Marsha Calloway terjebak dalam pernikahan yang seharusnya bukan miliknya—menggantikan kakaknya yang kabur demi menyelamatkan keluarga. Sean Harris, suaminya, pria kaya penuh misteri, memilihnya tanpa alasan yang jelas.
Namun, saat benih cinta mulai tumbuh, rahasia kelam terungkap. Dendam masa lalu, persaingan bisnis yang brutal, dan ancaman yang mengintai di setiap sudut menjadikan pernikahan mereka lebih berbahaya dari dugaan.
Siapa sebenarnya Sean? Dan apakah cinta cukup untuk bertahan ketika nyawa menjadi taruhan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayyun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penculikan di Tengah Senja
Sore yang tenang itu berubah menjadi kekacauan dalam hitungan detik. Marsha baru saja melangkah menuju mobilnya ketika suara tembakan mendadak meledak di udara.
DOR!
Salah satu pengawal Sean yang berdiri di dekatnya tersentak, bahunya tersambar peluru. Pria itu mengerang, tubuhnya goyah sebelum akhirnya jatuh berlutut, darah segar merembes dari lukanya.
"Hans!" teriak pengawal lainnya, langsung bereaksi dengan menarik senjatanya dan mencari sumber serangan.
Marsha membeku, jantungnya berdegup begitu kencang hingga dadanya terasa sesak. Ia menutup telinganya secara refleks, tubuhnya bergetar saat melihat darah mengalir dari bahu pengawalnya.
"Apa yang terjadi?!" suaranya bergetar saat ia berusaha mendekati pria yang terluka, tetapi sebelum sempat memberikan bantuan, sepasang tangan kuat mencengkeram lengannya.
Marsha tersentak.
Dua pria berpakaian serba hitam, mengenakan topeng, tiba-tiba muncul dari sisi yang berlawanan. Mereka bergerak cepat, menarik Marsha dengan paksa sebelum ia sempat melawan.
"Tidak! Lepaskan aku!" Marsha berusaha meronta, tetapi cengkeraman di lengannya terlalu kuat.
Di saat yang sama, Evelyn yang masih berada di parkiran mendengar keributan itu. Ia menoleh, matanya membelalak saat melihat sahabatnya tengah diseret oleh dua orang asing.
"Marsha!" Evelyn berteriak panik, tubuhnya langsung berlari ke arah sahabatnya tanpa berpikir panjang.
Namun, ia terlambat. Salah satu pria itu merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan kain putih yang telah dibasahi cairan bius. Sebelum Marsha sempat menjerit lagi, kain itu ditekan ke hidung dan mulutnya.
"Akh…" Marsha berusaha menahan napas, tetapi kepalanya mulai pusing. Matanya kabur, kekuatannya perlahan menghilang dari tubuhnya.
Tidak butuh waktu lama sebelum kesadarannya benar-benar menghilang. Tubuhnya lemas dalam genggaman para penculiknya.
"Marsha!!" Evelyn berlari semakin dekat, napasnya tersengal, tetapi para pria bertopeng itu sudah lebih dulu memasukkan Marsha ke dalam sebuah mobil hitam.
Dengan suara deru mesin yang melengking, mobil itu melesat pergi, meninggalkan parkiran dalam keadaan kacau.
Evelyn terhuyung, tubuhnya masih gemetar. Matanya menyusuri pemandangan di sekitarnya—pengawal yang terluka, orang-orang yang berhamburan ketakutan, dan mobil yang membawa Marsha semakin menjauh.
Tidak jauh dari sana, pengawal Sean yang tertembak berusaha bangkit meski kesakitan. Dengan sisa tenaga yang ada, ia meraih alat komunikasi di jaketnya dan segera menghubungi Sean.
"Pak Sean… ini darurat… Bu Marsha diculik!"
...---...
Di tempat lain, Sean yang sedang berada di ruang kerjanya langsung berdiri dari kursinya begitu mendengar laporan itu.
"Apa kamu bilang?" suaranya berubah dingin, rahangnya mengeras.
"Mereka bersenjata… saya tertembak… dan mereka membawa Bu Marsha pergi… mobil hitam… platnya tidak terlihat…" suara pengawal terdengar tersendat karena menahan rasa sakit.
Sean tidak membuang waktu. Ia menekan tombol interkom dan memanggil asistennya. "Siapkan mobil. Sekarang juga!"
Tanpa menunggu jawaban, ia langsung melangkah keluar dengan ekspresi gelap. Darahnya mendidih. Ada seseorang yang berani menyentuh istrinya. Dan siapa pun mereka, ia tidak akan membiarkan mereka hidup dengan tenang.
...---...
Kesadaran Marsha perlahan kembali. Kepalanya terasa berat, kelopak matanya begitu sulit untuk terbuka sepenuhnya. Saat ia mulai merasakan dinginnya permukaan yang keras di bawah tubuhnya, pikirannya kembali dengan cepat. Ia diculik.
Dengan cepat ia mencoba bergerak, tetapi tubuhnya terasa kaku. Matanya terbuka sepenuhnya, dan jantungnya berdegup kencang saat ia menyadari situasi yang mengerikan. Tangannya terikat di belakang kursi. Kakinya juga terikat erat. Ia berada di sebuah ruangan yang redup, hanya diterangi oleh lampu gantung di tengah langit-langit.
Suara langkah kaki terdengar mendekat. Marsha menahan napas. Seorang pria bertubuh tinggi dengan masker di wajahnya berdiri di hadapannya.
"Selamat datang, Nona Marsha," suaranya berat, penuh dengan nada mengejek.
Marsha menatap tajam, mencoba menyembunyikan ketakutannya.
"Apa yang kalian mau?" tanyanya, suaranya bergetar tetapi tetap berusaha terdengar tegas.
Pria itu tertawa kecil. "Sebenarnya, kamu hanyalah umpan."
Dada Marsha semakin sesak. "Umpan?"
Si pria mendekat, menunduk agar wajahnya sejajar dengan Marsha.
"Kami tidak tertarik padamu, Sayang. Kami tertarik pada suamimu," ucapnya dengan nada mengancam.
Jantung Marsha berdegup lebih cepat. Jadi ini tentang Sean? Siapa mereka? Dan apa yang mereka inginkan dari Sean?
Satu hal yang pasti—ia harus bertahan. Karena ia tahu, Sean tidak akan tinggal diam.
...***...