Amira, seorang gadis jaman now yang terkontaminasi novel online bergenre pelakor. Ia selalu berharap bisa di hamili oleh seorang pria tampan dan kaya, sekalipun pria tersebut sudah memiliki istri.
Suatu ketika ia bertemu dengan Gerrard, seorang CEO kaya raya dan tampan yang menginginkan seorang anak. Sedang istrinya tak bisa memberi keturunan.
Meski di hujat netizen, Amira tetap mengikuti kata hatinya demi hidup bagaikan gadis miskin yang naik derajat, seperti di dalam novel-novel online yang pernah ia baca.
Ia kemudian menjalani kehidupan bak Cinderella. Ternyata pria kaya itu beserta keluarganya sangat baik. Amira merasa jika karma tidak berlaku pada kehidupannya.
Namun ketika ia telah menikah dengan CEO tersebut, muncul kejanggalan demi kejanggalan. Seperti sarapan pagi di rumah keluarga besar suaminya yang selalu sama, orang-orang yang mengenakan baju yang sama, pembicaraan yang sama setiap hari.
Apakah yang sebenarnya terjadi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pratiwi Devyara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam Penentuan
Malam itu kafe jauh lebih ramai dari biasanya. Amira mondar-mandir dari meja ke meja, mengantar pesanan sekaligus menjadi kasir. Sheva sudah pulang lebih dulu, sebab orang tuanya mengalami sedikit masalah dan memerlukan bantuannya.
Jadilah malam itu Amira sibuk membantu yang lain. Setelah kafe tutup ia diminta untuk bersih-bersih di dapur, sebab salah satu karyawan dibagian cuci piring juga tidak masuk.
Amira sempat protes, lantaran itu bukan jobdesk nya. Lagipula tubuhnya sudah remuk, dan kakinya terasa sakit. Namun bukan Konoha namanya, jika tidak mempekerjakan para pekerja di luar tanggung jawab mereka.
Tirani memaksanya melakukan semua itu, sementara ia dan karyawan lain memilih pulang tepat waktu. Amira menghabiskan hampir satu jam lagi di dapur.
Air dingin serta sabun pencuci piring membuat tangannya kering, dan ada setumpuk rasa kesal yang ia pendam dalam hati. Ia tidak mau menjadi bawahan terus-menerus dan berjanji akan membalas dendam.
Ketika semua piring dan gelas akhirnya bersih, suasana kafe sudah hening sepi. Kursi-kursi kosong tertata rapi, hanya tinggal beberapa cahaya lampu yang temaram.
Amira lalu mematikan semua lampu tersebut, Dengan langkah lunglai, ia pun keluar dan mengunci pintu. Tak lupa ia juga mengunci pintu pagar dengan gembok.
Jalanan sudah lengang, hanya ada beberapa motor yang lewat. Udara malam yang dingin menyapu wajahnya. Ia menghela nafas panjang, dan mengeluarkan handphone untuk memeriksa beberapa pesan masuk yang mungkin penting.
"Tiiiiin."
Tiba-tiba suara klakson pelan terdengar. Sebuah mobil hitam mewah berhenti tepat di hadapannya.
"Degh."
Jantung Amira berdegup kencang ketika kaca jendela perlahan turun, dan memperlihatkan wajah Gerard. Pria itu menatapnya dengan sorot mata tajam namun terasa begitu hangat.
"Pak Gerrard."
Amira menyebut nama pria itu dan pria itu pun tersenyum padanya.
"Ayo, naik!" ajak Gerrard kemudian
Tanpa pikir panjang, Amira yang sudah lelah itu membuka pintu mobil dan duduk disisi Gerrard. Aroma parfum maskulin yang sama seperti kemarin, kembali menyergap hidung gadis tersebut. Meski sudah malam, Gerrard tetap segar seperti orang yang baru mandi pagi.
"Saya pikir kamu nggak masuk, soalnya saya tunggu dari tadi nggak keluar-keluar." ujar Gerrard.
Amira tentu saja terkejut demi mendengar semua itu, ia tak menyangka jika Gerrard telah datang sejak beberapa saat sebelumnya. Sementara kini mobil mulai berjalan.
"Bapak nunggu saya dari tadi?" tanya Amira.
"Ya." jawab Gerrard singkat.
Tetapi hal tersebut mampu membuat Amira seketika jadi berbunga-bunga. Pesona laki-laki mapan dan tampan, serta dewasa seperti Gerrard memang berada di level yang berbeda.
Sangat bertolak belakang dengan pria muda yang doyan main game serta judi online, yang kalau pacarnya minta dijemput, langsung merasa terbebani.
"Kenapa nggak masuk aja ke dalam pak, terus ngopi disana?" tanya Amira.
"Lagi nggak pengen ngopi." jawab Gerrard.
Lalu Gerrard kembali fokus pada jalanan, sementara Amira melihat handphone.
"Kamu sudah makan?" Gerrard melempar pertanyaan disela-sela keheningan yang mulai merayap.
"Belum, pak." jawab Amira.
"Tadi kafe rame banget dan ada beberapa karyawan yang nggak masuk. Makanya kerjaan saya jadi banyak dan nggak sempat makan." lanjut gadis itu.
"Ya udah, kita makan aja yuk!" ajak Gerrard.
"Mau makan dimana?" tanya Amira.
"Saya yang menentukan tempat, oke?"
Amira menyetujui hal tersebut, sebab saat ini dirinya malas untuk berpikir. Gerard lalu memutar arah, mobil berbelok menuju sebuah jalan protokol dan melaju disana selama kurang lebih delapan menit.
Setelah itu mereka tiba di sebuah restoran mewah, yang selama ini hanya bisa dipandang oleh Amira ketika sedang melintas.
Ia ingin bertanya apakah Gerrard yakin untuk mengajaknya makan ditempat tersebut. Tapi kemudian ia ingat jika Gerrard merupakan seorang laki-laki kaya-raya.
"Emang bener ya, duit nggak bisa bohong. Laki-laki yang tajir itu wibawanya beda." Amira bergumam dalam hati sambil menahan senyum.
"Ayo turun!"
Amira tidak sadar jika kini Gerrard sudah membukakan pintu untuknya. Tak lama pria itu menggandeng tangannya dan Amira menjadi kian gugup.
Gerrard melangkah dengan tenang dan membawanya masuk ke dalam restoran. Amira sedikit malu, sebab ia hanya mengenakan jeans dan kaos murah.
Sebab tadi pagi ia buru-buru berangkat dan memakai apa saja yang pantas dikenakan. Lagipula di kafe ia mengenakan apron seragam, yang membuatnya terlihat sama dengan karyawan lain.
"Duh, kenapa gue nggak pake baju yang bagus tadi pagi."
Amira mengumpat dalam hati, dan membandingkan outfitnya dengan pengunjung lain yang hampir semuanya terlihat elegan serta aesthetic.
Seorang pelayan mendekat dan berbicara dengan Gerrard. Mereka lalu diarahkan ke sebuah meja yang ada di suatu sudut. Area tersebut lumayan sepi, dan kini mereka duduk berseberangan.
Mereka diberikan dua buku menu dan Amira sedikit gemetar melihat harga makanan yang tertera disana. Di kafe tempat ia bekerja saja harga makanan sudah termasuk tinggi, untuk ukuran ekonomi minim seperti dirinya. Sementara di restoran ini harganya tiga kali lipat dari itu.
"Kamu mau pesan apa Amira?" tanya Gerrard kemudian.
Amira menunjuk menu yang paling murah diantara yang lain, meskipun jika dilihat-lihat itu masih termasuk harga yang mahal baginya.
"Kenapa pesan yang itu?. Kamu nggak mau nyobain yang best seller disini?" tanya Gerrard lagi.
"Yang mana pak?" Amira balik bertanya.
Gerrard membalik buku menu dan menunjukkan apa yang ia maksud. Seketika Amira pun terkejut melihat harganya yang mencapai dua juta lebih.
"Apa nggak kemahalan pak?" tanya Amira dengan suara bergetar.
"Kan itu porsinya besar, kita bisa makan berdua. Untuk masalah harga nggak usah kamu pikirkan, saya yang bayar." ucap Gerrard.
"Mmm, terserah bapak aja." jawab Amira.
"Oke, kamu pilih menu yang lain juga ya." ucap Gerrard.
Usai memilih beberapa menu, Gerrard memanggil pelayan dan memesan semua itu. Mereka lalu dihidangkan minuman serta makanan pembuka.
Benar-benar persis dengan apa yang sering Amira lihat, di akun review dari para food vlogger terkenal. Amira rasanya ingin memotret makanan tersebut dan mengunggahnya di sosial media untuk pamer.
Namun ia malu pada Gerrard, sebab mereka baru kenal. Namun tak lama Gerrard pamit untuk pergi ke toilet. Amira pun lalu memotret segala hal yang tersisa di meja, termasuk tissue yang berlogo restoran tersebut.
Ketika Gerrard kembali dan menu utama di hidangkan. Amira pura-pura membalas pesan, padahal ia memotret makanan tersebut diam-diam, lalu kembali fokus dan menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang diajukan oleh Gerrard.
Mereka makan sambil mengobrol ringan. Lalu acara tersebut diakhiri dengan hidangan penutup yang manis. Amira benar-benar tak menyangka, dan masih merasa ini semua seperti mimpi.
Selesai makan, mereka kembali ke mobil. Alih-alih mengantar pulang, Gerrard mengajak Amira berkeliling kota. Mobil melaju melewati jalan-jalan terang, kemudian menembus kawasan sepi dengan deretan lampu jalan yang temaram.
Amira membuka kaca sedikit, membiarkan angin malam menerpa wajahnya. Ia merasa seperti sedang berada dalam adegan novel online yang sering ia baca.
Dimana tokoh utama si gadis miskin, duduk di dalam mobil mewah bersama pria kaya raya. Lalu diajak berkeliling tanpa arah, dan hanya berdua dalam balutan misteri yang tak terungkap.
"Pak kita mau kemana?"
Amira bertanya ketika akhirnya Gerrard menghentikan laju kendaraannya di depan sebuah apartemen mewah.
"Ke apartemen saya." jawab Gerrard.
Amira tersentak demi mendengar semua itu. Ini adalah adegan yang juga selalu ada di dalam setiap novel online bertema pelakor atau dihamili diluar nikah. Dimana tokoh utama akhirnya dibawa oleh pria kaya ke apartemennya yang mewah, untuk ditiduri.
"Sheva, gue diajak pak Gerrard ke apartemennya di kawasan district D."
Amira menyebut sebuah kawasan properti elite, tempat dimana apartemen Gerrard berada. Namun karena Sheva sedang ada urusan, maka gadis itu tak menjawab. Sebab ia sedang tak melihat handphone sama sekali.
"Amira."
Gerrard yang sudah turun duluan, kini membukakan pintu mobil untuk Amira. Semburat rasa ragu pun menyeruak, ada ketakutan dan kekhawatiran tersendiri yang menyelimuti batin Amira kini.
Meski ia sangat menunggu momen dimana ada pria kaya yang menidurinya sampai hamil. Sehingga ia bisa menggunakan kehamilan itu untuk mendapat harta kekayaan.
Tetapi berita-berita mengenai penghilangan nyawa oleh orang yang baru dikenal, kini seakan menghantui benaknya.
Bukan sekali dua kali berita semacam itu jadi headline news di berbagai lini berita. Tapi sudah banyak kasus yang terjadi.
"Amira, kamu mau sampai kapan di mobil ini?" tanya Gerrard memecah lamunan. Amira kemudian keluar dan merapikan rambutnya.
"Ayo!"
Gerrard mulai melangkah, namun Amira menghentikan pria itu.
"Pak."
Gerrard menoleh.
"Apa nggak sebaiknya saya pulang aja ke kosan?" tanya Amira ragu.
Ia memang sering berpikir liar, namun ia cukup berhati-hati demi keselamatan. Sebab ada ibu dan ketiga adiknya yang mengandalkan dirinya sebagai tulang punggung keluarga.
"Saya bukan orang jahat, Amira. Saya tuh pegel dari tadi nyetir terus." jawab Gerrard.
"Di apartemen ini full cctv dan di unit saya tidak ada siapa-siapa. Disana juga ada tiga kamar koq." lanjut pria itu kemudian.
Gerrard kembali melangkah, dan dengan isi pikiran yang bercabang Amira pun akhirnya mengikuti langkah pria itu.
***