Bayu. Seorang mahasiswa berusia 23 tahun yang berkuliah di Universitas ternama yang ada di Indonesia meninggal setelah kejatuhan pohon besar yang tersambar petir saat dia pulang dari kerja paruh waktunya.
Dia kira dirinya sudah benar-benar mati. namun alangkah terkejutnya dirinya saat menyadari jika dia belum mati dan kembali terlahir di tubuh seorang bocah berusia 10 tahun yang namanya sama dengan dirinya yaitu Bayu. parahnya lagi dia terlempar sangat jauh di tahun 1980. Anehnya Dia memiliki ingatannya di kehidupan sebelumnya di tahun 2025. berdasarkan ingatan Itu Bayu mulai menjalani kehidupan barunya dengan penuh semangat. jika di kehidupan sebelumnya dirinya sangat kesulitan mencari uang di kehidupan ini dia bersumpah akan berusaha menjadi orang kaya dan berdiri di puncak.
Hanya dengan menjadi kaya baru bisa berkecukupan!
Hanya dengan menjadi kaya batu bisa membeli apapun yang diinginkan!
Hanya dengan menjadi kaya aku bisa membahagiakan orang-orang yang aku sayangi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jin kazama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32. Sejarah Kelam Di Balik Kemegahan Orde Baru.
Bab 32. Sejarah Kelam Di Balik Kemegahan Orde Baru
"Ada apa dengan hati nurani semua orang?"
"Atau mereka memang sengaja untuk memalingkan muka, dan tidak ingin repot?"
"Di mana pihak kepolisian yang bertugas untuk menertibkan keamanan?"
"Bagaimana kekacauan semacam ini benar-benar terabaikan?"
"Bagaimana penderitaannya menyayat hati seperti ini terus berlanjut tanpa adanya penanganan yang serius?"
"Kenapa pemerintah malah sibuk membangun gedung, membangun jalan, dan sebagainya, sementara mereka tidak melihat sisi lain penderitaan rakyat dan membereskan kekacauan semacam ini?"
"Apa gunanya gedung-gedung dan jalanan yang terlihat nyaman, akan tetapi keselamatan masyarakat terancam atau pencaharian mereka dihancurkan dengan paksa?
"Apakah Indonesia dari dulu memang sudah separah ini?"
Bayu terus merenung, pemikiran semacam itu terus berputar-putar di dalam kepalanya.
Kejahatan dan keadilan semuanya menjadi tumpang tindih dan tidak jelas. Belum lagi, premanisme juga semakin merajalela.
Geng-geng kecil mengklaim suatu wilayah sebagai kepemilikan mereka. Dan orang-orang di sekitarnya dimintai uang keamanan secara paksa. Jika tidak, mereka akan dihancurkan.
Kata-kata dihancurkan di sini bukanlah sekadar hiasan. Mereka benar-benar dihancurkan dalam artian yang sebenarnya. Dipukuli dengan brutal, dikeroyok, dan paling parah, usaha mereka benar-benar dihancurkan sama dengan ibu-ibu pemilik warung pecah yang dagangannya hancur lebur tanpa pertanggungjawaban yang jelas dari sang tersangka.
Inilah sisi gelap di balik kemegahan Orde Baru. Inilah sisi kemanusiaan yang terabaikan. Inilah cerita rakyat kecil yang tak pernah didengar, atau lebih tepatnya, sengaja tidak ingin didengar. Semuanya berkutat pada masalah untung rugi.
Semuanya hanya berkutat tentang bagaimana bisa membuat hidup terasa nyaman. Suara rakyat terabaikan. Sumpah janji untuk menjadi penegak keadilan bagi rakyat tidak dijalankan sebagaimana mestinya.
Berdasarkan ingatan yang ia baca di kehidupan sebelumnya, tentunya di tahun 2025, pada masa era 1984, semuanya memang sangat kacau. Bahkan media-media yang ingin mengutarakan hak mereka dibungkam. Dan yang lebih parahnya lagi, mereka diteror, diculik, atau mungkin tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Yang artinya, sudah jelas jika mereka mati dibunuh, dan mayatnya dibuang entah ke mana.
Lalu, apa yang bisa bertahan pada era ini? Yang bisa bertahan pada era ini adalah tinju siapa yang paling keras, keberanian siapa yang paling besar, nyali siapa yang paling unggul, dan seberapa hebat dia dalam berkelahi.
Jika orang itu memiliki semua hal ini, bisa dijamin hidupnya akan aman dan nyaman. Jangan bicara soal hukum, karena hukum sudah busuk. Hukum bisa dinegosiasikan, di mana yang salah menjadi benar dan yang benar menjadi salah.
Asal ada uang pelicin semuanya aman.
Sama seperti kasus kakaknya dulu, di mana Rio yang seharusnya dihukum justru dibiarkan bebas dan merajalela. Pada akhirnya, Bayu sendiri yang turun sebagai algojo untuk merenggut nyawanya.
Pada akhirnya yang bisa ia lakukan hanyalah menghela napas. Meskipun kenyataan ini memang sangat menyakitkan, tapi apalah daya yang bisa ia lakukan. Ia hanyalah seseorang yang dengan ajaib terlahir kembali di era 1980 dari masa depan, seperti bersemayam di tubuh seorang anak berusia 13 tahun.
Meskipun ia punya wawasan tentang masa depan, namun bukan berarti dia bisa mengubah kekelaman sejarah, memperbaiki semuanya seolah-olah dia adalah dewa yang dengan satu jentikan jari bisa memutar waktu dan memaksa semua manusia untuk tunduk.
Yang bisa ia lakukan adalah dengan perubahan kecil seperti membentengi diri sendiri, melindungi Malik dan Sindy agar mereka semua tetap aman. Setidaknya, itulah yang bisa ia lakukan. Karena di sini, Malik dan Sindy adalah keluarganya satu-satunya.
Bayu tidak akan pernah membiarkan keluarganya terluka.
Moto hidupnya adalah:
"Siapa pun, siapa pun yang berani menyentuh keluargaku! Mati!"
Tiga bulan kembali berlalu dengan cepat. Kebrutalan dan kekerasan kehidupan jalanan masih terus berlanjut. Bayu sendiri pada akhirnya juga mulai mengeraskan hati dan terbiasa dengan hal itu.
Mau semarah apa pun dia, tidak akan ada perubahan, tidak akan menciptakan suasana di mana segalanya akan berubah menjadi kondusif.
Dan yang bisa mengubah ini sebenarnya adalah pemerintah dan pihak berwajib. Sayangnya, mereka lebih peduli pada pembangunan dan acuh tak acuh pada penderitaan rakyat.
Pertarungan antar anak STM juga masih terus berlanjut. Dan Bayu hanya bisa menutup mata dan berpura-pura tidak melihat saat sekali lagi, banyak fasilitas umum yang dihancurkan.
Banyak usaha-usaha yang dibangun susah payah dengan perjuangan dan darah dihancurkan begitu saja dengan mudah.
Dan yang lebih parahnya lagi, tidak ada rasa bersalah di wajah anak-anak itu, yang ada justru rasa bangga seolah-olah mereka adalah yang terkuat. Seolah-olah mereka tak terkalahkan.
Seolah-olah itu adalah penanda bagi musuh mereka, jika mereka berani macam-macam maka mereka akan menghancurkan lawannya seperti mereka menghancurkan benda-benda yang mereka hancurkan itu.
Namun, pada suatu siang, lebih tepatnya hari Rabu, Malik pulang dengan wajah lebam, dan babak belur. Sontak saja hal ini membuat Bayu terkejut, dan darahnya mendidih karena amarah yang luar biasa.
Dengan dingin Bayu bertanya,
"Siapa?"
Mendengarnya, entah kenapa, Malik merasakan rasa takut. Suara Abang Bayu begitu mengintimidasi. Dan, penuh dengan niat membunuh yang mengerikan. Dia yang awalnya menyembunyikannya, akhirnya hanya bisa menghela napas dan menceritakan semuanya.
"Itu anak buah Bang Wirya. Biasalah, mereka merampas uang hasil aku ngamen. Karena hari itu uang yang terkumpul lumayan banyak. Aku mencoba untuk mempertahankan diri. Tetapi karena jumlah mereka ada sekitar lima orang, aku dikeroyok dan dipukuli. Uang hasil ngamenku diambil semua. Dan yang lebih parahnya lagi, gitar kecilku hancur, Bay."
Katanya, dengan wajah menunduk, terlihat kesedihan dan rasa sakit yang lebih sakit daripada wajahnya yang dipukuli.
Mendengar itu, Bayu mengerutkan kening.
"Bang Wirya? Dia preman yang pernah kamu ceritakan dulu kan? Yang memegang wilayah sekitar stasiun Pasar Turi?" tanya Bayu menyelidik.
Mendengar itu Malik hanya mengangguk, setelah menghela napas panjang dan menghembuskannya untuk kesekian kalinya. Akhirnya ia berkata dengan pasrah.
"Sudahlah, Bay, biarkan saja. Mereka itu orang-orang brutal yang tidak akan mengenal rasa kasihan. Percuma saja melawan orang-orang seperti mereka. Kita tidak akan menang, yang ada kita justru dikeroyok dan babak belur."
Mendengar itu Bayu mengerutkan kening.
"Kita? Lo aja kali, Lik. Gue enggak!"
Kata Bayu dengan bahasa yang mulai menirukan anak-anak berandalan di jalanan dengan merubah bahasanya menjadi "gue/lo."
Seketika Malik yang tadinya sedih langsung tersenyum dan mengumpat.
"Sialan kamu, Bay," katanya.
Faktanya, Malik sendiri belum mengetahui, betapa brutalnya Bayu jika sudah benar-benar marah.
Orang-orang yang dianggap keluarga, orang-orang yang dianggap berharga adalah skala terbaliknya.
Sementara, Bayu hanya terkekeh saat Malik memakinya. Ia pun berbalik pergi meninggalkan Malik sendirian untuk memasuki kamarnya. Saat dia berbalik, senyumnya langsung lenyap, wajahnya berubah menjadi dingin seperti es berusia ribuan tahun.
Matanya memancarkan niat membunuh yang sangat mengerikan. Seperti yang ia katakan sebelumnya:
"Siapa pun yang berani menyentuh keluargaku! Mati!"
Saat ia memasuki kamarnya, ia menarik sebuah kotak kayu yang ia taruh di bawah dipan.
Saat ia membukanya, di sana terlihat dua sarung tangan besi sederhana. Terbuat dari rantai yang dilak dan dibuat sedemikian rupa sehingga menjadi elastis saat digenggam. Di dalam sarung tangan besi tersebut terdapat bantalan busa elastis yang membatasinya. Saat dipakai, tangan tidak lecet atau terluka.
Ya, sarung tangan sederhana ini adalah sarung tangan yang Bayu pesan dari seorang tukang las satu bulan yang lalu. Bayu menemukannya tempat las itu saat ia pulang mengantarkan telur gulung di salah satu sekolah SMA tempatnya menitipkan dagangannya.
Besinya adalah besi dari rantai sepeda yang ia dapatkan dari pengepul rongsok yang lokasinya tidak jauh dari persekitaran stasiun Pasar Turi.
Awalnya membuat sarung tangan besi elastis seperti itu tidak mudah. Akan tetapi karena Bayu bersedia membayar mahal, dengan usaha keras akhirnya si tukang las itu pun berhasil membuatnya. Tukang las itu namanya Bang Sardi.
Kembali Ke Masa Sekarang.
"Sepertinya sudah saatnya memakai benda ini," kata Bayu dengan kilatan dingin di matanya.
Jika seandainya mereka tidak menyentuh Malik, mungkin ia akan menutup mata. Karena ini sudah menyangkut masalah orang yang sudah dianggap keluarga, maka dia akan menjadi pemburu yang bergerak dalam senyap. Ia akan menghancurkan mereka satu per satu dan menyebarkan teror ketakutan.
Bayu sudah muak dengan semua kebrutalan dan kearoganan mereka yang tak pandang bulu dan menghajar orang sesuka hati seolah mereka adalah raja dunia yang tak terkalahkan.
Bukan hanya para preman ini, tapi Bayu juga akan mulai memburu anak-anak STM yang menyebabkan kehancuran dan kerugian bagi para pedagang. Ia bukan pahlawan atau semacamnya.
Ia bukan orang yang ingin dipuji dan dipuja. Ia bukan orang yang ingin kehadirannya diharapkan banyak orang, ataupun menjadi superhero yang menyelamatkan dunia dan semacamnya.
Ia hanya muak, ia hanya ingin melampiaskan kemarahannya kepada sistem yang sudah rusak di negara ini.
"Jika keadilan itu tidak ada, maka biarkan pukulanku yang menjadi keadilan itu sendiri. Mulai saat ini, perburuan dimulai," ucapnya.
Setelah mengucapkan itu, Bayu benar-benar mencoba memakai sarung tangan besinya.
Itu terasa nyaman dan elastis tiap kali ia mengepalkan tangannya. Ia tersenyum puas.
Berat sarung tangan itu hanya sekitar seperempat kilogram, jadi tidak terlalu berat saat digenggam.
Tapi jika menghantam wajah seseorang ataupun tulang rusuk seseorang, rasa sakitnya tak perlu ditanyakan lagi. Bisa dijamin, tulang yang terhantam pasti akan langsung patah.
Ia menyiapkan hoodie hitam dan masker hitam. Pada malam hari nanti, dia siap memulai aksinya.
Sepertinya dirinya memang tidak mungkin untuk tidak terlibat atau tenggelam dalam kehidupan jalanan yang penuh dengan kekacauan ini. Jika ingin orang-orang terdekatnya tetap aman, dia harus mengukir namanya sendiri.
Dia harus membuat sosoknya ditakuti, meskipun itu artinya dia harus berubah menjadi manusia iblis yang berlumuran darah.
Karena sistem tidak bekerja, dia akan melompati sistem itu dan bertindak semaunya.
Inilah sejarah kelam di balik kemegahan Orde Baru
terus berkarya.