Tiga tahun Arunika rela menjadi istri yang sempurna. Ia bekerja keras, mengorbankan harga diri, bahkan menahan hinaan dari ibu mertua demi menyelamatkan perusahaan suaminya. Namun di hari ulang tahun pernikahan mereka, ia justru dipaksa menyaksikan pengkhianatan paling kejam, suami yang ia cintai berselingkuh dengan sahabatnya sendiri.
Diusir tanpa belas kasihan, Arunika hancur. Hingga sosok dari masa lalunya muncul, Rafael, pria yang dulu pernah dijodohkan dengannya seorang mafia yang berdarah dingin namun setia. Akankah, Rafael datang dengan hati yang sama, atau tersimpan dendam karena pernah ditinggalkan di masa lalu?
Arunika menyeka air mata yang mengalir sendu di pipinya sembari berkata, "Rafael, aku tahu kamu adalah pria yang kejam, pria tanpa belas kasihan, maka dari itu ajari aku untuk bisa seperti kamu!" tatapannya tajam penuh tekad dan dendam yang membara di dalam hatinya, Rafael tersenyum simpul dan penuh makna, sembari membelai pipi Arunika yang basah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
04. Ruang Makan
Suasana ruang makan keluarga Arummuda begitu megah pagi itu. Meja panjang dari kayu jati tua dipenuhi hidangan lengkap, sop daging, salad segar, hingga roti hangat. Lampu kristal di atas kepala menyinari wajah-wajah keluarga yang duduk di sekeliling meja.
Arunika duduk di samping Rafael, tepat di sisi kanan kursi kepala keluarga tempat Roman Arummuda duduk. Ia bisa merasakan sorot mata dari hampir semua orang di ruangan itu. Ada yang penuh penasaran, ada yang dingin, bahkan ada yang jelas menyimpan kebencian.
Di ujung meja, paman Arunika, kakak kandung Roman menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan ekspresi masam. Tatapannya tajam ke arah Arunika.
“Jadi … akhirnya si anak hilang pulang juga,” gumamnya sinis.
Arunika menunduk, menggenggam ujung gaunnya erat.
Di sisi lain, Archilo, sepupunya menatap Arunika dengan pandangan meremehkan. Senyum miring tersungging di bibirnya.
“Tak kusangka, gadis yang dulu lari dari rumah hanya karena cinta buta … kini duduk lagi di meja keluarga ini.”
Ucapan itu membuat dada Arunika sesak, tapi Rafael segera mencondongkan tubuh, menatap Archilo dengan dingin.
“Mulutmu terlalu lancang, anak kecil.” Sorot Rafael membuat Archilo langsung terdiam.
Roman, yang sejak tadi hanya memperhatikan, akhirnya berdehem. “Cukup! Tidak ada yang boleh bicara sembarangan pada putriku. Arunika sudah kembali, dan itu yang terpenting.”
Hening sejenak, hingga Arunika memberanikan diri membuka suara.
“Ayah … bolehkah aku bertanya sesuatu?”
Roman menatapnya penuh perhatian.
“Apa itu, Nak?”
Arunika melirik Rafael sekilas, lalu kembali menatap ayahnya. “Apa sebenarnya … perjanjian yang Ayah buat dengan Rafael? Kenapa aku dibawa kembali … dan apa maksud semua ini?”
Pertanyaan itu membuat udara di ruang makan seolah membeku. Beberapa pelayan yang berdiri di sisi ruangan saling pandang, sementara paman Arunika menyipitkan mata penuh minat.
Roman menghela napas panjang, lalu menegakkan tubuhnya. Suaranya tegas, dalam, dan penuh kuasa.
“Arunika … tiga tahun lalu kau meninggalkan rumah ini. Kau menolak perjodohan yang sudah ku atur dengan Rafael, dan memilih pria lain. Tapi sejak hari itu, aku tahu cepat atau lambat kau akan kembali dalam keadaan hancur.”
Arunika menelan ludah, hatinya berdesir.
“Aku membuat perjanjian dengan Rafael,” lanjut Roman. “Jika ia berhasil membawamu kembali ke rumah ini, maka aku akan menyerahkan seluruh hidupmu padanya. Kau akan menjadi miliknya, selamanya.”
Arunika terbelalak, darahnya terasa berhenti mengalir. “M-miliknya? Maksud Ayah…?”
Roman menoleh pada asistennya yang sudah berdiri di dekat pintu. Dengan langkah tenang, sang asisten membawa sebuah map kulit hitam dan meletakkannya di atas meja.
Perlahan, map itu dibuka, menampakkan dua buku nikah berwarna hijau dan merah muda yang tampak baru.
Arunika menahan napas. Matanya melebar, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
“Itu … buku nikah?”
Roman mengangguk. “Benar, Rafael sudah mendaftarkan pernikahan kalian. Kalian resmi suami-istri di mata hukum, di mata negara.”
Arunika merasa kepalanya berputar. Ingatannya melayang pada hari kemarin, hari di mana Adrian menceraikannya, mengusirnya bagaikan binatang. Dan kini, dalam hitungan jam, statusnya sudah berubah menjadi istri orang lain.
Ia menoleh pada Rafael dengan wajah bingung. “Rafael … ini … bagaimana bisa? Aku bahkan…”
Rafael tersenyum tipis, dingin, tapi juga penuh keyakinan. Ia mencondongkan tubuh ke arah Arunika, suaranya rendah namun jelas terdengar oleh semua orang di ruangan.
“Dengan uang dan kekuasaan, Arunika … segalanya bisa terjadi. Kau sekarang adalah istriku. Tidak hanya di Hongkong, bahkan di beberapa negara lain, aku dikenal. Dan percayalah, mulai hari ini … tidak ada seorang pun yang bisa menyentuhmu tanpa izinku.”
Ruangan itu hening. Semua mata tertuju pada Arunika yang masih terdiam dengan napas tersengal. Roman bersandar kembali, wajahnya puas. Paman Arunika menggeleng dengan sinis, sementara Archilo menggertakkan gigi, jelas tak suka melihat kenyataan itu. Arunika sendiri masih bergulat dengan perasaannya, antara terkejut, bingung, dan sedikit lega. Meski semuanya terjadi begitu cepat, ada sesuatu dalam suara Rafael yang membuatnya percaya, mungkin untuk pertama kali dalam hidupnya, ia benar-benar terlindungi.
Malam itu, rumah besar Arummuda kembali lengang. Jam menunjukkan pukul sebelas malam, para pelayan sudah kembali ke kamar masing-masing, hanya beberapa penjaga berseragam hitam yang masih berpatroli di halaman depan.
Di ruang kerja pribadi Zhilo, asap rokok mengepul tebal, memenuhi ruangan yang remang. Di meja kayu mahoni, gelas whisky setengah penuh bergetar ketika Zhilo meletakkan botol dengan kasar. Wajahnya merah padam oleh amarah yang sejak makan siang tadi belum reda.
“Dasar perempuan sialan itu,” geramnya, menendang kursi di dekatnya. “Tiga tahun pergi, kembali hanya untuk merampas segalanya. Harta, perhatian Ayahmu, bahkan kursi keluarga besar … semuanya akan jatuh ke tangan dia!”
Archilo, yang duduk bersandar di sofa, memainkan belatinya dengan wajah dingin. “Aku sudah bilang, Ayah. Selama Arunika hidup, aku tak akan pernah dapat apa-apa. Semua saham perusahaan Arummuda, bahkan properti luar negeri itu … Ayah Roman sudah menuliskannya atas nama dia.”
Zhilo mengepalkan tangan, rahangnya mengeras.
“Itu karena Roman selalu menganggapnya putri emas. Padahal apa? Seorang perempuan yang bahkan rela menjual dirinya demi cinta murahan. Aku muak melihatnya duduk sejajar dengan kita.”
Archilo menegakkan tubuhnya, matanya menyala penuh kebencian.
“Kalau begitu, hanya ada satu cara.”
Zhilo menoleh, menatap putranya. “Kau serius, Archilo?”
Senyum tipis muncul di wajah pemuda itu. “Tentu saja, kita harus menyingkirkannya. Selamanya. Kalau Arunika mati, semua warisan otomatis kembali ke tangan keluarga inti. Dan Ayah tak perlu lagi takut Rafael akan mengambil alih segalanya.”
Nama Rafael disebut, membuat Zhilo mendecak kesal.
“Itu pria licik! Mafia busuk yang berhasil memperdaya Roman. Aku tak tahu apa yang dia lakukan sampai Roman menyerahkan anaknya begitu saja. Kalau bukan karena perjanjian itu, Arunika sudah lama kubuang ke jalanan.”
Archilo berdiri, berjalan mendekat. Suaranya rendah, penuh racun.
“Kita bisa menyusun rencana. Arunika baru kembali ke rumah ini, ia belum sepenuhnya diterima oleh semua orang. Satu ‘kecelakaan kecil’ tidak akan mencurigakan siapa pun. Entah jatuh dari tangga, terseret mobil, atau racun dalam minumannya … semua bisa diatur.”
Zhilo terdiam sejenak, lalu meneguk whisky-nya dalam sekali teguk. Ia menatap putranya dengan tatapan mantap.
“Baiklah. Tapi ingat, Rafael tidak boleh tahu. Jika dia mencium rencana kita, habis sudah nyawa kita berdua.”
Archilo menyeringai, menyarungkan belatinya. “Tenang saja, Ayah. Rafael boleh saja ditakuti di Hongkong atau negara lain. Tapi di sini … ini rumah kita. Kita yang menguasai setiap sudutnya.”
Zhilo mengangguk, matanya penuh kebencian.
“Besok, kita mulai. Kita buat Arunika menyesal karena pernah kembali ke rumah ini.”
Lampu ruangan padam, hanya tersisa asap rokok yang perlahan menghilang di udara.
"Kalian mau coba bermain-main? Baiklah, kalian akan tahu seperti apa permainan yang ku tulis dan ku atur sendiri," gumam pria itu setelah mendengar percakapan anak dan ayah itu, dia pun berlalu pergi.
Salam sehat ttp semangat... 💪💪😘😘
Salam kenal Thor.. 🙏🏻
mikir nihh