NovelToon NovelToon
TamaSora (Friend With Benefits)

TamaSora (Friend With Benefits)

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / One Night Stand / Playboy / Diam-Diam Cinta / Kehidupan di Kantor / Office Romance
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Mama Mima

"Cinta ini tak pernah punya nama... tapi juga tak pernah benar-benar pergi."

Sora tahu sejak awal, hubungannya dengan Tama tak akan berakhir bahagia. Sebagai atasannya, Tama tak pernah menjanjikan apa-apa—kecuali hari-hari penuh gairah.

Dan segalanya semakin kacau saat Tama tiba-tiba menggandeng wanita lain—Giselle, anak baru yang bahkan belum sebulan bergabung di tim mereka. Hancur dan merasa dikhianati, Sora memutuskan menjauh... tanpa tahu bahwa semuanya hanyalah sandiwara.

Tama punya misi. Dan hanya dengan mendekati Giselle, dia bisa menemukan kunci untuk menyelamatkan perusahaan dari ancaman dalam bayang-bayang.

Namun di tengah kebohongan dan intrik kantor, cinta yang selama ini ditekan mulai menuntut untuk diakui. Bisakah kebenaran menyatukan mereka kembali? Atau justru menghancurkan keduanya untuk selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mima, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Deep talk berlima.

Giselle sudah stand by di mejanya saat Sora dan Julian sampai di kantor. Kayla juga sudah. Axel dan Jo kemungkinan masih nongkrong di kantin, menunggu sampai mepet jam kerja dimulai. Tersisa Tama yang belum memunculkan batang hidungnya. Jika Giselle saja sudah ada, bukankah seharusnya dia juga sudah sampai?

Jam delapan tepat, semua orang mulai tenggelam dalam pekerjaan. Banyak yang keluar masuk untuk tektokan dengan mereka yang ada di dalam sini. Berulang kali Sora mengangkat kepala, atau sekedar melirik jika ada orang yang lewat dari celah antara meja dia dan Kayla. Berharap 'seseorang' itu datang dan duduk di meja yang ada di hadapannya.

Tapi sampai jam sepuluh, nihil. Sebenarnya di mana dia? Apa dia memang tidak ke kantor? Atau ada urusan ke luar? Sora sungguh penasaran, ingin tahu. Sama seperti dirinya, yang lain pun sejak tadi sibuk bertanya Tama ke mana. Kata Giselle sih ada urusan dengan direktur.

Hm…

“Lo nggak ikutan, Bro?” Axel melempar pertanyaan kepada Julian yang tidak tertarik dengan obrolan mereka. Sudah pastilah dia tau Tama ke mana. Tapi dia memang tidak ingin memberi tahu, kalau anak-anak tidak bertanya langsung kepadanya.

“Enggak. Dia ada keperluan sama papa. Gue nggak mau ikut-ikutan.”

Sora memasang telinga. Berharap Julian punya informasi yang banyak. Tak taunya hanya sampai di situ saja. Setelahnya pria itu kembali diam menatap layar komputer.

Kenapa baru sekarang Tama punya urusan dengan ayahnya? Dari dulu-dulu perasaan nggak pernah. Dia selalu ada di ruangan ini. Apa ini ada hubungannya dengan misi itu? Apakah setelah identitasnya terkuak, semuanya akan berubah? Apakah ucapan Sora tentang menjadi penerus sang direktur akan menjadi kenyataan? Kalau semisal iya, apakah itu artinya dia tidak akan satu ruangan dengan Tama lagi?

“Nanti pada makan siang ke mana? Ke luar yok? Rame-rame.” Julian tiba-tiba bersuara lagi di menit ke sekian.

“Nah! Gue suka nih!” Axel seketika bersemangat. Ingat ‘kan, kemarin dia yang meminta ditraktir? “Ke mana, Bro?”

“Bebaslah. Gue ikut aja. Nggak usah jauh-jauh, biar bisa pulang on time ke kantor.”

“Asikkkkk! Gue yang pilih tempatnya, cop!” Kayla tidak kalah excited. Dengan cepat mengambil ponsel dan membuka laman Instagram. Sora bergerak menyambangi meja Kayla karena ingin berpartisipasi.

“Ini aja, Kay! Lagi hits tuh, sering dipromosiin influencer!” Dia menunjuk sebuah kafe kekinian yang berjarak dua kilo meter dari kantor. Lumayan dekat. Sangat dekat malahan.

“Eh iya. Loh, gue kok nggak ngeuh ya, ini dekat dari kantor? Ya udah, cus?” Tama meminta pendapat yang lain.

“Cas cus cas cus. Kita belum dikasih tau tempatnya, udah main cus aja. Awas aja kalau makanannya nggak enak!” Jo mengomel. Seisi ruangan jadi tertawa.

“Udahhh, percaya aja sama gue. Gue nggak pernah gagal urusan tempat nongkrong. Tanya aja si Sora.” Kayla menyombongkan diri dengan bangga. Karena, bagi seorang Sora yang sebelumnya jarang keluar, Kayla memanglah penyelamat di kala Tama mulai berpacaran dengan Giselle. Kayla lah yang membawa Sora ke sana-sini, sehingga perempuan itu mengenal banyak tempat baru.

“Ya udah. Pokoknya kalau makanannya nggak pas di lidah gue, gue potong lidah lo,” ancam Jo bercanda.

“Nggak apa-apa kan Jul?” Sora memilih untuk meminta persetujuan sang kekasih juga. “Kayaknya agak pricy sih,” lanjutnya. Sungkan juga kalau kemahalan. Iya nggak sih? Kesannya kayak aji mumpung aja. Mumpung dibayarin anak dirut.

“Nggak apa-apa, sayang. Asal kamu suka aja,” jawab Julian dengan dramatis. Menimbulkan rasa mual dalam perut teman-teman mereka yang lain. Tapi jelas hanya berakting.

Waktu kembali bergulir. Semuanya berangkat ke kafe kecuali Giselle. Sudah diajakin tapi sudah bisa ditebak dia akan menolak untuk ikut. Tidak ada yang memaksa juga mengingat ajakan itu hanyalah sebuah formalitas belaka.

Jadi, sebenarnya Julian sengaja mengajak anak-anak makan siang bersama. Dia punya tujuan tertentu. Tanpa diduga, baru juga masuk ke dalam mobil, pria itu sudah memulai obrolan serius sambil memutar setir tunggangan mahalnya.

“Tama bilang, gue aja yang cerita ke kalian. Tentang apa yang terjadi di antara kita berdua.”

***

“Lima trilliun?” Semua orang yang ada di meja tercengang mendengar penjelasan dari Julian. Setelah menceritakan asal-usul dia dan Tama, kini pria itu berlanjut menceritakan tentang tugas yang sebenarnya sedang ditangani oleh sang kembaran.

“Gue speechless, Bro.” Axel seperti kehilangan kata-kata. Pak Rahmat? How? Jo juga shock bukan main. Kayla bahkan sampai menutup mulutnya dengan kedua tangan.

Sedangkan Sora, wanita itu kaget justru karena dugaannya benar. Ternyata Tama memang sengaja menjalin hubungan dengan Giselle demi ini. Mungkin dia memanfaatkan bocah itu untuk mendapat informasi-informasi penting yang dia mau. Mungkin.

“Jadi, ini misi buat si Tama doang? Atau buat lo juga? Secara, lo sampai ikut diturunkan ke lapangan.” Jo bersuara setelah mencerna informasi itu dengan baik.

“Dia doang. Gue cuma pendatang yang disuruh belajar dari dia. Maklum, bokap trust banget ke dia. Namanya juga calon penerus papa. Tapi si Tama entah ngapain aja selama bertahun-tahun. Gue sama sekali nggak lihat pergerakan dia.”

Glek! Sora seperti menelan batu salak. Merasa keki saat Julian menaikkan alis ke arahnya. Dan yang lain seketika paham maksud dari kalimat itu.

“Tapi… kata Tama dia nggak berniat jadi dirut. Sebenarnya Tama akur nggak sih sama orang tua lo? Kemarin juga dia ditampar kayak gitu.” Sora membuka sedikit obrolan dia dengan Tama tadi malam. Nggak apa-apa kan?

“Kayak yang udah gue ceritain tadi. Di umur dua tahun, kita berdua sudah dipisah secara paksa. Dia diasuh sama keluarga om gue, adik mama gue, –om Wijaya— yang adalah seorang angkatan darat. Waktu itu, bokap nyokap harus fokus ngurusin gue yang sakit-sakitan terus. Tama tumbuh menjadi pribadi yang keras dan benci akan keluarganya sendiri. Sebaliknya, dia sangat menyayangi om dan istrinya, tante Jelita." Julian membuat jeda.

"Sayangnya umur om gue juga nggak panjang. Saat Tama akan masuk SD, beliau berpulang. Meninggalkan tante Jelita dan Tama sendirian. Bokap nyokap datang untuk kembali mengambil dia. Namun dia menolak. Anak sekecil itu seperti sudah tau memilih ingin tinggal dengan siapa. Dia malah memeluk tante Jelita yang sudah dia anggap sebagai ibu kandungnya sendiri.”

“Sempat berhasil dipaksa pulang. Tapi hanya bertahan satu hari lantaran Tama tak berhenti menangis sampai demam tinggi. Tidak punya pilihan lain, bokap nyokap balikin dia ke tante Jelita. Kasihan juga, tante Jelita baru saja kehilangan suami, tapi harus kehilangan Tama juga, yang sudah dia anggap sebagai anak sendiri.”

“Mungkin karakter gue dan Tama, terbentuk dengan sendirinya dari lingkungan tempat kami bertumbuh. Tama besar di perumahan dinas tentara. Walau om Wijaya hanya sempat mengasuh dia selama empat tahun, namun sampai dia besar, tumbuh kembangnya tidak terlepas dari lingkungan angkatan darat yang keras dan disiplin. Tante Jelita juga mengajarinya bagaimana menjadi anak yang mandiri dan tangguh layaknya hidup di medan perang. Dia dan Tama saling menjaga satu sama lain, di tengah kerasnya dunia. Bahkan sampai tante Jelita menghembuskan napas untuk yang terakhir kalinya, Tama lah satu-satunya keluarga yang dia punya.”

“Berbeda dengan gue yang hidup bersama orang tua kandung dan utuh. Berkecukupan, bergelimang harta. Mama papa memperlakukan gue seperti barang antik yang terbuat dari keramik mahal. Gue sangat terbatas. Bisa dibilang, gue anak rumahan banget. Mama papa takut kalau gue sakit-sakitan lagi. Hasilnya? Gue nggak setangguh Tama. Gue nggak punya banyak pengalaman karena memang nggak dikasih kesempatan untuk explore dunia gue sendiri. Bahkan di usia gue yang sekarang, gue harus bekerja di bawah dia, karena gue nggak tau apa yang harus gue kerjain.”

“Eh? Sori sori bro, gue sela sebentar.” Jo memotong kalimat Julian dengan sopan. “Tapi bukannya waktu gathering kemarin, pak direktur bilang lo udah pernah kerja? Dan kerjaan lo yang sebelumnya memang di bidang AR juga, makanya di kantor juga memilih masuk ke divisi kita. Dan juga, katanya lo masuk karena permintaan lo sendiri. Correct me if I’m wrong.” Seingat Jo, pak direktur memang mengatakan demikian. Dan Axel, Kayla, Sora juga sepakat. Sama-sama mengingat ucapan direktur yang itu.

“Itu bohong. Sampai gue umur dua lima, gue selalu gagal mengerjakan apapun. Makanya papa suruh gue ikut Tama ke sini. Jadi anak buahnya dia. Kebetulan, setelah tamat kuliah, Tama udah hidup sendiri dan papa memaksa dia untuk pulang ke rumah. Tetap nggak mau karena ngerasa asing. Papa kasih opsi kedua. Kerja di perusahaan dan bantu papa mengusut tindak korupsi di dalam sini. Akhirnya dia mau. Tapi nggak bersedia jadi petinggi apapun. Malas dia ke bokap. Nggak dekat soalnya.”

Sora masih bergeming.

“Jadi gitu ceritanya.” Axel mengangguk-angguk.

“Jadi, sejak awal lo berdua bersikap seperti nggak saling kenal, itu karena apa? Apa karena lo dan Tama juga nggak dekat?” Kayla ikut menebak dari pada berspekulasi sendiri. Dan Julian kembali mengangguk.

“Kita kembar, tapi nggak pernah hidup bareng. Sampai sekarang Tama nggak pernah pulang ke rumah. Hanya sekali, pas oma ulang tahun. Itu juga hanya satu jam. Dia benar-benar anti dengan keluarganya sendiri. Gue paham banget sih… kalau gue ada di posisi dia, yang sejak kecil sudah terpisah dengan kedua orang tua, mungkin gue akan merasakan hal yang sama. Canggung meski itu keluarga sendiri.”

“Trus, gue boleh nanya nggak? Kemarin kalian berantem gara-gara apa?” lanjut Kayla. Sepertinya dia masih punya segudang pertanyaan mewakili Sora.

“Halahh, lo pura-pura polos, Kay. Palingan lo semua juga udah paham.” Julian mencibir.

“Ih apaan? Nggak paham gue. Suer!” Kayla sampai mengangkat dua jarinya. Kemarin sih si Axel sudah cerita kalau dua orang itu lagi-lagi ribut karena Sora. Tapi kan belum tentu iya. Makanya dia kembali bertanya.

“Gue ada dengar-dengar kabar selentingan sih, tapi takut salah.” Nah, si Axel ikut buka suara.

“Kabar selentingan apa? Udah pastilah benar. Memangnya anak-anak pernah ngegosip kalau nggak benar?”

Dari nada bicara Julian, sepertinya dia sudah bisa menebak apa kabar yang Axel maksud, dan seperti sedang mengkonfirmasi kalau itu benar.

“Gara-gara ini nih.” Axel menyenggol bahu Sora dengan bahunya. Alhasil yang disenggol langsung salah tingkah.

“Apa-apaan sih lo, Xel?” elaknya dengan malu-malu kucing.

“Nah, itu tau.” Julian kembali mengkonfirmasi. Sekarang keempat orang di sekelilingnya saling bertukar pandang. Berarti benar, Tama dan Julian bertengkar karena Sora?

“Itu udah yang kedua kalinya. Ck. Ternyata begini resiko jadi pacar kontrak cewek incaran kembaran sendiri. Setelah sebulan nanti, ogah deh gue memperpanjang kontrak.”

Guyonan itu membuat Axel, Jo dan Kayla tertawa kencang. Namun tidak dengan Sora yang kini merasa mulas lantaran perutnya dipenuhi ratusan kupu-kupu. ‘Cewek incaran kembaran sendiri’ katanya?

“Lagian lo nyari penyakit aja, bro. Udah tau Sora itu dari dulu nempel sama Tama, masih berani diajak pacaran,” tawa Jo mengejek.

“Habisnya gue gemes. Si Tama pakai acara pacaran sama Giselle. Yaa, walaupun itu sudah bisa ditebak sejak awal Giselle masuk. Gue udah yakin, dia pasti nggak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Dan bener aja itu kejadian. Kita semua pasti sepakat kalau dia brengsek. Dari dulu udah sama Sora, sekarang tiba-tiba pacarin cewek lain. Gemes ‘kan? Ya udah, gue panas-panasin aja sekalian. Puas banget gue ngeliat dia kocar-kacir lantaran dekatin ceweknya dia.”

“Gue nggak cewek dia by the way. Gue cewek lo.” Sora mengklarifikasi.

“Tapi lo cinta mati sama dia ‘kan?” Julian menggoda dengan menaik-naikkan kedua alisnya.

“Enggak. Tadi malam gue udah kelarin semuanya. Gue mau undur diri dari ketidakjelasan ini. Lagian… dia harus fokus mengungkap kasus pak Rahmat. Kalau selalu terpengaruh gara-gara gue, dia nggak akan bisa beresin semuanya. Gue nggak enak sama pak direktur. Beliau pasti tau kalau selama lima tahun ini, gue adalah hambatan Tama dalam menjalankan misinya.” Sora terang-terangan. Wajahnya berubah sedikit sendu. Huftt, mana sejak pagi belum lihat muka si ganteng. Bikin makin kangen.

“True. Makanya pas gathering kemarin papa sengaja manas-manasin dia dengan nawarin lo jadi pacar gue. Dia tau Tama suka sama lo.”

Kedua mata Sora terbuka lebar, kemudian mengerjap dramatis, seperti terkena efek slow motion. “Sumpah??”

Yang tiga orang lagi juga tak kalah surprise.

“Dia pindah apartemen demi lo juga, papa tau. And… kalian suka tidur bar—”

“STOP!” Sora menutup mulut Julian dengan paksa. “Nggak usah dilanjutin, Jul!” pintanya. Nggak kuat mendengar aib sendiri ternyata sudah diketahui oleh pak direktur. Ya Lord, malunyaaaaa!

“Eh… eh, sebentar. Gue mau kasih tau satu fakta.” Julian menepis tangan Sora dengan paksa. Dia baru teringat tentang ini dan merasa harus memberi tahu Sora dan yang lain.

“Apa?” Sora, Kayla menjawab berbarengan.

“Kalau aja lo tau fakta ini dari dulu, lo pasti relate kenapa dunia kalian berdua berputar di situ-situ aja.” Julian belum apa-apa sudah tertawa kencang.

“Ih, apaan, Jul?! Yang benar itu, cerita dulu baru ketawa. Jangan kebalik!” Sora kesal. Rasa-rasanya ingin menimpuk kepala anak ini. Eh tapi status masih jadi pacar. Takut kualat.

“Lo tau nggak kalau apartemen itu punya keluarga kita dan udah dipindah nama jadi punya Tama?”

***

1
Teh Fufah
cerita nya bsgus, cma mungkin author ny lun trknal d nt yaaaa
Jeng Ining
/Facepalm//Facepalm//Facepalm/ ada yg kebakaran tp gada apinya
Jeng Ining
nah ini dpt bgt feelnya tnpa typo nama, kita kek masuk beneran diantara mreka, terimakasih Kak, mdh²an ga cm updte 1 bab ya 🙏😁✌️
Asri setyo Prihatin
Luar biasa
Mama Mima
Terima kasih masukannya, Kakk. Padahal aku udah double check teruss. Ada aja yang kelolosan. Heuu... 🙏🏻🥹
Jeng Ining
terimakasih udh suguhin cerita keren kak🙏🥰
Jeng Ining
cerita bagus, penggambarannya mudah dicerna begini🫰😍🥰, sayang kak banyak typo nama, lbh baik direvisi atw paling engga ke depannya lbh teliti lg, mhn maaf klo komennya kurg berkenan, mdh²an makin sukses di NT🙏☺️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!