Saat kamu menemukan seseorang yang sangat amat kamu cintai, lebih dari sahabat, namun dia malah meninggalkanmu...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jewu nuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Not really
"Travis"
Bisikan Hana mengalihakan Haruto dari pekerjaannya. Tak biasanya, tapi kali ini Haruto menutup laptopnya sebentar untuk menatap Hana yg mendekatinya.
"Kenapa, sayang?"
"Selamat ya"
"For what?" Haruto mengerenyitkan dahinya, menatap Hana yg menyodorkan sebuah kotak.
"Tapi, aku ngga ulang tahun"
"Kamu bakal jadi ayah!"
"Wait what? Really?"
Hana tersenyum mengusap pipi Haruto. Pria itu membuka kotak berisi testpeck putih. Tersenyum lebar saat Hana mendaratkan kecupan singkat di pipi kanannya.
"Not really, tapi sukses deh buat usaha kamu bikin aku ngga tidur tiap malem"
Haruto terkekeh, menarik tubuh Hana kepelukannya.
"Aku bakal jadi daddy dan bakal ada Watanabe junior di rumah ini!"
Hana tersenyum. Sementara Haruto menarik tengkuk wanita itu, menautkan bibir mereka satu sama lain.
Kalau ada pertanyaan apa hal yg membuat Haruto akhir akhir ini. Jawabannya adalah Hana. Wanita yg mau jatuh cinta dengannya dengan menggemaskan. Kehadiran Hana yg selalu ingin terus mempelajari apa itu cinta yg sebenarnya. Jatuh cinta setiap malam dengan istrinya dan jatuh cinta tanpa beban setiap waktu.
"Makasih ya"
Hana mengusap pipi Haruto, lantas bermain dengan poni pria itu "Menurut kamu cowok atau cewek?"
"Boy"
"Tapi aku maunya girl, ayang"
Hana mendegus "bagusan juga boy, kamu bisa ajak main ps atau bola!"
"Ngga bisa, kalo girl aku lebih gampang ngasuhnya, sayang"
"Ngga mau, pokoknya boy"
"Girl"
"Boy!"
Haruto mendegus "gimana kalo kita taruhan?"
"Oke!"
"Kalo cowok aku bakal nurutin apapun yg kamu mau,"
"Kalo cewek?"
"Nanti deh aku pikirin sambil jalan"
"Dih!"
...***...
"Kenapa, sayang?"
Haruto masih sibuk berkutat dengan laptopnya. Hari ini dia pergi ke kantor seperti biasanya, hanya berbeda karena Hana akhir akhir ini suka meneleponnya kapanpun dan apapun keadaan Haruto.
"Aku pengen sushi deh"
"Boleh, mau aku beliin sekarang?" Suara lembut Haruto justru membuat Keita yg sedang sibuk duduk di sofa melirik. Pria itu tengah mencari beberapa berkas yg terselip. Dan tak biasanya dia melihat bosnya berbicara manis seperti saat ini.
"Enggak deh, nanti aja kalo kamu pulang"
"Oke, ada lagi?"
"Mau mie hitam"
"Kamu kan ngga suka kedelai hitam, kenapa tiba tiba?"
"Ngga tau, tapi pengen aja"
"Mau Jjajangmyeon? Oke sayang, nanti aku beli ya"
"Thank you, sayang"
Haruto menutup telfonnya, melanjutkan pekerjaannya tanpa sedikitpun terganggu dengan telfon Hana barusan.
"Mau saya pesankan, pak?" Ucap Keita.
"Boleh, kamu sudah selesai mencari berkasnya?"
"Sudah, pak" Keita meletakkan berkas berkas itu di meja. Lantas beranjak memesan makanan yg baru saja Hana inginkan. Selain membantu pekerjaan, sekretaris Haruto juga membantunya mengerjakan hal lain. Sudah lama semenjak Keita bersama Haruto, hanya dia yg Haruto percaya sejauh ini.
Tidak butuh waktu lama, pria itu menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat dari dugaannya sendiri. Haruto menegak teh hangat yg ada di sudut mejanya, lantas menutup laptop sebelum bersandar sejenak pada punggung kursi.
"Makanannya sudah siap, pak. Atau mau saya bawa sekarang?"
"Sebentar," Haruto mengangkat ponselnya yg berdering.
"Kamu tolong bawa ke rumah saya ya, saya ada client" Haruto membereskan beberapa barang yg akan dia bawa. Pria itu terlihat sedikit terburu buru.
"Tapi ngga papa, pak?" Heran Keita.
"Ngga papa, kamu sudah tau Hana kan?"
Keita mengangguk "tapi saya juga harus temani bapak, ini kan,"
"Tidak perlu, untuk kali ini saya bisa sendiri"
Keita hanya mengikuti apa yg di suruh. Pria itu segera menuju rumah Haruto untuk memberikan pesanan Hana siang ini.
Rumah masih sama saja sepinya saat dia terakhir kali datang. Hanya ada Hana yg sepertinya sedang sibuk membersihkan rumah.
"Ada apa?"
"Buk, bapak minta saya nganter makanan"
Hana mengerenyit sambil menerima pemberian Keita dengan tenang. Wanita itu sesekali mengamati sekitar yg sepi. Hanya ada pengguna jalan yg lewat dan beberapa mobil di jalanan. Sisanya dia tidak menemukan Haruto disana.
"Bapak kemana?"
"Bapak ada acara mendadak, Buk"
"Ya udah, makasih ya"
"Kalau begitu saya pamit, Buk"
Hana tersenyum. Setelah melihat sekertaris Haruto menjauh, wanita itu segera masuk. Mengambil ponselnya yg tergeletak di ranjang dan segera menghubunginya. Namun sepertinya Hana belum kalah cepat dengan bunda.
"Hana?"
"Iya, Bun?"
"Kamu lagi pengen apa? biar bunda bawa ke rumah"
Hana sejenak diam, menatap jam dinding yg berdetak lebih lama dari biasanya.
"Engga, Hana udah minta sama Haruto kok"
"Ya udah, tapi besok bunda tetep kesana ya"
"Iya"
"Oke, see you sayang"
...***...
Hari ini genap 3 bulan kehamilan Hana. Genap 3 bulan juga Haruto sibuk dengan pekerjaannya dan selalu pulang larut malam. Bahkan setelah hamil, Hana jarang sekali melihat Haruto ada dirumah barang sejenak.
Hana menghela napas panjang, tepat jam 10 malampun dia belum melihat batang hidung Haruto dirumah ini. Tangan kanan Hana masih terus mengaduk teh hijau yg baru saja dia buat.
Suara pintu terbuka membuatnya menoleh. Langkahnya tertuju pada ruang tengah. Menampilkan wajah lelah Haruto dengan jas hitam yg terselempang di lengan.
"Sayang? Belum tidur, hm?"
Suara berat itu, entah kapan terakhir kali Hana mendengarnya.
Hana menghela napas, meraih jas dan juga tas milik Haruto.
"Udah, ngga usah. Pasti kamu capek"
"Ngga papa, To. Kamu mau minum?"
Haruto tersenyum, mengusap puncak kepala Hana.
"Kopi?"
"Aku minum teh aja, yg waktu itu kamu buat"
"Tunggu ya"
Haruto mengangguk. Pria itu memilih mandi sambil menunggu Hana membuatkan untuknya. Akhir akhir ini keadaan kantor memang sedang ruwet. Haruto harus ambil andil lebih banyak setelah salah satu projek yg dia serahkan pada salah satu karyawan sempat tersendat. Jadi tak heran jika dia bekerja dua kali lebih keras demi memulihkan keadaan dan keuangan kantor.
"Aku taroh meja ya"
Suara lemah Hana membuat Haruto menoleh, dia sudah menyelesaikan mandinya sejak beberapa saat lalu. Namun baru keluar setelah mengeringkan rambutnya. Manik pria itu tertuju pada Hana yg hampir melangkah keluar kamar.
"Kamu mau kemana?"
Hana menoleh.
"Sini"
"Iya, kenapa?"
Haruto menatap jam dinding yg sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Mengusap rambut Hana sebelum memeluknya. Sudah berapa lama semenjak dia hanya memeluk istrinya ketika tidur, Haruto kembali menghirup aroma vanilla di tubuh Hana.
"Kenapa sih sedih gitu, hm?"
Hana menghela napas, membalas pelukan Haruto walau sedikit terhalang oleh baby Watanabe.
"Aku minta maaf ya, sibuk terus"
"Ga di maafin"
"Dih?" Haruto terkekeh. Pria itu masih mengusap rambut Hana sebelum menatap wanita itu sudah menitihkan air matanya entah sejak kapan. Ada banyak sekali penyesalan penyesalan yg tidak Haruto tampakkan. Pria itu selalu saja merasa bahwa dirinya tengah keluar dari tanggung jawabnya. Namun bagaimana bisa dia tidak melakukan ini ketika keadaan memang yg memaksanya?
"Cengeng banget, udah dong"
"Aku capek sendirian, ini baru 3 bulan, To" lirihnya.
Haruto menghela napas "babynya rewel ya?" Lantas mengusap air mata Hana yg semakin deras.
"Udah dong, jangan nangis terus. Kamu mau aku dirumah ya? Temenin kamu? Gapapa, besok aku temenin ya?"
Hana menggeleng.
"Terus gimana?"
Hana kembali menggeleng.
"Ya udah, bobok aja ya?"
"Cuma aku yg rasain ini sendirian?" Hana mendongak, mengikuti langkah kaki Haruto menuju ranjang.
"Engga, kitakan jalan bareng bareng"
"Tapi kok rasanya cuma aku doang"
"Engga, sayang"
"..."
"Itu cuma perasaan kamu aja, bertahan sebentar lagi ya? Aku janji bakal sering dirumah, tapi engga buat akhir akhir ini" Haruto mengusap punggung tangan Hana, sesekali mengecupnya dengan lembut.
"Kantor lagi berantakan dan aku harus handle semua kerjaan, ada beberapa hal yg harus aku lakuin buat mulihin semuanya"
"..."
"Baby jangan rewel ya? Kamu suka banget bikin bunda kamu manja" Haruto terkekeh, mengusap perut Hana sambil melirik pada Hana yg menatapnya sedang berinteraksi dengan sang baby.
"Kamu sadar ngga? Semenjak ada baby, kamu jadi cengeng sama manja ke aku"
"Engga" sinisnya.
"Kamu jadi jarang marah, tapi aku suka. Justru aku suka liatnya" Haruto kali ini mencubit pelan hidung Hana, mengecup pipi itu bergantian.
"Ih jangan gitu"
Haruto tergelak "menurut kamu cowok atau cewek?"
"Kamu masih mau berdebat soal ini lagi?"
"Cewek"
"To, cowok aja" Hana terkekeh.
"Iya, cowok. Emang kamu berharap apa kalo babynya cowok?"
"Sekiranya nanti kalo udah besar dia bisa jagain bunda nya" Hana mengusap perutnya dengan senyum.
"Tapi kalo dia punya cewek, kamu jangan sedih"
"Baru juga 3 bulan, udah mikir punya cewek aja"
Haruto tertawa "lagian kamu sendiri yg bilang kalo udah besar"
"Oh jadi aku yg salah?"
Haruto terkekeh. Bukannya minta maaf, pria itu justru mencium pipi Hana bergantian.
"Ih jauh jauh"
"Kenapa sih? Aku kangen tau sama bundanya baby"
"Emang iya?" Sindir Hana.
"Iya"
"Bohong, kalo gitu harusnya ngga sibuk terus" kesalnya. Hana kembali mendegus, meraih ponselnya yg sembari tadi tergelak di nakas.
"Udah malem, masih aja main ponsel" Haruto melempar ponsel itu ke lantai. Membuat Hana membelalak.
"Ruto!"
"Maaf, ngga sengaja"
"Ih kamu mah!"
"Besok aku beliin lagi, jangan ngambek" Haruto memeluk tubuh Hana. Sesekali mengusap rambut Hana.
"Ngga mau! Jauh jauh ih"
"Ya udah terserah kamu aja"
Hana terdiam, gadis itu mendorong tubuh Haruto, lantas memilih berbaring membelakangi Haruto. Sesaat kemudian pria itu memeluk tubuh Hana sambil memejamkan matanya.
"Kamu bertahan sebentar lagi ya? Aku janji kalo ini semua kelar, aku bakal cuti sampai baby kita lahir"
Hana tidak mengubris.
"Mungkin kamu mikirnya aku ngga peduli, padahal aku selalu berusaha ada buat kamu, Hana"
"..."
"Maaf kalo aku jadi suami yg jahat selama ini, tapi kamu harus yakin kalo aku sayang sama kamu lebih dari yg kamu bayangin"
Hana menitihkan air mata.
"Selamat tidur ya, semoga besok bangun mood kamu baikan sayang" Haruto mendekat, mengecup puncak kepala Hana sebelum tidur.