Aku menunggu jawaban dari bu Nirmala dan bu Zahira, namun hingga dua hari ini berikutnya, aku belum mendapatkan jawaban dari masalah tersebut.
"Bu, Andai aku tak cerita tentang masalah bullying ini pada ibu, aku mungkin masih sekolah di sekolah X ya bu," ucap Zahrana padaku saat kami tengah makan bersama.
Aku memandang putri sulungku tersebut.
"Bila kamu tidak bilang pada ibu, ibu yakin, Allah akan menunjukkan jalan lain agar ibu bisa mengetahui masalahmu nduk. Wis nggak usah dipikirkan lagi. Ayo cepat makannya. Nanti keburu dihabiskan mas," ucapku mengalihkan pembicaraan.
Aku berusaha tak terlalu mendengarkan perkataan Zahrana karena aku masih menunggu penjelasan dari bu Zahira dan bu Nirmala dan pengakuan dari Ghania agar semua menjadi jelas. Akankah Zahrana tetap bisa sekolah disana atau tidak pun tidak, akupun tak tahu jawabannya karena aku akan mempertimbangkan semua dari beberapa sisi, dan aku pasti akan memilih sisi yang paling aman untukmu, Zahran
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DUOELFA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PENGUMUMAN BEASISWA SEKOLAH INTERNASIONAL
"Bagaimana tesnya tadi. Bisa mengerjakan atau tidak?" Tanyaku pada Zahrana saat kami sudah berada di dalam mobil.
Zahrana terdiam
"Banyak soal yang tidak bisa kukerjakan bu. Menurutku, soalnya lumayan agak sulit," jawab Zahrana dengan menunduk.
Sepengetahuanku, memang untuk tahap seleksi penerimaan beasiswa terutama yang berkaitan dengan prestasi, memang menggunakan soal yang memiliki bobot tertentu dalam bidang akademik dengan tujuan mendapatkan peserta yang benar-benar berkualitas. Aku juga tak berani berharap begitu banyak pada seleksi ini, mengingat para peserta juga banyak yang pintar dan berprestasi dari Zahrana. Apalagi para peserta juga kebanyakan dari area Joglosemar (Yogyakarta, Solo dan Semarang) yang terkenal memiliki banyak siswa yang pintar sekaligus berprestasi dalam bidang akademik. Aku hanya berharap Zahrana mendapatkan pengalaman lebih dari seleksi kali ini. Di atas langit, ternyata ada lagi langit yang lebih tinggi.
"Bagaimana ruang kelasnya? Bagus? Nyaman?" tanyaku pada Zahrana.
"Ruangan begitu bagus dan nyaman. Ada Ac peralatan kelas lengkap, ada LCD proyektor, satu kelas hanya berisi tiga belas orang. Pokoknya suasananya sangat mendukung untuk kegiatan belajar bu," jelas Zahrana
Tak terasa perjalanan pulang kami sudah sampai Klaten menuju ke arah Solo. Semua anakku tampak telah tertidur karena kelelahan. Aku juga sangat mengantuk sekali. Sebelum kupejamkan mata, kulihat sesaat mas Anton tengah asik melihat Google Map digawainya.
Aku tertidur kira-kira setengah jam. Saat terbangun, aku melihat tanda arah jalan berwarna hijau dan merasa ada yang aneh
Jalan ini sepertinya tidak sama dengan jalan yang dilalui saat berangkat tadi. Saat ada penunjuk arah kota berwarna hijau, aku melihat dan membaca tanda itu dengan seksama. Tanda itu ternyata menunjukkan ke arah Boyolali dan Semarang. Aku sangat kaget.
"Mas, sepertinya kita salah arah. Tadi aku lihat papan petunjuk menuju ke arah Boyolali dan Semarang," beritahuku pada mas Anton.
Mas Anton segera menepikan mobil di pinggir jalan. Ia terlihat membuka kembali Google Map dengan seksama . Benar saja kami salah arah. Dari Solo seharusnya mengambil arah ke kanan, kita malah mengambil sebaliknya. Arah kiri. Akhirnya Mas Anton memutar mobil di jalan yang diperbolehkan untuk melakukan putar balik yang berada ditengah jalan.
"Putar balik kembali ke arah sebelumnya. Anda salah jalan," ucap Google Map yang diucapkan sebanyak tiga kali
"Google, Google. Aku sudah bolak balik menurutimu. Aku sudah kesasar sepuluh kilo ini," ujar mas Anton menjawab ucapan aplikasi di gawai tersebut.
"Putar balik kembali ke arah sebelumnya. Anda salah jalan," ucap Google Map lagi.
"Halah. Wegah (Gak mau). Google malah menyasarkan," jawab mas Anton sambil menutup aplikasi tersebut.
Sebenarnya aku mau tertawa terbahak melihat sikap mas Anton. Google Map kok diajak bicara. Apa ya dia paham dengan omongan kita? Tapi aku tak berani tertawa. Takut jika mas Anton marah. Aku hanya bisa menahan tawa semampuku.
Mas Anton melihatku sesaat.
"Pakai map biasa saja saja. Takute kesasar lagi. Tolong beritahu aku, nganan atau ngiri. Jangan utara, selatan, timur atau barat. Jangan tidur sebelum sampai Ngawi," ucapnya padaku.
Aku menuruti keinginan mas Anton. Aku membuka aplikasi Google Map dan mengarahkan ke bagian rute. Aku memandu mas Anton mulai dari kota Solo Jawa Tengah hingga kota Ngawi Jawa Timur. Rute kota tersebut kira-kira membutuhkan waktu dua hingga tiga jam perjalanan. Saat telah melewati area Ngawi, aku begitu kelelahan sehingga tak terasa tidur hingga sampai di rumah. Mas Anton membangunkanku untuk meminta tambahan uang sewa mobil yang telah disewanya.
"Siti, aku minta tambahan biaya sewa mobil ya. Uangku kurang," ujar mas Anton.
Aku terdiam sesaat.
"Ya Allah mas. Kukira kamu mengajak kami sewa mobil karena kamu baik sama Zahrana karena anak kita mau tes beasiswa Ternyata .... tahu kalau seperti ini, lebih baik aku naik bis mas. Uangku sudah habis untuk biaya keperluan anak-anak seperti obat pereda panas, pereda batuk pilek, obat anti mabuk perjalanan, vitamin, makanan ringan dan roti tawar untuk makan anak-anak, keperluan ujian untuk Zahrana dan lain-lain. Aku selama tiga bulan juga menyukupi kebutuhan anak-anak sendirian mas," ucapku pada mas Anton.
Bisa ditebak. Mas Anton sangat marah karena aku tidak memberikan uang sama sekali padanya. Ketiga anakku disuruh turun dengan segera, padahal mereka sedang tertidur pulas. Anakku terbangun karena kaget. Tak lupa barang-barang kuturunkan dan kubersihkan area mobil seluruhnya. Setelah kurasa tidak ada barang yang tertinggal, aku segera menutup pintu mobil. Mas Anton segera menaiki mobil, menyalakan mesin dan segera melesat pergi jauh dari rumahku.
"Mas Anton, mas Anton. Saat marah kok semakin membuat seram kehidupan saja. Semua diamuk," ucapku dalam hati.
*
Tak terasa seminggu sudah berlalu. Hasil tes babak final dari sekolah bertaraf internasional di Yogyakarta telah diumumkan. Kubuka Gmail dan melihat inbox yang berada disana. Tertera disana ada nama Arini Zahrana mendapatkan peringkat sepuluh besar sehingga mendapatkan potongan biaya pendidikan sebesar tiga puluh lima juta rupiah. Sedangkan setelah kukalkulasi seluruh biaya total biaya pendidikan selama tiga tahun di sana sebesar kisaran empat ratus juta rupiah. Itu belum termasuk biaya yang lainnya, uang saku, bila kunjungan ke luar negeri, serta kebutuhan tahunan yang lain. Itu juga belum termasuk biaya bila aku ingin menengok Zahrana ke sekolah di kota pelajar tersebut selama tiga tahun. Bila kuhitung-hitung lagi bisa membludak hingga satu milyar lebih. Sedangkan rumah yang kutempati ini saja, hitungannya tak sampai satu milyar. Rumahku hanya rumah sederhana saja. Bagian depan dan belakang rumah masih berupa tanah. Untuk keperluan lain, aku juga masih membutuhkan SKTM (surat keterangan tidak mampu yang dikeluarkan oleh pemerintah desa) yang biasa untuk mengurus sesuatu yang kurasa lebih besar, untuk kesehatan, pendidikan atau kebutuhan yang lainnya. Bagaimana aku mampu menyukupi kebutuhan Zahrana bila tetap memaksakan diri untuk sekolah di sana? Lebih baik aku mempertimbangkan banyak hal dengan matang. Apalagi masih ada dua anakku yang lain, Mumtaz dan Arsenio yang membutuhkan biaya pendidikan juga.
Ada chat yang datang kegawaiku hari dan kubaca.
Assalamu'alaikum
Yth kepada bapak/ibu dari Ananda Arini Zahrana
Bagaimana dengan hasil tesnya?
Apakah ananda berminat dengan bergabung dengan kami di sekolah bertaraf internasional yang berstandar kurikulum Cambrigde?
Mohon segera konfirmasi ya
Terima kasih
Salam sekolah internasional
Wassalamu'alaikum
Ada rasa gamang dalam. Ingin rasanya hati memberikan pendidikan Zahrana dengan fasilitas yang terbaik, tapi aku juga harus mampu melihat keadaanku yang saat ini sangat tidak mendukung untuk hal tersebut.
Wa tersebut segera kubalas agar para dewa guru tidak menanti balasan dari saya.
Wa'alaikumussalam
Saya ibu dari ananda Arini Zahrana dengan ini mengundurkan diri dari beasiswa sekolah internasional
Terima kasih atas kesempatannya untuk Arini Zahrana mengikuti tes secara offline.
Salam sekolah internasional
Wassalamu'alaikum
Setelah mengirim wa, hatiku terasa luruh.
"Tuhan, ternyata rasanya sakit sekali tidak mampu memberikan sesuatu yang terbaik pada anak. Sakit sekali rasanya memiliki anak pintar tapi belum bisa memberikan fasilitas terbaik untuknya. Sakit sekali rasanya Tuhan. Sakit sekali," ucapku lirih hingga tak terasa meneteskan airmata.
Saat pulang sekolah, aku segera memberitahu Zahrana hasil keputusanku.
"Zahrana, hasil tes sudah keluar. Ternyata potongan biaya hanya tiga puluh juta dari total seluruh biaya sebanyak empat ratus juta. Itu belum termasuk yang lain-lain. Ibu memutuskan untuk mengundurkan diri dari beasiswa. Maafkan ibu ya nduk," ucapku pada Zahrana.
Zahrana tampak mengangguk dengan berat.
"Masih berminat masuk ke SMK jurusan Animasi?" Tanyaku pada Zahrana.
Dari kecil, Zahrana suka sekali dengan animasi karena ia terbiasa melihat kartun, baik ditelevisi maupun laptop pemberian almarhum kakeknya. Ia sangat suka kartun Sofia the fisrt, Tangled, Ratatouille, Rio, Sailormoon, Marsha and the Bear, Sponge Bob, Charlie and the Chocolate Factory, dan aneka film kartun yang lain. Karena sering melihat itu, ia bercita menjadi seorang animator.
"Masih bu," jawab Zahrana.
Aku menghela napas panjang untuk menghalau segala kegundahan hati.
"Zahrana, berhubung saat ini kondisi ekonomi ibu kurang begitu baik, jika nanti sekolah, sekolah di SMP dekat rumah yang gratis di desa sebelah gimana? Agar ibu bisa menabung untuk sekolah Zahrana di SMK jurusan animasi kelak. Bagaimana menurut mbak?"
Zahrana mengangguk perlahan. Aku segera memeluk putri sulungku tersebut.
"Tak apa sekolah di SMP gratis mbak. Yang penting, tiap hari tetap belajar animasi dirumah, banyak latihan, banyak praktek juga, banyak menggambar. Dan jangan lupa yang paling penting lebih giat lagi belajarnya ya mbak," nasihatku pada Zahrana.
"Maaf ya mbak, saat ini ibu belum bisa memberikan pendidikan yang terbaik untuk mbak. Ibu minta maaf ya," ucapku dekat telinga Zahrana.
"Iya bu," jawab Zahrana.
"Terima kasih ya mbak. Mbak sudah pengertian sama ibu," ucapku yang ditanggapi oleh Zahrana.