NovelToon NovelToon
(Batas Tipis) CINTA & PROFESI

(Batas Tipis) CINTA & PROFESI

Status: sedang berlangsung
Genre:Trauma masa lalu / Cintapertama
Popularitas:871
Nilai: 5
Nama Author: Penasigembul

Dorongan kuat yang diberikan sepupunya berhasil membuat Marvin, pria dengan luka yang terus berusaha di kuburnya melangkahkan kaki masuk ke dalam ruang praktek seorang Psikolog muda. Kedatangannya ke dalam ruang praktek Bianca mampu membuat wanita muda itu mengingat sosok anak laki-laki yang pernah menolongnya belasan tahun lalu. Tanpa Bianca sadari kehadiran Marvin yang penuh luka dan kabut mendung itu berhasil menjadi kunci bagi banyak pintu yang sudah dengan susah payah berusaha ia tutup.
Sesi demi sesi konsultasi dilalui oleh keduanya hingga tanpa sadar rasa ketertarikan mulai muncul satu sama lain. Marvin menyadari bahwa Bianca adalah wanita yang berhasil menjadi penenang bagi dirinya. Cerita masa lalu Marvin mampu membawa Bianca pada pusaran arus yang ia sendiri tidak tahu bagaimana cara keluar dari sana.
Ditengah perasaan dilema dan masalahnya sendiri mampukah Bianca memilih antara profesi dan perasaannya? apakah Marvin mampu meluluhkan wanita yang sudah menjadi candu baginya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penasigembul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 30

Bianca membeku mendengar pengakuan Marvin, manik cokelat pria itu masih mengunci tatapannya, membuat Bianca seolah terhipnotis di dalam tatapan itu. Pengakuan Marvin dan setiap perlakuannya mampu membuat Bianca tersadar sekali lagi bahwa ia telah lalai dalam mengelola hubungan dengan kliennya. Batas itu bahkan mungkin sudah runtuh dengan pengakuan Marvin malam ini.

Dengan cepat Bianca memalingkan wajahnya, menghindari tatapan Marvin, tatapan yang mampu membuat debaran jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya. Tidak bisa dipungkiri Bianca seolah mendapatkan hembusan angin segar ketika mendapatkan pengakuan marvin, meski dirinya sendiri belum tahu apakah itu perasaan yang sama seperti yang ia miliki karena sampai hari ini ia masih bersikeras bahwa perasaannya pada Marvin adalah rasa empati yang dalam.

Marvin melepaskan pegangannya pada bahu Bianca ketika menyadari wanita itu menghindari tatapannya, menghindari pengakuannya. Marvin menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi dan memejamkan matanya, ia tahu ketakutannya terjadi, ini adalah penolakan pertama dari Bianca yang ia rasakan.

“Aku tidak memaksamu membalas perasaanku, aku hanya ingin menyampaikan apa yang aku rasakan.” Bianca menoleh pada Marvin yang masih memejamkan matanya, ia sadar pria itu sedang merasa tertolak.

“bukan begitu...”

“tidak apa-apa, Ca.” Potong Marvin cepat. Ia tidak ingin mendengar alasan dari penolakan yang Bianca lakukan. “lupakan apapun yang aku katakan.” Lirih Marvin setelahnya.

“Aku akan memikirkannya, mungkin setelah semua sesi konseling Kak Marvin selesai.” Tutur Bianca perlahan, melirik sekilas ke arah pria di sebelahnya, mencari jawaban dari mata pria itu.

“Aku siap melepaskanmu sebagai Psikolog pendampingku, aku tidak butuh terapi atau sesi apapun, aku hanya butuh kamu untuk bisa menjadi normal.”

Sekali lagi jawaban Marvin membuat Bianca membeku di tempatnya.

“satu hal yang aku sadari, Ca. Aku merasa menjadi sangat normal bukan karena sesi-sesi konseling itu, tapi karena kamu.”

Bianca masih terdiam, lidahnya terasa kelu, dia sadar hubungan yang ia bangun dengan Marvin membuat pria ini bergantung pada kehadirannya. Bianca ingin lebih dari itu, ia ingin trauma Marvin selesai dan pria itu bisa merasa menjadi normal ada atau tanpa kehadiran dirinya.

“Kak Marvin...” Bianca menggantung ucapannya, namun kemudian ia melanjutkan. “Aku akan pikirkan, berikan aku waktu.”

Itu kalimat terakhir Bianca sebelum akhirnya wanita itu turun dari mobil Marvin dan menghilang di balik pintu rumahnya. Marvin masih terdiam, mulai berpikir apakah pengakuannya malam ini justru menjadi akhir dari hubungannya dengan Bianca, seketika rasa takut, cemas, dan rasa ditolak memenuhi pikiran dan rongga dadanya.

Bianca yang sudah masuk ke dalam rumahnya tidak langsung beranjak, ia masih mengintip di balik jendela sampai mobil Marvin benar-benar menghilang dari depan rumahnya.

*

Setelah Bianca menghilang dari pandangannya, Marvin melajukan mobilnya perlahan. Reaksi dan penolakkan halus Bianca tadi mampu menorehkan rasa sakit di lubuk hatinya.

Dia pikir setelah banyak hal yang ia lalui dengan Bianca sebagai Psikolog pendampingnya, ia mampu untuk menghadapi penolakan kecil, tapi ternyata dirinya belum siap, rasa takut yang terjawab dari penolakan kecil Bianca berhasil membuat rasa cemas yang sudah lama tidak muncul sekarang terus mendobrak untuk keluar. Perasaan di tolak, tidak diinginkan, dan semua akan baik-baik saja tanpa dirinya terus berkelebat dalam kepalanya.

Bayangan tatapan kebencian Febi, pengabaian Anton, bahkan sampai senyum Nadira yang bahagia karena meninggalkan dirinya terlintas begitu saja. Membuat dirinya kembali tersadar bahwa ia tidak layak memiliki seseorang yang mencintai dan bisa di cintai.

Tanpa sadar Marvin sudah memarkirkan mobilnya di parkiran sebuah club malam, hal yang sudah tidak pernah ia lakukan setelah ia memutuskan untuk menemui seorang Psikolog.

Marvin melangkah masuk, suara musik yang memekakan telinga mulai memenuhi indera pendengarannya. Pria itu mulai mengedarkan pandangannya mencari tempat kosong tapi nihil, club itu malam ini sangatlah ramai, Marvin akhirnya memutuskan membawa dirinya duduk tepat di meja bar, memesan minumannya pada bartender yang bertugas di sana.

“sudah lama tidak melihatmu, Pak Marvin.” Sapa kevin, Bartender yang sedang menyiapkan minuman yang diminta oleh Marvin.

“hmm.” Jawab Marvin berdehem menanggapi pemuda di hadapannya, yang barusan meletakkan pesanannya. “Apa Leo kesini?” tanya Marvin kemudian, mungkin jika ada Leo, ia memiliki teman minum malam ini.

Mendapatkan pertanyaan mengenai pria yang memang tidak asing di club itu, Kevin hanya menggerakkan dagunya ke salah satu meja dengan seorang pria yang tengah asik berciuman dengan seorang wanita seksi yang berada di pangkuan pria yang dicari oleh Marvin.

Marvin mengedarkan pandangannya mengikuti arah yang di tunjuk oleh dagu Kevin tadi, dan matanya bisa menangkap sosok Leo yang memang sedang asik bermesraan dengan seorang wanita dengan baju yang sangat terbuka.

“Bisakah kau memanggilkan dia untukku?” tanya Marvin dengan nada setengah memerintah.

Kevin mengangguk kemudian melambaikan tangannya pada seorang pelayan wanita dengan seragam seksi milik club itu yang kebetulan lewat untuk mengembalikan nampan kosong setelah mengantar minuman milik seorang pelanggan.

“Tolong panggilkan pria itu.” perintah kevin sedikit mengencangkan suaranya di dekat telinga pelayan itu sambil menunjuk sosok Leo yang sedang menikmati setiap sentuhan dari wanita yang masih menggerayangi tubuhnya. “Katakan padanya, Pak Marvin menunggunya disini.” Imbuh Kevin lagi sebelum pelayan wanita itu melakukan apa yang diperintahkan.

Tidak butuh waktu lama untuk membuat Leo sudah duduk di samping marvin. Leo menatap Marvin dengan dahi berkerut, cukup heran mendapati bosnya berada disini, seingatnya sudah cukup lama pria dingin nan rapuh ini tidak lagi ingin menginjakkan kakinya kesini.

“apa bos sedang mencari seorang wanita?” tanya Leo setelah memesan segelas beer pada Kevin. “temani aku minu.” Perintah Marvin tanpa memedulikan pertanyaan Leo.

“Mana Saka? Apa dia tidak ikut?”

Dengan cepat Marvin menggeleng. Gelengan Marvin berhasil membuat Leo menghela nafas kasar sambil sedikit mendengus, Meski wajahnya terlihat datar tapi hati Leo sedang menggerutu karena kehadiran Marvin tanpa Saka membuatnya harus meninggalkan mainannya malam ini.

Leo menenggak minuman di gelasnya sambil sesekali memerhatikan pria yang tidak lain adalah bosnya itu, Entah sudah berapa banyak yang diminum oleh Marvin, pria itu sudah terlihat setengah mabuk.

“lu tau gak Le? Sepanjang hidup gue Cuma merasakan penolakan dan penolakan.” Rancau Marvin sambil sesekali mengayun-ayunkan gelasnya kemudian menenggaknya habis. “Bukan Cuma sama nyokap, bahkan orang yang gue pikir bisa membuat gue normal pun tidak menginginkan gue.”

Marvin kembali mengarahkan gelasnya, mengisyaratkan kepada bartender untuk menambah minumannya. Leo masih terus memerhatikan bos nya itu, meski dirinya hanya anak buah Marvin dan Saka tapi hubungan ketiganya memang terbilang cukup dekat untuk ia mengetahui kehidupan Marvin.

“terapi itu gak guna Le.” Leo terdiam, ia tidak memberi tanggapan apapun hanya memerhatikan sambil terus menikmati minumannya. “dua puluh tahun lebih gue hidup dengan rasa bersalah dan menerima dibenci sama nyokap gue, tapi gak ada satu orangpun yang mau coba berdiri di sepatu gue, bahkan terapis yang berhasil membuat gue merasa normal pun tidak memahami itu.”

Marvin hendak kembali meminta bartender untuk menambah minumannya tapi dengan cepat Leo mencegahnya, ia tahu bosnya sudah sangat mabuk sekarang. Marvin tidak akan mampu mengoceh banyak hal seperti ini jika dalam keadaan sadar, satu hal yang Leo pahami Marvin sudah benar-benar jatuh cinta pada wanita bernama Bianca yang menjadi Psikolog pendampingnya.

“Kita pulang saja, bos.” Leo membantu Marvin berdiri dan memapahnya menuju mobil setelah membayar semua minuman yang ia dan Marvin minum.

1
Tít láo
Aku udah baca beberapa cerita disini, tapi ini yang paling bikin saya excited!
Michael
aku mendukung karya penulis baru, semangat kakak 👍
Gbi Clavijo🌙
Bagus banget! Aku jadi kangen sama tokoh-tokohnya 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!