Rate. 21+ 🔥
Darren Alviansyah, anak konglomerat yang terkenal dengan sifatnya yang sombong dan juga hidupnya ingin selalu bebas, serta tidak mau di atur oleh siapapun. Darren juga tidak mau terikat dengan yang namanya wanita, apalagi pernikahan.
Setiap harinya Darren selalu menghabiskan waktunya hanya untuk bersenang-senang dan akan selalu pulang dalam keadaan mabuk, membuat kedua orang tuanya kesal. Darren juga tidak bisa memimpin perusahaan Papinya dan hal itu semakin membuat orang tuanya murka. Pada akhirnya orang tuanya mengirimkannya ke kampung halaman supir pribadinya.
Dira Auliyana, gadis yang sederhana juga mandiri. Dia di tugaskan untuk merubah sifat sombongnya Darren, hingga dirinya harus terjebak pernikahan dengan Darren.
Mampukah Dira menaklukkan sifat Darren yang selalu membuatnya kesal dan pernikahan seperti apa yang mereka jalani?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon roliyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ke pasar
Sesuai perkataannya kemarin, Mateo akan ikut dengan Dira ke pasar. Sebelum berangkat mereka bertiga sarapan terlebih dahulu.
"Ra, aku berangkat dulu ya," pamit Darren.
"Iya...."
"Ingat, jangan lirik lelaki lain selain aku, dan juga tolong jaga hatimu hanya untuk aku." Darren memperingati Dira seraya memeluk Dira di bawah pandangan Mateo yang tengah memutarkan matanya, karena merasa lebay dengan apa yang katakan Darren.
"Iya...." jawab Dira lembut.
"Kiss dulu dong," pinta Darren yang langsung memonyongkan bibirnya ke wajah Dira.
Dira diam dan melirik Mateo yang bedecih dengan permintaan Darren.
Dasar bucin. Ucap batin Mateo.
"Ayo, Ra...." rengek Darren yang tak sabaran.
"Tapi...."
Darren mendengus dan menengok ke arah Mateo yang pura-pura tidak melihatnya sambil bersiul.
"Teo! elo putar balik dan jangan mengintip adegan dewasa. Elo kan masih menjomblo dan nggak ada lawannya," ujar Darren.
"Baiklah, lagian gue juga nggak akan lihat," sahut Mateo yang langsung memutarkan badannya menghadap ke tembok.
Setelah Mateo memutarkan badannya, Darren langsung menarik tengkuk Dira dan mencium bibir Dira. Darren terus mencium bibir Dira dan melupakan keberadaan Mateo dan tidak memperdulikan Mateo yang kesal menunggu Darren dan Dira yang masih berciuman itu.
"Ehem...." Mateo berdehem menyadarkan kedua insan yang masih di mabuk kasmaran itu.
Dira segera menarik diri karena merasa malu atas apa yang di lakukannya bersama Darren. Sedangkan Darren langsung mendorong punggung Mateo pelan.
"Ganggu aja elo, dasar jomblo," cibir Darren.
Mateo hanya menggelengkan kepalanya.
"Aku berangkat dulu."
"Iya, hati-hati di jalan," jawab Dira yang langsung menarik tangan Darren, lalu mencium tangan punggung Darren.
Dira langsung menegakkan tubuhnya setelah mencium tangan Darren, kemudian Darren mencium kening Dira dan memeluk Dira juga tidak ke tinggalan Darren mencium pipi Dira.
"Lama bingits sih, cuman mau pamitan kerja aja kayak mau pamit perang aja," cibir Mateo.
"Berisik elo," sungut Darren. "Bilang aja elo iri sama gue," sergah Darren.
"Ngapain gue iri sama elo. Gue juga bisa cari perempuan yang lebih cantik dari istri elo," timpal Mateo.
"Ra, aku berangkat ya...." Sekali lagi Darren mencium bibir diri sebentar.
Setelah itu, Darren melangkah pergi meninggalkan Dira dan Mateo.
"Ayo, kang Teo," ajak Dira dan Mateo pun mengangguk mengikuti langkah Dira pergi ke rumah nek Iroh untuk menjemputnya.
***
Kini Dira, nek Iroh dan Mateo sudah tiba di pasar. Dira dan nek Iroh segera menggelar dagangannya di lapaknya.
Mateo mengedarkan pandangannya mencari sosok yang di carinya. Mateo terus memperluas pandanganya tapi sayang dirinya tidak menemukan Anin.
"Ra, gue pergi dulu ya. Gue mau cari sesuatu," ujar Mateo.
"Iya kang, silahkan," jawab Dira yang kini sudah mulai melayani pembeli.
Mateo pergi meninggalkan lapak dan berharap bisa menemukan Anin. Mateo terus melangkah menyusuri pasar, dan akhirnya Mateo melihat sosok yang di carinya.
Dari jauh, Mateo melihat Anin tengah membawa barang belanjaan pengunjung. Hati Mateo merasa meringis melihat Anin membawa banyak barang. Hati Mateo benar-benar iba melihat Anin, hingga di mana Anin tidak sengaja menjatuhkan satu barang dari tangannya yang penuh dengan barang belanjaan si ibu.
"Hati-hati dong bawanya!!" hardik si ibu kepada Anin.
Anin hanya menundukkan kepalanya dan tak berani mengangkat kepalanya.
"Kalau memang nggak sanggup membawanya, mending nggak usah kerja!! Lihat belanjaan saya jadi kotor kan, gara-gara kamu kerjanya nggak becus!" sentak si ibu dengan tatapan nyalang.
Si ibu langsung merebut barang belanjaannya dan memanggil buruh angkut yang lain.
"Nih, upah kamu!!"
Si ibu itu meleparkan upahnya kepada Anin, dan Anin segera memunguti uang yang di lempar oleh si ibu.
Mateo yang melihatnya segera mendekati Anin yang kini sudah berdiri dan memasuki uangnya ke saku celananya.
Mateo menepuk pundak Anin lembut. Anin memutarkan tubuhnya dan menatap wajah Mateo yang kini berdiri di hadapannya.
"Bisa tolong bantu gu... eh maksudnya, bisa tolong bantu saya?"
Anin mengangguk kecil sembari tersenyum menatap wajah Mateo.
