PETUAH TANAH LELUHUR

     Mustika ning ati tresna ning raga nira, gumebyar ing jiwa, kairing dening raksa rumangsa, mantra aji linuwih, candra ingkang padang nyinari gegana, surya ingkang adi nyakseni pepadang, wiwitan ing lampa, tegangpati kairing dening rasa gumulung , toya ingkang tumibak ing ampa, gawe rame ing lelampah, tirta suci ing dalem jiwa.

Mereka saling menatap manakala mendengar Kilat Samber Nyawa, terdiam dalam naluri, tertegun dalam pikiran, menelaah akan sebuah akibat, meniti setiap langkah, dan menguras akal mencari penangkal.

Kilat samber nyawa adalah sebuah petaka yang akan merenggut seseorang dalam suasana mendung dan hujan. Konon leluhur kita mempunyai cara untuk menangkalnya, dengan tujuan agar kilat samber nyawa menjadi aman dan tidak membawa korban.

" Bagaimana ini Ki," kata Anggapala.

" Biarkan saja, nanti saya dan beberapa orang akan mencari penangkalnya Ngger," jawab Ki Werga.

" Sekarang semua sudah jelas bahwa di sekeliling kita ini masih banyak orang yang tidak suka, mereka mungkin dari golongan hitam, para penyamun yang ingin menjerumuskan manusia dengan cara membuka pintu pitakon," jelas Mandaga.

" Baiklah, mulai sekarang, saya dan Mandaga juga Wirya akan berangkat mencari penangkal itu, sementara Sampeyan Anggapala, Pandanala dan juga Jaya Kusuma, tetap menjaga di sini," tutur ki Werga.

Beberapa saat kemudian, setelah mengatur semuanya, maka berangkatlah rombongan itu, mereka terdiri dari ksatria unggulan Cikeusik, ada Ki Sawerga, Mandaga dan juga Wirya serta beberapa santri dari Pandanala. Mereka menuju ke arah Timur, sementara di pendopo itu tampak Anggapala, Nyi Kalis, Pandanala juga Jaya Kusuma atau Ki Luwih serta beberapa kerabat pedukuhan, sedang bercengkrama.

Malam itu terdapat dua sesepuh yang menjadi tempat bertanya sesuatu. Nyi Kalis kemudian membuka pertanyaan.

" Maaf ki Luwih, menurut sampeyan sebagai orang yang ahli dalam perekonomian, adakah ciri perempuan yang bisa mengangkat derajat keluarga, mohon penjelasan," kata Nyi Kalis.

" Hmmmm....ini pertanyaan berat sekali Nyi, soalnya itu sudah bergantung pada watak seseorang, tapi tidak apa, jadi dalam tabiat perempuan itu terdapat 4 jenis tabiat atau golongan wataknya, yaitu wanita pedati, wanita jepati, wanita merpati dan wanita sejati," tutur ki Luwih.

" Maksudnya itu apa ki, mohon penjelasannya," kata Nyi Kalis dengan penasarannya.

" Begini Nyi, apabila ada dan menemukan wanita atau perempuan yang manakala mau untuk berbuat atau menjalankan suatu kegiatan atau pekerjaan dengan tanpa menolaknya, dan syaratnya itu selalu dipenuhi baru mau disuruh, itu sifat dan jenis WANITA PEDATI. Soalnya yang namanya pedati itu sejenis gerobak yang ditarik kerbau atau sapi harus penuh isinya, baru jalan," begitu Nyi.

" Kalau wanita jepati itu apa cirinya," kata Nyi Kalis.

" WANITA JEPATI itu apabila dalam hidupnya baik masih sendiri ataupun sudah bersuami, prilakunya itu selalu ingin keluar dari rumah atau pokoknya tidak betah untuk diam, maunya itu kesana kemari, foya-foya, tebar pesona, cari mangsa atau sasaran, tidak memikirkan urusan orang lain, apa suami atau anak, yang penting dia sendiri bahagia menurut dirinya, itu WANITA JEPATI, Nyi," tutur ki Luwih.

" Wah....itu sih bukan jadi wanita pilihan ya Ki, soalnya itu tidak akan bahagia dalam berumahtangga," tutur Anggapala.

" Itu bergantung sama pergaulan atau kelompok tertentu atau memang wataknya Ki," kata Pandanala sambil menyeka keringatnya.

" Biasanya itu bergantung dari watak dan bakat, walaupun di tempat lain juga begitu kebiasaannya memang seperti itu," tutur Ki Luwih.

" Itu bisa dirubah tidak Ki ?" tanya Soma.

" Bisa saja tapi kemungkinannya kecil, soalnya itu sudah mendarah daging , sudah dari sananya begitu, biasanya akibat dari kedua orang tuanya yang lupa meminta ampunan," tutur ki Luwih.

" Ingat itu, kalau mau menggauli istri jangan lupa memohon ampunan," celoteh Anggapala.

" Ah, kakang juga belum bisa memberi keturunan," singgung Nyi Kalis sambil memandang Anggapala, yang dipandang malah jadi tertegun.

" Sudah....sudah, nanti juga dapat dan punya keturunan, tinggal sababiyah saja, kalau perlu dengan jalan Tiwikrama, atau bermunajat," tutur Ki Luwih.

" Ya, wajar saja Ki, kami sudah lama menikah tapi belum juga dipercaya," kata Anggapala.

Semua terdiam sejenak , lalu kembali mendengar penjelasan kk Luwih.

" Terus yang ketiga , apa itu Ki ?" tanya Nyi Kalis.

" Yang ketiga itu, apabila ada dan menemukan wanita atau perempuan yang selalu ingin mesrah atau romantis, pandai menaklukan hati, suka dimanja, terus keinginan selalu terpenuhi, kemana-mana pengen ikut, tapi setia kepada pasangannya, kadang-kadang mudah dirayu juga , itu sifat dan jenis WANITA MERPATI," tutur ki Luwih.

" Hmmmm....susah juga menghadapi wanita seperti itu Ki, namanya siapa saja yang memberi lebih besar, pasti itu diburu, terus nanti ada lagi yang jauh lebih besar lagi, diburu lagi, dan lagi terus lagi, bahaya juga," kata Warji sambil memperagakan tangan, sehingga banyak yang tertawa.

" Dasar kamu Warji, dimana saja pasti bikin kita tertawa," seloroh Anggapala.

" Selanjutnya satu lagi itu apa Ki ?" tanya Nyi Kalis.

" Lalu yang terakhir, ini betul-betul sifat wanita yang banyak dicari, biasanya itu merupakan wanita yang jadi idaman, yaitu selalu menghargai, menghormati, dan tidak banyak mulut atau mengomel, apa saja dimaklumi, selalu setia, sadar akan kekurangan, dan apa saja itu menerima, itulah wanita sejati , tiada lain istrimu sendiri yang sudah kamu percaya semenjak kenal sampai sekarang, adapun suka pergi atau susah diatur, itu sudah bakat dia, tinggal kalian tebak saja dia itu wanita apa," kata ki Luwih sambil menghisap kawungnya.

" Jadi intinya kalau wanita sejati itu istri, terus wanita merpati itu selingkuhan, lalu wanita jepati itu mereka yang suka pamer di depan rumah, dan wanita pedati itu pembantu begitu ya Ki," seloroh Warji.

Ki Luwih dan yang lain cuma bisa tertawa melihat Warji mengacungkan telunjuknya setiap kali bicara.

Saat itu suasana malam begitu dingin, semua merasa berkesan setiap para sepuh menjelaskan bab sesuatu yang menjadi acuan dalam menjalankan hidup.

Sementara itu, perjalanan Ki Sawerga, Mandaga dan Wirya juga para santri serta kerabat yang lain, telah memasuki daerah perbatasan Krangkeng. Yaitu sebuah wilayah berbentuk tanjung, dan dikenal sebagai daerah Ujung Krangkeng saat itu. Yang menurut beberapa orang, bahwa di situ terdapat tempat-tempat angker dan di luar nalar, juga sebagai istana Dewi Lanjar, sang Penguasa Laut Utara, dan juga terdapat pohon Kelapa Kembar, hingga kini masih hidup sudah ratusan tahun lebih, dan konon cerita itu bukan rahasia lagi.

Di samping itu, Ujung Krangkeng dulunya merupakan tempat berkumpulnya para dedemit jin setan perkayangan yang selalu meminta tumbal darah dan nyawa. Selengkapnya nanti dibahas pada BAB tersendiri.

Perjalanan Ki Sawerga dan para kerabatnya, saat itu mereka sampai juga, sambil beristirahat memandang sekeliling, dan yang tampak hanya gulungan ombak serta beberapa tambak garam yang di sebelahnya berdiri pohon-pohon besar menjulang, serta beberapa rumpun bambu di antara semak-semak, juga banyak burung-burung melayang di atas gulungan ombak.

Mereka datang hanya untuk mencari penangkal kilat samber nyawa yakni dengan menggunakan Kayu Lingga Yoni, disitulah akankah mereka dapat.

" Itu Ki," kata Mandaga sambil menunjuk pohon hitam seperti batu berurat, dan tumbuh di antara bambu kuning.

" Benar......." , seloroh ki Werga.