tidak terima. Ia teringat apa yang dilihatnya kemarin. Kedekatan Ivy dan Kairo yang tampak tidak asing.

Calix menekan tombol interkom.

“Jadwalku siang ini kosongkan. Batalkan semua pertemuan setelah jam dua belas.”

“Baik, Tuan,” suara Trevor menjawab cepat.

Ia lalu berdiri. Gerakan tenangnya menipu siapa pun yang melihat. Hanya mereka yang benar-benar mengenalnya yang bisa membaca tanda bahaya dari langkahnya yang terlalu teratur.

Jasnya ia ambil, tapi alih-alih langsung dipakai, ia hanya menyampirkannya di lengan. Udara seolah menegang bersamaan dengan rahangnya yang mengeras.

Makan siang bersama Ryuu Kairo?

Nama itu bukan nama sembarangan. Pria yang dulu sempat direkomendasikan Alec sendiri. Pria yang reputasinya dingin, licin, dan terlalu percaya diri.

Dan sekarang duduk berdua dengan Ivy.

Calix menghela napas, mencoba meredam amarah yang mulai menggerogoti. Aku tidak akan membuat keributan. Tidak di depan orang lain. Tidak dengan Kairo di meja yang sama.

Tapi ada dorongan lain, lebih kuat dari sekadar rasa posesif.

Dorongan untuk menunjukkan — bahwa siapa pun, bahkan Ryuu Kairo, tidak bisa menyentuh apa yang sudah menjadi miliknya.

Ia melirik jam di pergelangan tangan. Masih ada cukup waktu. Senyum tipis melintas di bibirnya, dingin sekaligus berbahaya.

“Aku akan makan siang di luar,” gumamnya lirih, seolah itu sekadar kebiasaan. Padahal, langkah kakinya sudah penuh tekad.

Trevor, yang menunggu di luar, hanya bisa menunduk dalam-dalam ketika pintu terbuka. Aura yang keluar bersama sang CEO sudah cukup membuat udara koridor terasa menipis.

...***...

Kembali ke restoran.

Calix meraih sumpit di hadapannya dengan tenang, tapi Ivy bisa melihat sekilas bagaimana jemarinya sempat mengepal sebelum itu. Ia mengambil sepotong sushi dari piring Ivy — tanpa izin, lalu memasukkannya ke mulut dengan gerakan sengaja lambat.

“Enak,” komentarnya datar. “Tapi kau harus hati-hati, Sayang. Kau biasanya tidak kuat dengan wasabi.”

Ivy membeku. Itu kalimat suaminya … tapi nada posesifnya membuat jantungnya berdegup tak karuan.

Dia tahu?! Jadi dia memperhatikanku?!

Kairo di seberang meja menegakkan punggungnya, tatapannya tidak lagi santai. “Kukira itu sushi untuk Ivy.” Ucapannya terdengar sopan, tapi ada ketegangan samar di balik nada suaranya.

Calix menoleh, menatapnya datar. “Ivy tidak keberatan. Benar, Sayang?”

Tatapan tajam itu menusuk Ivy, dan dia hampir tersedak udara sendiri.

Benar-benar jebakan. Jika ia bilang keberatan, Calix bisa meledak nanti di rumah. Jika ia bilang tidak keberatan, berarti mengakui Calix barusan … cemburu?

“A—aku … tidak masalah,” jawab Ivy pelan, menunduk pura-pura merapikan sumpit.

Senyum Kairo tipis, tapi dingin. “Ternyata suamimu cukup … perhatian.”

Calix menegakkan punggungnya perlahan, gerakannya masih elegan tapi aura di sekitarnya langsung berubah. Tatapan dinginnya menembus Kairo, seolah menantang terang-terangan.

“Lucu sekali,” ujarnya datar, menaruh sumpit di atas piring dengan suara tak. “Kau terdengar sangat … akrab.”

Ivy menegang. Kata-kata itu tenang, tapi ia tahu itu tanda bahaya.

Kairo tidak buru-buru menyangkal. Ia justru mengangkat alis sedikit, senyum samar di bibirnya. “Bukankah wajar kalau aku mengenalnya? Kami sudah bertemu lebih dulu sebelum kau menikahinya.”

Seketika udara di meja itu seakan membeku. Tidak ada lagi sikap formal dan hormat antar sesama rekan kerja.

Ivy membelalak, jantungnya mencelus.

Astaga, Kairo! Kenapa kau bicara begini di depan Calix?!

Calix tidak langsung merespons. Ia mengambil cangkir teh hijau, menyesapnya pelan. Sejenak ia terlihat santai, tapi jemari yang mencengkeram cangkir menunjukkan kekuatan yang tidak perlu.

“Benar begitu, Sayang?” tanyanya tiba-tiba pada Ivy, nadanya lembut tapi penuh tekanan. “Kau tidak pernah cerita padaku, ada pria yang merasa cukup dekat sampai berani bicara informal padamu.”

Ivy tercekat. Matanya beralih dari Calix ke Kairo, lalu kembali lagi. Ini bukan percakapan makan siang lagi. Ini perang dingin.

Kairo menyilangkan tangan di meja, tetap menatap Calix tanpa mundur. “Aku hanya menghargai Ivy sebagai temanku. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.”

Calix tertawa kecil — tawa yang justru lebih menyeramkan dibanding amarah.

“Teman? Biasanya orang yang menyebut dirinya teman tahu cara menjaga jarak.”

Senyap. Hanya terdengar suara sendok dari meja sebelah. Ivy sampai menunduk, berharap kedua pria itu tidak benar-benar beradu di depan umum.

“Calix …” Ivy mencoba menyela, suaranya lirih. “Ini hanya makan siang.”

Suaminya menoleh sekilas, tatapannya menajam. Lalu senyum samar itu kembali. “Aku tahu. Itu sebabnya aku datang. Untuk memastikan makan siangmu … menyenangkan.”

Kairo menatap Ivy sejenak, lalu menarik napas, tersenyum tipis, kali ini lebih terkendali. Tapi jelas sekali ia tidak menyukai arah percakapan ini.

Ivy, di sisi lain, bisa merasakan satu hal: Calix sedang cemburu. Dan itu jauh lebih berbahaya dibanding kemarahan biasa.

Ya Tuhan! Jika dia cemburu, artinya dia menyukaiku, kan?! Calix memiliki perasaan padaku? Iya, kan?!

Calix menaruh kembali cangkir tehnya, lalu tanpa peringatan, jemarinya meraih tangan Ivy di atas meja. Genggaman itu hangat tapi mantap, seakan menancapkan klaim yang tidak bisa diganggu gugat.

Ivy nyaris tersedak ludah sendiri. “C – Calix?”

“Tenanglah, Sayang,” ucapnya dengan senyum tipis, nada suaranya terlalu lembut hingga Ivy justru merinding. “Kau selalu tegang saat makan di luar. Kau butuh seseorang untuk membuatmu nyaman, bukan?”

Dan sebelum Ivy sempat menarik tangannya, Calix meraih sepotong sushi lalu menyuapkannya langsung ke bibirnya.

“Buka mulut,” katanya datar.

Mata Ivy membelalak.

Astaga! Dia benar-benar menyuapiku?!

Dia bukan Calix yang biasanya. Bukan Calix yang dingin dan kaku. Ini versi … konyol? posesif? Entahlah! Intinya aku senang!

Kairo di seberang meja menahan ekspresinya, meski Ivy bisa melihat rahangnya mengeras. Senyum tipisnya berubah datar. “Cukup perhatian, rupanya. Seolah takut aku merebut makan siangnya.”

Calix menoleh sebentar, ekspresinya dingin tapi tetap santai. “Makan siang, istri, hidup. Semuanya milikku. Wajar kalau aku menjaganya.”

Ivy ingin menutup wajahnya dengan piring.

Tolong, surga, jemput aku sekarang juga! Tidak, aku belum siap mati. Aku masih ingin bersama suamiku!

Namun Kairo tak mundur. Ia mencondongkan tubuh sedikit, tatapannya hanya tertuju pada Ivy. “Kau tahu, Ivy … kalau saja kau tidak memintaku berjanji menikahimu waktu kecil, mungkin aku tidak akan merasa begini sekarang.”

Detik itu Ivy seperti kena sambaran listrik.

Kairo! Kenapa harus diucapkan sekarang?!

Calix membeku sepersekian detik. Senyum tipisnya lenyap, diganti sorot mata yang benar-benar dingin.

“Janji menikah?” ulangnya pelan, nada suaranya rendah, berbahaya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

...Hayolooo😆...

...Lanjut ga nihh??...

...Komen dulu yang banyak wkwk...

1
Fera Susanti
lanjutkn ivy
akun tiktok ; @author wilris
klo aku kurus, nanti suamiku bakal gendong aku kek calix ga ya😔
Ray Aza
itu krn cinta neng.. 😄
Trituwani
dingin dingin nyegeriinn ya vy si abang cal nya /Smile/
Trituwani
saking cintanya tuh bang cal ma ivy.. tdk mmberi ruang ama kucing garong diluar buat godain ivy ye bang /Applaud//Joyful/
Trituwani
masih blm lega ka /Sneer/nah yg ketemu ivy ma anak kembar kemarin siapa?!! /Doubt//Doubt/masih kepo blm tuntas teka tekinya 😂😁
syemangat ka ros /Kiss/
lz_rm
jangan2 Alec suka ke ivy
akun tiktok ; @author wilris: anda terlalu jauh, silahkan kembali😔
total 1 replies
Fera Susanti
jd ivy anak siapa?
Era Simatupang
membayangkan ekspresi Ivi pasti lucu 🤣🤣🤣🤣🤣
Fera Susanti
aaah pinisirin
MeiGo95
othor suka main tebak²an nihh🙇🤔
Trituwani
wahh teka teki baru lagi nih ka rose...
apa itu ibunya ivy?! "/Blush/apa mungkin alec ma ivy lain ibu ataukah ataukah ataukah?!! /Smirk/
jd inget eve kannn yg bocah kembar kayak emy ma lily
lanjut ka... /Kiss//Kiss/
akun tiktok ; @author wilris
btw ada yang mau mampir di novel baruku? baru bab 1 nih
ig: arosee23: semangat ya kakk❤
total 1 replies
Trituwani
sejutu ka, gwen ma alec punya buku sendiri, disini aja tp ka... klo di kbm q g bisa /Grievance/
Diajeng Ayu
bagussss
akun tiktok ; @author wilris
ini aga kejam sih kak, tapi klo gwen keguguran karena kecerobohan alec dan dia minta cerai. beh.. cocok tuh dijadiin novel lain
safaana
good job Gwen,jika saatnya sudah tiba di mna Alec udah ada rasa cinta untukmu di situ lah kamu harus hilangkan cinta untuk Alec,,biar tau rasa
Trituwani
laki laki mah ihhh klo belum ditinggalin aja mereka g akan sadar klo dah cinta...sakitlah gwen mencintai sendiri... bertepok pok ame ame ini mah
semangat ka ros/Kiss/
@febi_11
setuju banget thor 👍👍👍
WOelan WoeLin
next kak
up banyak-banyak
smangat 💪💪💪
ig: arosee23: makasi sayang
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!