Pembalasan Sang Pewaris Api

"Eh? Jadi tebakanku benar, ya? Haha..." sahut Ling Yi kegirangan.

"B-benar juga. Perasaanku ini, di sebut apa lagi kalau bukan cinta? Jadi itu benar, ya, kalau aku ini, sudah jatuh cinta pada kak Yan Cheng?"

"Ada apa? Iya, kan? Aku benar, kan?"

"Ti-tidak, kok! I-Itu tidak benar, kok!"

"Sudahlah, kamu jujur saja. Siapa pria itu, hm? Ayo... ceritakan..."

"I-itu..." Ning Ning terdiam kebingungan, tentang apakah ia harus menceritakannya pada Ling Yi atau tidak.

"Jika kamu tidak beritahu, aku tidak mau, lho, jadi sahabatmu lagi," ucap Ling Yi sengaja, menggunakan candaan demi bisa mendapatkan jawaban yang ia inginkan.

"A-apa? Tidak, tidak! N-nona jangan bicara begitu dong. Iya deh iya, aku ceritakan," sahut Ning Ning pasrah.

"Hihi... begitu dong," celetuk Ling Yi puas. "Jadi, bagaimana?"

Ning Ning pun terdiam, tuk merenungkan sejenak jawaban yang akan ia utarakan pada Ling Yi.

"Apa benar tidak apa-apa jika aku ceritakan padanya? Bagaimana jika nona Ling Yi juga mencintai kak Yan Cheng?" Batinnya kebingungan. "Ah, sudahlah, biarkan saja! Toh, suatu saat juga semuanya pasti akan terbongkar, kan? Baiklah! Ini saatnya!"

"I-itu... nona. Sebenarnya, aku sedang merasa tertarik dengan seseorang belakangan ini. Kapanpun, dimanapun, dan apapun kegiatan yang sedang aku kerjakan, entah kenapa aku selalu terbayang-bayang oleh wajahnya," tutur Ning Ning sembari tertunduk tersipu malu.

Ling Yi pun terus mendengarkan dengan seksama sembari tersenyum jahil, ikut merasakan manisnya cinta yang saat ini tengah berbunga dalam hati gadis itu.

"Awalnya, aku mengira itu hanya ketertarikan pada pandangan pertama. Tapi hari ini, aku baru saja mengetahui satu hal. Bahwa dia itu, sebenernya adalah sahabat masa kecilku dari panti asuhan,"

"Apa?! Panti asuhan? Jadi dia... sama seperti Yan Cheng, ya?" Batin Ling Yi terkejut. "Tunggu! Jangan-jangan..."

"Sejak kecil aku sudah merasa kagum padanya. Dia tampan, berhati lembut, bertalenta, juga dapat di andalkan. Aku benar-benar tak menyangka bisa bertemu dengannya lagi. Maka itu, aku sangat senang karena telah jatuh cinta padanya. Pria yang sama, dengan anak laki-laki yang aku cintai saat masih kecil dulu, cinta pertamaku,"

Ning Ning pun mengakhiri kalimatnya dengan senyum manis yang merekah di wajah, bersorak dalam hati merayakan aliran keberuntungan yang telah menghampirinya, yang telah membuatnya kembali di pertemukan dengan sesosok pria yang sudah sangat lama menjadi dambaan hatinya.

"Ohh... jadi begitu, ya?" sahut Ling Yi tak kalah haru. "Syukurlah... kamu benar-benar beruntung, Ning Ning. Aku turut bahagia, ya. Tenang saja! Aku pasti, akan selalu mendukung hubunganmu dengan pria yang kamu cintai itu!"

"Hm?! B-benarkah? Terima kasih, nona!" sahut Ning Ning kegirangan sembari membungkukkan badannya.

"Mulai sekarang, panggil aku "kakak" saja, ya?"

"Eh? T-tapi..."

"Kenapa? Tidak mau, ya?"

"Bu-bukan, bukan! Baiklah, aku mau! Terima kasih banyak, kak!"

Ling Yi pun tersenyum lebar menatapnya, kemudian membuka kedua tangannya lebar-lebar.

"B-benarkah? Bolehkah?-"

Ling Yi pun mengangguk lembut, lalu di sambar oleh pelukan erat dari gadis itu. Tanpa ragu Ling Yi pun membalas pelukan gadis itu dengan sama eratnya.

"Senangnya, lagi jatuh cinta," godanya pelan.

"Hihii..." tawa Ning Ning salah tingkah.

Ling Yi pun akhirnya menyudahi pelukan mereka, lalu menatap gadis itu lekat.

"Ngomong-ngomong, apakah pria itu Yan Cheng?"

Degg

"K-kok?! Kok kakak bisa tau?"

"Wah... jadi aku benar lagi, ya?" cetus Ling Yi antusias. "Ya tau dong, aku ini kan jenius. Hihi..."

Sebelum menjawabnya, Ning Ning terlebih dulu clingak-clinguk ke sekelilingnya untuk memastikan tidak ada orang lain yang melihat mereka. Setelah aman, barulah ia memanyunkan bibirnya sedih dan tertunduk.

"Maafkan aku, kak. T-tapi... apa kakak tidak merasa keberatan? Bukannya kakak menyukai kak Yan Cheng juga, ya?"

"Apa?! Pfft... hahaha..." cetus Ling Yi terkejut sembari tertawa lepas.

"Lho, kok tertawa, sih?"

"Hehe.... maaf, maaf. Habisnya kamu ini bagaimana sih? Mana mungkin aku menyukai dia,"

"Apa? Apa kakak serius?"

"Tentu saja! Kami berdua hanya bersahabat saja, kok. Tidak lebih,"

"Begitu, ya? Syukurlah... akhirnya aku bisa lega,"

Hahahaha...

Mereka berdua pun tertawa geli bersama, menikmati dan melanjutkan momen yang menyenangkan dengan obrolan-obrolan lain yang tak kalah asyik. Riang gembira, lega, haru, semua itu turut bersatu padu beriringan mengitari mereka berdua.

Hingga tanpa sadar, seorang pria tengah mengintip mereka dari sebalik pilar-pilar bangunan istana.

"Mereka lagi bahas apa, sih? Kenapa sampai sebahagia itu?"

Begitulah batin pria tersebut keheranan, yang tak lain adalah Yan Cheng, pria yang sempat menjadi topik utama dalam pembicaraan dua gadis muda itu. Sebenarnya, ia telah memperhatikan mereka cukup lama dari kejauhan, secara diam-diam.

Biarpun Yan Cheng tidak bisa mendengar pembicaraan mereka, namun ia tetap bisa melihat dan mendengar tawa riang kedua gadis yang tengah ia amati di sana.

"Cih... dasar mereka itu. Ternyata mereka berdua sudah seakrab itu, ya?" celetuknya sembari menyeringai puas.

Namun, di saat Yan Cheng mengamati satu persatu antara senyuman Ling Yi, dan senyuman Ning Ning, ia juga turut merasakan kebimbangan dalam hatinya.

Rasa bingung pun melanda seketika, membuatnya dirinya terjebak di tengah-tengah antara dua pilihan sulit yang terlintas dalam benaknya.

Yakni, antara harus memilih Ling Yi, gadis yang baru ia temui tempo lalu, yang juga di cintai oleh sahabatnya sendiri. Atau malah memilih Ning Ning, gadis kecil menggemaskan yang sebenarnya juga sempat mencuri hati kecilnya di masa lalu.

"Ekhemm..."

Degg

Yan Cheng berbalik spontan, dan menemukan Xiao Feng yang sudah berdiri tegak di belakangnya.

"Sedang apa kau? Apa kau sengaja memata-matai Ling Yi?" bisik Xiao Feng dengan tatapan sinis.

"Ck! Dasar pengganggu," decak Yan Cheng kesal dengan wajah datarnya.

"Apa? Bukannya kau yang-"

"Shuttt..."

Yan Cheng tiba-tiba berdesis dan menutup mulutnya sendiri dengan jari telunjuknya sebagai kode.

Xiao Feng yang mengerti maksudnya pun hanya memutar bola matanya dengan malas, dan dengan terpaksa menyudahi kalimatnya untuk bersikap lebih tenang.

"Pelankan suaramu sedikit. Aku tidak ingin mereka sampai terganggu karena ulahmu," bisik Yan Cheng.

"Cih..." sahut Xiao Feng dingin, lalu ikut mengarahkan matanya menatap Ling Yi dari titik yang sama.

"Hm? Ning Ning? Sedang apa mereka di sana?" bisik Xiao Feng, yang akhirnya memilih bekerja sama dengan Yan Cheng sebagai mata-mata, memata-matai gadis yang mereka sukai.

"Entahlah, dari sini tidak terdengar jelas. Tapi sepertinya, mereka sangat menikmatinya. Makanya aku tidak mau mengganggu,"

"Hm, begitu, ya?" cetus Xiao Feng kecewa. "Tapi... memangnya kau tidak bisa, apa, berubah wujud dan mendekati mereka?,"