"Aku tidak akan menikah!" Peony Thamyta.
"Kalau begitu, pergi dari rumah ini." Darius Sedjatie.
Peony, gadis yang selalu di kurung ayahnya dalam sangkar emas, di beri dua tawaran; harus menerima di jodohkan, atau pergi dari rumah yang selama ini memberinya kemewahan.
Tanpa membawa identitas aslinya sebagai anak tunggal Tuan Sedjatie.
Karena tak siap menikah, Peony sengaja memilih opsi kedua dan bekerja demi mendapat uang sebagai bentuk perjanjian agar terbebas dari perjodohan konyol itu.
Tapi siapa sangka, jika bos-nya ternyata orang yang sama dengan lelaki yang akan jodohkan dengannya?
Ini semacam jebakan? Atau pendekatan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nitapijaan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Darius
Darius berdiri dari duduknya, lalu tersenyum senang menatap lelaki tampan di depannya. “Proyek kali ini sepertinya akan berjalan lancar, semoga saja akan saling menguntungkan besar untuk kita.” Ucapnya sembari berjabat tangan dengan Jeffdan.
Lelaki itu tersenyum canggung, membalas jabatan tangan yang lebih tua dengan hormat. Pasalnya Darius adalah investor terbesar yang mau bekerja sama dengannya dalam pembangunan hotel kali ini.
“Saya senang anda menyukai sekaligus mau turut campur dalam pembangunan hotel ini, Tuan Sedjatie.” Kata Jeffdan mengusap tengkuknya canggung.
Terlepas dari pembicaraan mereka tadi, entah mengapa tiba-tiba Jeffdan jadi canggung berbicara dengan Darius. Seperti seorang laki-laki yang meminta izin pada calon mertua untuk menjadikan si manis sebagai istrinya.
“Tidak masalah, dengan begitu aku juga ikut memperoleh keuntungannya,” jawab yang lebih tua. Jeffdan menganggukkan kepalanya tanda setuju. Memang tujuan utamanya adalah meraih keuntungan bersama kan?!
Saat dirinya ingin berbicara tiba-tiba saja pintu ruang meeting terbuka, menampilkan wajah manis sang asisten yang menyembul kan kepalanya.
“Ah, Peony. Masuk saja, kami sudah selesai.” Perintah Jeffdan.
Peony berjalan santai menuju Jeffdan tanpa menyadari siapa yang berada di depannya itu; karena posisi Darius yang memang membelakangi pintu.
“Kak, aku ingin meminta izin —eh?” Gadis iyu menghentikan ucapannya kala Darius menoleh ke arahnya. Tersenyum lebar pada Peony, sedangkan yang di senyumi-nya hanya diam membisu.
Tidak jadi melanjutkan ucapannya.
“Izin untuk apa?” Jeffdan memincing heran, ada apa dengan kedua orang di depannya itu!?
“Dia siapa, Tuan Jeffdan?” Tanya Darius, pura-pura tidak mengenali putrinya sendiri, yang seketika membuat Peony melotot kaget.
Jeffdan tersenyum hingga menampilkan dimple di kedua pipinya, “Perkenalkan, dia asisten pribadi ku, Tuan Sedjatie. Dia ... Peonytha,” Ucap Jeffdan mengenalkan.
Sekarang gantian lelaki paruh baya itu yang mengernyit bingung, Apa? Peonytha? Ah, iya, dia lupa, ternyata anaknya itu sangat penurut.
“Oww, Peony-tha! Perkenalkan saya Darius Maximilian Sedjatie, dari perusahaan Sedjatie Group!” Ucapnya mengulurkan tangan.
Peony tak menjawab! Dia malah sibuk menatap tajam ke arah sang Ayah dan mengabaikan tatapan bingung Jeffdan.
“Kak, aku meminta izin pergi ke kantor Kak Yuda sebentar.” pamit Peony tanpa mengalihkan tatapannya pada Darius yang seperti tengah mengejeknya.
Meskipun Ayah-nya itu tidak bersuara. Tapi tetap saja, bagi Peony yang sudah sering kali berdebat dengan Darius. Dia tau jika orang yang berada di hadapannya itu tengah mengejeknya di dalam hati! Menyebalkan.
Peony berbalik dan melangkahkan kakinya dengan sedikit menghentak keluar dari ruang meeting dan menutup pintunya sedikit keras.
Lagi-lagi Jeffdan tersenyum canggung, “Maafkan sikap asisten ku, Tuan Sedjatie. Tidak biasanya dia seperti itu,” kata Jeffdan tak enak hati membuat Darius tersenyum semakin lebar.
“Tidak masalah tuan Jeffdan, dia memang masih marah denganku.” Jawabnya, “Kalau begitu Aku pamit, masih banyak urusan yang perlu di selesai kan.” Lalu berpamitan tanpa membiarkan Jeffdan meminta maaf akan sikap kurang mengenakan asistennya.
“Iya silakan,” gumam Jeffdan saat Darius sudah pergi menghilang di balik pintu keluar.
Sedangkan Peony sudah menyilangkan kedua tangannya di depan ruang meeting sembari menunggu sang Ayah keluar.
“Ayah!” Pekiknya kala mendapati sang Ayah yang baru saja keluar dengan tawa kecil di sudut bibirnya.
“Kenapa hm?!” Jawabnya tersenyum mengejek. Membuat Peony semakin kesal saja, 'sialan sekali si tua ini!' Batinnya mendumel.
“Menikmati pekerjaan mu ini? Ingat, tawaran kemarin masih berlaku! Jangan lupa hubungi jika sudah menyerah.” ucapnya lalu meninggalkan Peony sendiri bertepatan dengan pintu ruang meeting yang kembali terbuka lalu di tutup kembali oleh Jeffdan.
Lelaki itu tersenyum simpul, “Tidak jadi pergi huh!” Katanya yang di balas dengan wajah cemberut Peony.
“Jadi! Ini mau pergi!” Ucapnya, melenggang pergi dengan langkah yang berdentum- dentum kesal.
“Menggemaskan sekali! Bolehkah aku mengambil nya dan menjadikannya sebagi pendamping hidup ku?” Monolog Jeffdan, tersenyum lebar seperti orang yang baru saja memenangkan lotre berhadiahkan emas batang. Tanpa menyadari seseorang yang senantiasa mendengar kan doanya tak jauh dari tempat Jeffdan berdiri.
Langkahnya semakin dekat, lalu membisikkan sesuatu tepat di telinganya. "Datanglah ke rumah,"