Di malam pertama pernikahannya, Siti mendengar hal yang sangat membuatnya sangat terluka. Bagaimana tidak, jika pernikahan yang baru saja berlangsung merupakan karena taruhan suaminya dan sahabat-sahabatnya.
Hanya gara-gara hal sepele, orang satu kantor belum ada yang pernah melihat wajah Siti. Maka mereka pun mau melihat wajah sebenarnya Siti dibalik cadar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuswara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
"Mandi sana biar seger!," Siti menaruh handuk dan pakaian ganti Gio di samping Gio. Pria itu masih betah di tempatnya, mungkin sedang berpikir bagaimana memenangkan taruhan itu.
Satu kali, dua kali sampai lima kali ponselnya Gio berdering. Tapi pria itu mengabaikannya. Dia tahu kalau itu pasti dari ketiga sahabatnya yang sedang menagih janji. Bukan tiga kali panggilan itu saja tapi sudah dari semalam ponselnya sangat berisik.
"Bantu aku, Sit." Ujarnya dengan wajah iba.
"Bantu apa?." Siti berdiri di depan pintu.
"Satu kali saja lepas hijab dan cadarmu, setelahnya aku tidak akan meminta apapun darimu."
Siti hanya menggeleng dan berlalu pergi. Meninggalkan Gio dengan wajah kusutnya.
Cuti dadakan hanya boleh diambil Siti selama dua hari, jadi besok dia sudah harus kembali bekerja. Di kantor tidak ada yang tahu pernikahan sederhana Siti dan Gio karena memang mereka tidak mengundang siapa pun. Tidak dirahasiakan juga buktinya ketiga sahabat Gio tahu semua. Kalau pun ada yang tahu di luar ketiga sahabat Gio ya tidak masalah.
Sebelum Gio dan Siti menikah seperti sekarang ini. Mereka adalah dua orang yang sudah saling mengenal satu sama lain dengan baik. Tapi hanya sebatas mengenal urusan pekerjaan, di luar itu mereka bagaikan orang asing. Tidak pernah tahu dunia satu sama lain selain di kantor. Bagaikan langit dan bumi.
Beberapa kali saja gosip berseliweran mengenai Gio yang di dengar Siti dari rekan-rekan kerjanya tapi dia tidak pernah menanggapi. Sebab itu bukan bagian dari pekerjaannya.
"Ayah buatkan kopi yang baru untukmu," Ayah menaruh kopi hitam yang masih mengeluarkan asap di hadapan Gio. Dan menyingkirkan gelas kopi yang sudah dingin.
"Terima kasih, Yah."
Ayah ikut duduk di sebelah Gio, pria itu terlihat sangat segar setelah memaksakan diri untuk mandi.
"Setelah ini kalian akan tinggal di mana?."
Gio menatap Siti yang baru duduk di sebelah Ayahnya. Tidak ada yang berubah dari wanita itu, tetap mengenakan hijab dan cadarnya.
"Aku terserah Mas Gio saja, Yah." Padahal Siti lebih mau tinggal di rumah ini bersama Ayahnya. Tapi sayangnya itu tidak mungkin karena pernikahan ini tidak sungguh-sungguh bisa dilaksanakan antara hak dan kewajibannya karena ulah Gio.
Gio tersenyum kikuk, dia memiliki panggilan baru dari Siti yang menurutnya sangat manis walau dia tahu istrinya sedang bersandiwara.
"Aku akan membawanya tinggal di apartemen."
"Iya, tidak apa-apa karena Siti sudah menjadi milikmu sepenuhnya."
Gio tersenyum samar, boro-boro miliknya sepenuhnya. Melihat wajah Siti saja belum.
Gio berpindah tempat duduk di sebelah Siti setelah Ayah pergi.
"Sekarang kamu harus bantu aku!."
"Sudah aku katakan, tidak!."
"Bukan itu, bantu aku dengan cara lain."
"Bagaimana?."
"Ya...kamu harus ikut berpikir juga dong! 'kan kamu tidak mau memperlihatkan wajahmu."
"Kenapa aku yang harus repot?."
Keduanya sama-sama diam dengan pandangan yang entah ke mana. Siti sendiri bodo amat dengan nasib Gio, siapa suruh main taruhan. Dia lebih fokus memikirkan pekerjaannya yang sudah pasti menumpuk. Sedangkan Gio terus berpikir keras menyelesaikan taruhan ini dengan kemenangan yang harus dipihaknya.
Sore hari ini Siti dan Gio pamit dari rumah Ayah, menempati apartemen yang sudah dikatakan Gio. Kebetulan sekali di sana ada dua kamar jadi mereka bisa tidur terpisah. Dan itu sudah dilakukan Siti dengan langsung menempati kamar yang ukuran lebih kecil dari kamar yang ada di depannya.
"Siti!," Gio menahan pintu yang akan ditutup.
Siti hanya menatap Gio sambil memegangi gagang pintu.
"Besok berangkat kerja sama aku."
"Iya"
*
Siti keluar dari mobil Gio, dia bergegas jalan menuju lift yang terbuka. Bukan tidak mau menunggu Gio, hanya saja pria itu sudah didatangi ketiga sahabatnya.
"Bagaimana?." Leo merangkul sekaligus menepuk kencang pundak Gio.
"Tenang saja, aku sudah memilikinya. Siapkan saja hadiahnya."
Hadiah itu tidak ada apa-apa bagi kepuasan Gio yang gemar bertaruh. Kali ini apapun dilakukannya untuk tetap lebih unggul dari ketiga sahabatnya. Setelah berpikir semalaman akhirnya dia menemukan ide, dan dia menunjukkannya saat ini.
Selembar foto yang diakuinya itu wajah dari Siti tanpa hijab dan cadarnya. Leo, Teo dan Jun bergantian menatap foto tersebut dengan durasi yang cukup lama.
"Not bad," ujar ketiganya serempak sambil menatap Gio yang santai.
Kemudian Gio segera mengambil foto tersebut dari tangan Leo supaya tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Lalu ketiganya menyerahkan hadiah yang pantas di dapat Gio sebagai King-nya taruhan.
Sekarang Gio bisa bernapas lega karena ketiga sahabatnya sangat mempercayainya. Ini akan menjadi kebohongan pertama dan terakhir yang akan dilakukan Gio. Semoga saja masalah ini selesai sampai di sini.
Mereka berempat menempati ruangan yang berbeda. Gio segera menuntaskan pekerjaannya tapi kendala dihadapinya saat dia tidak menemukan tanda tangan Siti di dalam laporan keuangan.
"Ke ruanganku sekarang!," lalu Gio menutup pesawat teleponnya.
Sambil memainkan pulpen puluhan jutanya dia menunggu kedatangan Siti.
"Laporan yang sampai di mejaku sudah kamu cek semua?," tanyanya langsung pada Siti.
"Seharusnya iya, kenapa?. Apa ada yang terlewat?."
Siti menerima laporan keuangan yang disodorkan Gio padanya. Di bagian tanda tangannya masih kosong. Siti pun mengecek ulang laporan tersebut.
"Yang ini tidak masuk ke mejaku."
"Oke, bawa saja ke ruanganmu."
"Iya," lalu Siti pamit undur diri dari ruangan Gio.
Siti mengecek laporan tersebut tapi dia menemukan masalah yang cukup besar. Tapi dia tidak langsung melaporkannya pada Gio, dia harus mencari tahunya terlebih dahulu. Siapa tahu ada kesalahan dalam penginputan nominal.
Setelah ditelusuri nominal tersebut tidak sebanyak itu. Dia mengkonfirmasi kepada pihak yang membuat laporan tersebut.
"Aku tahu itu akan menjadi masalah." Aku Asih.
"Terus kenapa masih kamu input?."
"Aku hanya disuruh."
"Aku tidak suka bicara yang berbelit-belit, Asih."
Siti tahu Asih orang yang sangat jujur tapi entah kenapa kali ini dia melakukan kesalahan.
"Pak Teo yang memintaku memasukan nominal itu." Akhirnya Asih jujur.
Siti segera keluar dari ruangan Asih dan langsung menuju ruangan Teo. Dia memiliki akses itu karena semua keuangan ada di bawahnya.
"Kunjungan yang sangat menyenangkan kamu bisa ke ruanganku, Siti. Ada apa?."
Tanpa basa-basi Siti langsung menyodorkan laporan yang sudah dia lingkari ke hadapan Teo. Responnya sungguh di luar ekspektasi Siti. Pria itu tersenyum lalu bangkit dari kursi kebesarannya.
"Nominal segitu tidak akan berpengaruh apa-apa pada kekayaan yang dimiliki suamimu, jadi tidak masalah kalau aku sedikit memanipulasi pengeluaran keuangan perusahaan."
"Mungkin kamu benar, uang sebanyak itu tidak akan terlihat oleh Gio. Tapi itu akan menjadi masalah bagiku karena di sana aku harus tanda tangan dan mempertanggungjawabkan laporan itu."
Siti hamil anak Gio
saat kejadian malam kelam yg lalu,AQ yakin bahwa yg tidur dgn Teo bukanlah Siti melainkan Asih
tetap semangat berkarya kak 💪💪🙏🙏
semoga asih n teo dpt karma yg lebih kejam dari perbuatan nya pada siti