Meninggal dalam kekecewaan, keputusasaan dan penyesalan yang mendalam, ternyata membawa Cassie Night menjalani takdir kehidupannya yang kedua.
Tidak hanya pergi bersama kedua anaknya untuk meninggalkan suami yang tidak setia, Cassie juga bertekad membuat sahabatnya tidak bersinar lagi.
Dalam pelariannya, Cassie bertemu dengan seorang pria yang dikelilingi roh jahat dan aura dingin di sekujur tubuhnya.
Namun, yang tak terduga adalah pria itu sangat terobesesi padanya hingga dia dan kedua anaknya begitu dimanjakan ....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itsme AnH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cepat Tangkap!
Di malam hari, bintang-bintang di atas bangunan Paradise Hotel—tempat Arthur membicarakan perihal bisnis menjanjikan dengan kliennya—tampak terhalang oleh lapisan awan tebal.
Ketika dia berjalan menuju ke tempat parkiran sambil mengutak-atik ponsel di tangannya, tiba-tiba saja tiga sosok bertubuh kekar muncul dan menghalangi jalannya. Wajah mereka tak terlihat jelas, tetapi aura jahat mengelilingi ketiganya.
Mereka tidak berbicara sepatah katapun, hanya merangkak maju seperti serigala lapar, membuat Arthur tersadar betapa berbahayanya situasi ini dan tidak ada waktu untuk ragu.
Serangan bertubi-tubi datang tiba-tiba dan Arthur berusaha melawan, tetapi kekuatan tiga penyerang itu mengalahkannya.
Saat serangan berikutnya datang dengan kecepatan yang mengejutkan, satu dari mereka mengayunkan pisau dengan niat membunuh. Sayatan tajam menyentuh lengan Arthur, melukai dan membuat aliran darahnya melambat seakan nyawanya ditarik sedikit demi sedikit.
Dalam sekejap, Arthur membuat keputusan tragis—dia harus melarikan diri!
Dia melangkah mundur, tetapi sebuah peluru sudah lebih dulu menghujam kakinya, membuatnya terjatuh dalam kesakitan.
Dengan semangat bertahan hidup yang kuat, Arthur memaksa dirinya untuk bangkit dan terus berlari meski tertatih, setiap langkahnya terasa seperti mengoyak luka di kaki dan lengannya.
Bukan hanya rasa sakit yang dia rasakan, tetapi juga teror yang menggigit jiwa—tiga sosok pria bertubuh kekar itu mengejarnya dengan niat membunuh.
“Cepat tangkap!” teriak bos dari belakang, suaranya yang menembus kesunyian malam mengisyaratkan tidak ada pengampunan. Aura agresifnya pun jelas terasa. “Jangan biarkan Presiden Group Douglass itu kabur!”
Arthur tahu situasi ini mengancam nyawa, jadia dia tidak berniat berhenti meski rasa sakit membara seakan membakar setiap serabut syarafnya. Di pikirannya hanya ada satu tujuan, yakni selamat.
“Mari kita bagi. Satu orang ke kiri, satu ke kanan!” teriak salah satu pembunuh itu, dan arahan mereka membuat jantung Arthur berdebar semakin cepat. Dia merasa seolah terjebak di labirin mematikan, setiap belokan yang dia ambil hanya membuatnya lebih terpojok.
Di depan lobi hotel, Aleena yang baru saja melayani rekan kerja ayahnya, tidak sengaja mendengar teriakan panik dan perbincangan para pembunuh bayaran itu.
Matanya berbinar ketika mendengar nama Arthur—Presiden Group Douglass—sosok yang terkenal sebagai orang terkaya di Negara Yangtze.
Dalam sekejap, harapan muncul di benaknya saat dia bertanya pada dirinya sendiri. “Jika aku berhasil menyelamatkannya, kehidupanku pasti akan membaik, kan?”
Aleena segera memperhatikan sekeliling, dia sempat melihat sosok Arthur berlari. “Dia terluka, tidak akan bisa lari ke mana-mana,” gumamnya dengan wajah yang bersemangat dan pikiran licik mulai berputar di kepalanya.
Tepat ketika Aleena memikirkan langkah selanjutnya, dia melihat sosok Arthur muncul dari belakang sebuah mobil, berlari dengan segenap tenaganya.
“Itu dia! Cepat kejar!” teriak salah satu pembunuh, dan Aleena tahu bahwa waktu tidak berpihak padanya.
Dengan ketenangan yang dipaksakan, Aleena bergegas ke parkiran tempat mobilnya terparkir. Dia melompat ke dalam sedan hitamnya dan menyalakan mesin dengan suara menggelegar. Tanpa menunggu lama, dia mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, meluncur laju di samping Arthur yang sedang berlari.
“Tuan, cepat naik!” teriak Aleena sambil membuka pintu mobilnya lebar-lebar, matanya dipenuhi dengan semangat dan kekhawatiran.
Arthur ragu sejenak, tetapi saat dia melihat bayangan ketiga pria itu mendekat, nalurinya berkata untuk melompat.
Dalam sekejap, dia melayangkan tubuhnya ke dalam mobil dan pintu ditutup dengan terburu-buru.
“Cepat jalan!” teriak Arthur, matanya masih penuh dengan ketakutan.
Aleena menginjak gas, dan mobil melesat pergi dengan kecepatan yang menggetarkan jantung. Dia bisa merasakan ketegangan di udara dan napas Arthur yang terputus-putus di sampingnya.
“Kalau boleh tahu, siapa namamu?” tanya Arthur, berusaha untuk menjaga fokus di saat yang genting itu. "Suatu hari, aku akan membalas jasa menyelamatkan nyawa ini."
“Aku Aleena Clark,” jawabnya dengan suara bergetar. “Sebenarnya tidak perlu balas budi, aku membantumu karena aku tidak bisa melihat kejahatan terjadi di depan mataku.”
Aleena terlihat lemah lembut, seperti wanita berbudi luhur yang murni hatinya.
Kalau bukan Arthur Douglass yang sedang dikejar-kejar pembunuh bayaran itu, bahkan dia tidak akan peduli jika pembunuhan terjadi di depan matanya.
Arthur menatap Aleena, bingung sekaligus terpesona. Dia mendapati dirinya menggantungkan harapan pada seorang wanita yang baru saja dia kenal, tetapi rasa syukur itu tidak bisa menutupi rasa syak wasangka.
“Kamu tahu bahwa ini berbahaya, kan? Mereka tidak akan berhenti mengejar!”
“Jangan khawatir,” jawab Aleena sambil menggenggam kemudi dengan tangan yang mantap, dia berpikir cepat dan hanya dalam hitungan detik, dia menciptakan rencana. “Kita akan ke arah jembatan tua di utara dan bersembunyi di sana.”
Ketiga pria itu menyadari bahwa korban mereka melarikan diri, jadi mereka mengejar dengan mobil hitam mengkilap, berusaha menekan Aleena untuk kehilangan konsentrasi.
Jantung Arthur berdegup kencang, masing-masing detik seperti memberi tekanan lebih kepada hidup dan harapannya.
Aleena mempercepat mobilnya, melindas aspal dengan kecepatan tinggi. Mereka harus sampai ke jembatan sebelum para pembunuh itu mempersempit jarak. Saat jembatan tua muncul di depan mereka, Aleena bisa merasakan harapan dan ketakutan bercampur aduk dalam dadanya.
“Mereka semakin dekat!” teriak Arthur dengan suara penuh dengan kecemasan. Aleena menggenggam kemudi lebih erat, matanya fokus dan otaknya bekerja cepat mencari jalan untuk meraih kebebasan.
Saat mobil mendekati ujung jembatan, Aleena mendengar suara sirene polisi dari kejauhan. Sebuah ide brilian muncul dalam pikirannya. “Sekarang, pegang erat!” katanya, sebelum melakukan manuver tajam yang mengarah ke bawah jalan kecil yang menyempit di samping jembatan.
Mobil terhempas dengan keras, tetapi mereka berhasil keluar dari pemandangan yang langsung terlihat oleh para pembunuh. Dalam sekejap, Aleena melaju kencang di jalan gelap yang dipenuhi pepohonan, dia berdoa semoga jalan ini tidak berujung pada kebuntuan.
Arthur menghela napas lega saat suara sirene semakin mendekat. “Bagaimana bisa kamu tahu harus kemana?” tanyanya, sedikit terpingkal dengan pencarian instingnya untuk bertahan hidup.
“Aku mengenal daerah ini,” jawab Aleena, berusaha tetap tenang meskipun jantungnya berdebar keras. “Sekarang, kita harus menemukan tempat aman untuk bersembunyi dan mengobati lukamu.”
mulai membuka hati sma Athur...
tunggu aj pd waktux Cess keluar bersama ..
kesuksesanx dan kemakmuran disertai kebahagian x ...