Novel ini udah revisinya kalau masih ada kesalahan kata harap maklum🤗
Bismillahirohmanirohim.
Jihan gadis yang sudah dikhianati oleh sahabat sekaligus orang yang sangat dia cintai di hari-hari yang masih berduka di keluarganya.
Bahkan setelah pernikahan sahabat dan mantanya, Jihan sering mendapatkan sindiran dari orang-orang sekitar.
Sampai dia memutuskan pergi dari kampungnya untuk mecari kerja di kota.
Siapa sangka dia akan bertemu dengan seorang anak perempuan jenius yang akan dia asuh.
penasaran sama ceritanya yuk kepoin kisah Jihan, hanya di Noveltoon!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ilmara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#Salah lihat mungkin
Bismillahirohmanirohim
Nafisa sudah beres dengan urusannya sendiri. Bocah itu punya misi tersendiri, tidak akan ada satu pun orang tau misi apa yang sedang dia persiapkan.
"Selesai satu." Ucap Nafisa pada diri sendiri, dia tersenyum bangga.
Barulah dia kembali menghampiri mbak Jihan yang sedang memilih baju penggantin untuk Elsa, anehnya Radit seperti memilihkan baju penggantin untuk Jihan. Nafisa memperhatikan gerak-gerik ayahnya, ada yang salah memang dari gelagat sang ayah.
Akhir-akhir ini Radit memang sering perhatian pada Jihan tanpa disadari, Nafisa dapat melihat dari kacamata pengamatnya sendiri.
'Sepertinya misi kali ini akan lebih mudah.' Batin Nafisa senang.
"Mbak Jihan sudah selesai belum?" tanya Nafisa.
Nafisa menghampiri Jihan yang sedang mencoba baju penggantin. "Mbak sudah pilih yang mana saja, lagipula bukan mbak Jihan ini yang mau menikah."
"Eh, iya kamu benar juga." Sanggah Jihan cepat.
'Astagfirullah, kenapa pula aku bisa lupa kalau aku hanya membantu ayah Radit saja.' Jihan meruntuti dirinya sendiri.
Cepat dia menggelengkan kepalanya seperti ada sesuatu yang masuk ke dalam otak Jihan, sehingga membuatnya seperti orang yang lupa diri.
'Ya Allah, Nafisa terima kasih sudah mengingatkan mbak Jihan.' Kata terima kasih yang hanya mampu Jihan ucapkan dalam benaknya saja.
Jihan cepat mencopot baju pengganti yang sudah dia coba tadi, nantinya baju itu akan Elsa kenakan dihari pernikahan Radit dan Elsa.
'Astagfirullah, Jihan ada apa denganmu? Kamu tidak menyukai pak Radit bukan?' Jihan sadar diri dia tak pantas bersanding dengan pak Radit.'
'Ingat Jihan, kamu hanyalah seorang pengasuh ya, benar sekali pengasuh.' Ucapnya lagi.
Jika seperti ini Jihan sedang berperang dengan pikirnya sendiri. "Tenang Jihan." Ucapnya pelan.
"Sudah mbak Jihan itu saja." Usul Nafisa lagi.
"Oke, tapi apa ayah setuju?"
"Mbak Jihan tenang saja. Ayah pasti setuju."
"Mbak Jihan percaya pada Nafisa."
Baju penggantin yang Jihan dan Nafisa pilih untuk Elsa jatuh pada warna putih yang terlihat lumayan bagus, selera Jihan memang tak terlalu buruk. Radit yang sudah selesai mencoba bajunya juga segera menghampiri Jihan dan Nafisa yang sedang asyik mengobrol.
"Apa kalian sudah selesai?" tanya Radit.
Nafisa tak menjawab dia langsung melengos begitu saja, tentu Nafisa masih sangat jengkel pada ayahnya yang plin-plan itu.
"Sudah ayah." Terpaksa Jihan yang menjawabnya.
"Kalau sudah ayo kita pulang, nanti bajunya ada yang mengantar." Ujar Radit.
Padahal Radit tak perlu sama sekali mengatakan hal itu pada Jihan, karena Jihan tak mau tau lagipula bukan dia yang akan menikah.
"Mbak Jihan dan ayah duluan saja ke mobil, Nafisa masih ada perlu sebentar."
"Tapi Na-."
"Oke sayang jangan lama ya." Sahut Radit lebih cepat dari pada Jihan.
"Ayo Jihan." Ajak Radit.
Jihan tak bisa berbuat banyak selain menuruti apa yang dikatakan Nafisa dan ayah Radit saja. Sebelum itu Nafisa memastikan lebih dulu apakah ayahnya dan mbak Jihan sudah pergi atau belum, setelah memastikan situasi sudah aman, Nafisa kembali menghampiri manajer di toko tersebut.
"Ibu saya lupa mengatakan sesuatu." Ucap Nafisa saat melihat menejer sedang bicara pada seorang karyawannya.
"Ada yang bisa saya bantu lagi bos kecil?"
"Tentu kiri baju pengantinnya 10 hari lagi, ke alamat rumah keluarga Amran." Ujar Nafisa.
"Siap bos kecil, ada lagi yang harus saya lakukan?"
"Ada, jangan disatukan dengan baju penggantin yang baru dipesan tadi, hanya itu saja, saya permisi, urusan saya sudah selesai." Pamit Nafisa sopan.
"Baiklah bos kecil, semunya sesuai permintaan bos kecil." Sahut menejer tersebut.
Menejer itu menatap kepergian Nafisa heran, bagaimana bisa anak sekitar 6 tahun bisa pintar sekali.
"Aneh, tapi ya sudah lah ya, yang penting aku dapat uang banyak." Ujar sang menejer.
Tak lama Nafisa sudah menyusul Radit dan Jihan yang baru saja keluar dari dalam butik tersebut. Nafisa melangkah cepat mengejar Jihan yang sudah lebih dulu pergi ketimbang dirinya, yah, karena memang Nafisa yang menyuruh bukan.
"Mbak Jihan." Panggil Nafisa sedikit berteriak.
Sontak Jihan langsung berhenti dan menoleh ke belakang dimana Nafisa berada, Jihan melangkah mendekati Nafisa.
"Ayo pulang, sudah selesai urusannya?" tanya Jihan lembut.
"Sudah mbak ayo pulang." Ajaknya.
"Baiklah."
Tangan kananya terangkat untuk mengelus pucuk kepala Nafisa, pemandangan itu terekam jelas di netra Radit. Sebuah senyum tipis terangkat disudut bibir duda anak satu itu, Radit jelas melihat Jihan sangat menyayangi Nafisa begitu tulus.
Radit yang sadar terus memperhatikan Jihan dan Nafisa, secepat kilat lebih dulu masuk ke dalam mobil mereka, jadilah Radit menunggu kedunya di dalam mobil. Jihan tak lagi duduk di depan, karena Nafisa meminta Jihan untuk duduk di sebelahnya saja, Nafisa mengantuk dan dia ingin tidur sambil dielus-elus oleh mbak Jihanya.
Radit segera melajukan mobilnya, sebelumnya dia memastikan lebih dulu Nafisa dan Jihan sudah nyaman atau belum.
Hanya butuh 10 menit Nafisa sudah tertidur pulas dipangkuan Jihan. Melihat Nafisa sudah tertidur dengan lelap Jihan tersenyum. Jihan menoleh ke kaca mobil dia ingin menikmati pemandangan di kota, tak pernah dia mengamati seperti sekarang ini. Saat Jihan tengah melihat pemandangan dari kaca jendela, netranya tak sengaja menangkap seseorang yang Jihan kenali.
"Astagfirullah." Pekik Jihan refleks.
"Ada apa?" tanya Radit khawatir, untung saja mereka berdua tidak membangunkan Nafisa yang sedang terlelap.
Deg!
Jantung Jihan seperti membeku, jelas tadi dia tak salah lihat bukan Elsa sedang bersama seorang laki-laki kedunya begitu mesra di mata Jihan. Sekarang Jihan malah langsung mendapatkan pertanyaan dari calon suami Elsa sendiri. Jihan dilema tak mungkin dia berkata jujur pada Radit.
'Tidak Jihan pasti kamu salah lihat.' Batinnya.
Jihan melupakan pertanyaan yang barus saja terlontar dari mulut Radit, pertanyaan yang terdengar sangat khawatir. Tapi Jihan terkejut lebih dulu atas apa yang dia lihat tak memperhatikan pertanyaan yang Radit lontarkan.
"Jihan kamu baik-baik saja?" tanya Radit lagi, karena dia tak mendapatkan jawaban dari Jihan.
"Eh, iya ayah aku baik-baik saja, tapi seperti ada semut ditanganku, makanya kaget."Jihan terpaksa berbohong.
Jihan tak tau kenapa dia lancar sekali berbohong pada Radit, dia aslinya sama sekali tak berniat untuk berbohong.
"Syukurlah. Saya kira ada apa."
Tiba-tiba suasana di dalam mobil menjadi canggung sendiri, Jihan bingung harus apa, jika hanya bersama ayah Radit di dalam mobil berdua saja, sementara Nafisa tidur.
"Ya Allah." Ucap Jihan lirih.
Jihan berusaha meyakinkan hatinya jika tadi dia pasti salah lihat. 'Ya kamu pasti salah orang Jihan, tak boleh soudzon terhadap orang lain.'
Pembicaraan antara Jihan dan Radit hanya sebentar setelahnya hening sampai mereka tiba di kediaman Amran.
banyak kata yg typo, banyak kata yg tidak sesuai maksud dan penempatannya...