Ketika cinta dan takdir bertemu, kisah dua hati yang berbeda pun bermula.
Alya gadis sederhana yang selalu menundukkan kepalanya pada kehendak orang tua, mendadak harus menerima perjodohan dengan lelaki yang sama sekali tak dikenalnya.
Sementara itu, Raka pria dewasa, penyabar yang terbiasa hidup dengan menuruti pilihan orangtuanya kini menautkan janji suci pada perempuan yang baginya hanyalah orang asing.
Pernikahan tanpa cinta seolah menjadi awal, namun keduanya sepakat untuk menerima dan percaya bahwa takdir tidak pernah keliru. Di balik perbedaan, ada pelajaran tentang pengertian. Di balik keraguan, terselip rasa yang perlahan tumbuh.
Sebab, cinta sejati terkadang bukan tentang siapa yang kita pilih, melainkan siapa yang ditakdirkan untuk kita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dinar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28
Setelah merasa tidurnya cukup kini Alya perlahan membuka kedua matanya, menatap disekitar ruangan rawat inap yang ternyata kosong. Tubuhnya masih terasa lemas tetapi hatinya seketika gelisah, entah kemana kekuatan yang siang tadi masih ada bahkan penuh.
" Mas Rakaaa..." dengan suara lirihnya Alya memanggil sang kekasih dengan tenaga yang masih belum terisi penuh.
Tidak ada sahutan dari arah manapun membuat hati Alya semakin gelisah, apakah ia kini hanya seorang diri? Kemana orangtuanya? Aahh mengapa mendadak jadi lemah seperti ini.
Terdengar suara pintu kamar mandi yang terbuka menampilkan wajah segar dengan tampilan yang lebih santai dari Raka.
" Mas..." lagi, Alya kembali memanggil sang kekasih yang kini telah terlihat.
" Kok sudah bangun, ada apa? laper?".
Dengan langkah cepat kini Raka telah berada disamping bangkar sang kekasih, kembali memastikan kondisi Alya yang kini terlihat jauh lebih baik.
" Maaf... Aku kira Mas pergi ninggalin aku"
Raka kini menatap dalam wajah sang kekasih, sebenarnya bukan marah hanya saja Raka khawatir apalagi melihat kondisi Alya yang terlihat sangat mengkhawatirkan.
" Mas tidak marah sayang, hanya khawatir dan merasa bersalah karena tidak bisa menjaga kamu sampai-sampai sekarang kamu harus berada diruangan ini".
Ucapan Raka kali ini membuat Alya semakin merasa bersalah, bagaimana bisa Raka sesabar ini bahkan seharusnya memarahi dirinya yang berbohong tentang makan siang dan berakhir dirumah sakit.
Raka sedang ada pekerjaan di luar kota sudah dipastikan perjalanan dilalui dengan kecepatan maksimal, setelah mendengar Alya masuk rumah sakit. Alya membayangkan kekhawatiran sepanjang perjalanan yang Raka rasakan.
" Jangan benci aku ya Mas, Al sayang banget sama Mas". Air mata Alya kembali luruh dengan masuk kedalam pelukan Raka.
" Kalau masih cengeng apalagi lambung bayi, jangan nakal Sayang, aku khawatir setengah mati loh".
Raka mengusap rambut sekaligus merapihkan karena sepertinya Alya belum sempat merapihkan penampilannya, terlalu fokus pada sakit yang mendera.
" Al bukan bayi Mas, Al juga gak nakal cuma sedikit ceroboh aja". Alya kini mendongkak menatap wajah sang kekasih dari bawah.
" Hadehhh... Nakal gini kok, buktinya gak nurut sama ucapan Mas".
Alya kembali melepaskan pelukannya dengan tatapan keduanya bertemu, memperlihatkan hidungnya yang merah dan juga kedua mata yang berair basah.
" Al lagi sakit Mas, harusnya di sayang - sayang tau, bukan diomelin".
Raka menaikkan sebelah alisnya, mendengar keluhan sang kekasih masih bisa protes di alik rasa sakitnya
" Kalau gak mau di omelin kan harus nurut, kalau udah sakit gini siapa yang rugi? Besok kalau udah sembuh Mas beliin kopi yang banyak biar gak nanggung sakitnya. Minum segelas masuk rumah sakitnya lama, banyak sekalian Sayang biar gak rugi".
Meskipun sedang merasa kesal tetapi Raka masih memanggilnya "Sayang" , membuat hati Alya merasa hangat sekaligus malu.
" Kan aku pusing, kerjaannya masih banyak Mas".
" Terus yang harus disalahkan siapa? Dokumen? Udah deh kalau nakal ngaku aja". Raka semakin gencar menggoda sang kekasih yang terlihat menggemaskan.
" Maaassss...."
" Apa? Makan dulu yaa"
Alya menganggukkan kepalanya karena memang perutnya terasa cukup lapar sore ini.
" Makan sendiri bisa kan?"
" Lemes Mas, lihat tangan Al lagi ada selang infusnya... Mas tega?".
Dengan wajah memelas kini Alya seolah seperti anak kecil yang sedang merengek ingin di manja.
" Halahh... minum kopi aja kuat masa makan gak kuat". Tangan Raka kini terlihat terampil menyiapkan makan sore untuk Alya.
" Jahat banget sih, Mas.."
" Iya Mas juga cinta sama kamu, meskipun kamu gak nurut sama Mas".
Kini tangannya terulur untuk memberikan makanan kedalam mulut Alya, yang diterima dengan baik oleh sang pasien.
" Terimakasih Mas ganteng... Love youuu"
" Kalau gini aja baru berani love you.. love you... Habis ini minum kopi lagi yaa".
Sepertinya rasa kesal Raka masih tersimpan penuh untuk sang kekasih.