Novel ini dalam revisi!
Cinta dalam perjodohan seorang dosen bernama Darren Nicholas dan mahasiswanya Kanaya Syabila.
Dosen muda dengan sejuta pesona tapi terkenal galak dan pelit nilai, menjunjung tinggi disiplin. Dipertemukan dengan Kanaya mahasiswanya yang cerewet, nyablak, seru, gaje. Dan disatukan dalam sebuah pernikahan dengan konflik cinta segitiga yang rumit. Akankah mereka bertahan dengan rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asri Faris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pemandangan Sempurna
Kanaya
Pagi hari sekitar jam lima selepas subuh Naya terjaga dari tidurnya. Rasanya baru saja terlelap namun pagi sudah menyambutnya kembali. Dilihatnya tempat di sebelahnya kosong itu artinya Pak Darren sudah bangun. Naya segera ke kamar mandi mencuci muka dan mengambil wudhu. Setelah selesai sholat, ia pun kembali ke atas ranjang, duduk manis dan menscroll time line di HP nya.
Pandangannya tiba-tiba awas ketika handphone yang sedang di pegang menunjukan Id caller seseorang.
Riko calling
"Assalamu'alaikum Ko," salamnya ketika sambungan telepon tersambung.
"Waalaikum salam... pagi beb, udah bangun...?"
"Udah dong..."
"Tumben telfon sepagi ini, kenapa? ada apa?"
"Aku jemput ya, kita jalan hari ini."
"Sorry Ko... aku musti merampungkan tugas yang tinggal satu hari lagi tersisa."
"Gila... ya... Dosennya maniak banget sampai hari tenang aja di suruh ngerjain tugas."
"Ya begitu lah... lain kali aja ya."
Riko menghembuskan napas panjang sebelum akhirnya menutup telfon. "Oke bye..."
"Maaf Ko, Biarlah tetap seperti ini. Maaf..." gumamku dalam hati.
Tepat setelah aku menutup telfon ternyata Darren sudah berdiri di belakangku seraya mengamati ku.
"Telfon dari siapa?" Tanya Darren dengan tatapan curiga.
"Teman." Ku jawab cepat, terus melangkah keluar kamar meninggalkan Darren yang sepertinya ingin banyak bertanya.
Naya menuju Dapur dan menuangkan segelas air putih. Tiba-tiba Ia teringat pesan singkat yang selalu Mama berikan.
"Kamu sudah menjadi seorang istri, patuh, melayani dan siapkan kebutuhananya dirumah."
Begitulah kira- kira pesan mama sebelum aku berangkat kesini.
Darren
Menjelang subuh dia terbangun dan bersiap ke kamar mandi mengambil wudhu, mengganti baju dan pergi ke masjid terdekat rumah, meninggalkan Naya yang masih terlelap namun ketika aku pulang ternyata Naya sudah bangun dan tengah asik ber telfon.
"Telfon dari siapa?"
Pertanyaan pertama yang keluar dari mulutku, yang sebenarnya sama sekali aku tidak ingin mengatakannya. Entahlah, jiwa ini mendadak kepo dan selalu ingin tahu tentang nya.
Ah bo doh, bukanya ini akan membuat Naya tidak nyaman, merasa semua harus di dekte dan...
"Teman." Jawab Naya cepat seraya berlalu dari hadapanku.
Seakan privasinya tidak boleh terganggu oleh siapun termasuk dirinya yang berstatus s u a m i.
Oke baiklah, Sabar Darren sabar... ku beri semangat dalam hati dan melangkah keluar kamar, menuruni tangga dan sekilas sudut mataku melihat Naya yang sedang di dapur ketika aku melewati ruang tengah, entah apa yang dia sedang lakukan tapi aku menjadi tidak ingin tahu dan lebih tertarik melakukan olah raga pagi dengan sepedaku.
Kanaya
Baru ingin menginjakan kaki di tangga pertama sebelum akhirnya mendengar pintu teras samping terbuka seraya mengucapkan salam.
"Assalamu'alaikum." Sapa seseorang dengan langkah memasuki ruangan.
"Waalaikumsalam salam," melangkah menuju ke arah sumber suara salam.
"Udah bangun Non." Sapa seseorang yang ternyata bik Ida ART di rumah mama.
"Udah dari tadi bik, pagi-pagi udah nyampai sini aja bik."
"Ibu yang nyuruh biar di kerjakan pagi aja, hari ini jadwal bibik bersihin rumah Mas Darren sebelum ada pembantu baru."
"Santai aja bik, kan ada aku soal nyapu- menyapu mah biasa."
"Hehe... biar saya saja non, sudah menjadi pekerjaan saya membuat rumah Mas Darren menjadi kinclong."
"Ih... panggilnya jangan non dong panggil Naya aja."
"Punten non eh mbak Naya."
"Cakep...," Naya mengangkat dua jempol
"Ini apa bik?" menunjuk tote bag yang tadi dibawa bi Ida tersimpan di atas meja.
"Sarapan buat Mas Darren sama mbak Naya. Ya udah mbak sarapan dulu aja, bibik mau siap-siap beraksi."
Naya mengangguk seraya membongkar tote bag dan mengeluarkan isinya dari sana yang ternyata berisi ayam goreng, sayur sop, dan oseng-oseng kacang panjang. Ia sempet tergugah ingin mengambil piring dan sebagian namun sejurus kemudian dia teringat Darren dan entah mengapa hatinya terpanggil untuk menunggunya makan bersama.
Sambil menunggu Darren pulang dari olah raga, Naya masuk ke kamar dan membersihkan dirinya di kamar mandi. Namun sialnya Naya lupa membawa handuk, dengan membuka pintu perlahan mendongakkan kepala ke kiri dan ke kanan, mengintip yang sepertinya aman, Darren belum pulang dan bisa di pastikan kamar kosong. Naya setengah berlari menuju walk in kloset dengan rambut basah dan badan polos, membuka pintu walk in kloset dan segera menutupnya rapat-rapat. dengan posisi menghadap ke pintu berusaha menguncinya dari dalam.
Glek...
Dia berbalik badan dan...
Aaaa....
Sejurus kemudian, dia berbalik lagi menghadap pintu dengan suasana yang tidak baik-baik saja. Malu, marah, kesel dan... takut. Tindakan paling bo doh dan sangat memalukan pastinya. Rasanya di saat seperti ini ingin menghilang dengan jubah ajaib harry potter atau menenggelamkan diri sendiri di dasar laut.
"Tutup mata, jangan mendekat." Bentakku seraya terus memunggunginya.
Namun entah mengapa langkah kaki Darren seakan mendekat ke arahku, dengan rasa takut yang menguar dalam benakku seraya berkata...
Tamat riwayat ku pagi ini juga karena tindakan bo doh ku. Sebelum akhirnya aku merasakan benda hangat dan lembut yang menyentuh pundakku dan seluruh punggungku.
"Pakai handuknya, lain kali kalau mau mandi jangan lupa di bawa." Membisikkan mantra yang sangat sederhana namun sukses membuat tubuhku meremang.
Darren
Sepulang dari gowes dengan beberapa putaran di sekeliling kompleks, Ia memutuskan untuk kembali kerumah karena matahari sudah lumayan terik. Begitu sampai dia melihat Bik Ida yang sedang mengepel teras depan.
"Pagi Mas, baru olah raga ya?" Sapanya seraya menekuri lantai keramik.
"Pagi bik, lumayan nih cari kringet mumpung ada waktu."
"Sarapan dulu Mas, tadi udah di siapin sama mbak Naya di ruang tengah."
"Oh.. dia masak hari ini."
"Bibik yang bawa Mas, dari rumah Ibuk, tadi pagi udah masak terus disuruh sebagian bawa kesini sekalian kan bibik mau bersih-bersih."
Darren hanya mengangguk mengerti kemudian menyimpan sepeda di garasi dan masuk ke dalam. Namun begitu masuk ke kamar mandi hendak mandi sepertinya kamar mandi sedang di pakai Naya karena suara gemercik air dari dalam kamar mandi jelas mampir ke telinganya. Akhirnya dia memutuskan mandi di kamar sebelah karena badan sudah terasa lengket dan tidak nyaman, dia hanya masuk mengambil handuk lalu pergi ke kamar sebelah hendak mandi. Setelah acara mandi yang cukup kilat selesai, ia segera mengganti baju di walk in closet. Namun begitu dia selesai memakai baju lengkap tiba-tiba pintu terbuka dan langsung di tutup kembali dengan gerakan cepat seraya terdengar kunci yang diputar dua kali.
1 2 3
Glek...
Pandangannya langsung tertuju pada sosok mahluk yang di depannya, yang sepertinya belum menyadari keberadaan nya. Sampai akhirnya tubuh itu berputar 180° dan suara lengkingan mampir di telinganya.
Aaaaa.....
Sempat terdengar di balik punggungnya suara bentakan bernada kesal.
"Tutup mata, jangan mendekat!" Dengan melengking mampir ke telingaku.
Ini jelas pemandangan yang paling indah yang baru pertama di lihatnya. Walaupun tubuhnya menuntut namun akal sehatnya masih bisa di kendalikan. Dia bukannya pria bo doh yang tak tahu itu namun naluri sehatnya mengatakan ini bukan saat yang tepat karena jelas wanita yang sedang di hadapannya tidak menginginkannya, ini hanya kecerobohannya yang pastinya sangat menguntungkan bagi nya.
Walaupun melangkah dengan berat, karena terlalu sayang untuk di tinggalkan ya namun sejurus kemudian otak impulsif nya membimbing langkah untuk mendekat dengan menyampirkan handuk di punggungnya, ya ini cara yang paling tidak diinginkan namun pasti akan melegakan baginya.