Anya Safira adalah gadis berusia 20 tahun. Ia bekerja sebagai petugas kebersihan di sebuah hotel. Suatu hari Anya tengah membersihkan kamar hotel yang sudah ditinggalkan oleh tamu. Namun, Seketika seorang pria masuk dan menutup pintu serta menguncinya. Pria itu mabuk dan tidak sadar kalau ia salah masuk kamar.
Melihat tubuh seksi Anya pria tersebut tidak tahan dan segera mendorong tubuh Anya ke atas ranjang. Pria itu pun naik dengan hasrat yang tidak tertahankan. Anya yang ketakutan hendak berteriak. Namun, pria itu segera membekap mulut Anya sambil berbisik.
"Jangan berteriak. Aku akan memberimu satu miliyar asal kau layani aku, " bisiknya.
Anya yang memang sedang membutuhkan uang, tidak pikir panjang dan menerima tawarannya. Dan disitulah awal dari semuanya.
Anya tidak tahu, kalau pria itu adalah tuan Elvaro. Duda kaya raya seorang Presdir perusahaan ternama YS.
Lalu, apakah yang akan terjadi selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rustina Mulyawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31. Hati Yang Hangat
Begitu tiba di atap sekolah. Anya dengan Elvaro mendapati sosok Bima yang duduk di pojok dengan mata kosong. Seakan pikiran nya saat ini melayang entah kemana. Bima sama sekali tidak merespon kedatangan mereka. Wajahnya begitu pucat, bibirnya terlihat kering seperti tidak minum seharian ini. Peluh keringat dingin membasahi wajahnya. Mereka dengan tenang menghampiri Bima.
Elvaro berjongkok meraba dahinya. Ternyata panas yang pertama kali Elvaro rasakan.
"Ayah? Aku takut, " ucap Bima suaranya begitu parau lesu dan lemah.
Elvaro berniat akan memeluknya namun Anya mendahului niat itu. Tanpa ragu, Anya memeluk lembut tubuh Bima yang rapuh. Ia berbisik pelan di telinga Bima. Hawa nafasnya terasa begitu hangat di daun telinga Bima.
"Jangan takut. Kamu bisa. Semua bukan salah kamu."
Pemandangan yang begitu indah bagi Elvaro. Melihat betapa Anya tulus terhadap keluarganya. Adegan itu menghangatkan hatinya. Ia melihat Aira dalam diri Anya. Elvaro tenggelam dalam angannya.
Begitu pula Bima yang dengan sadar ia menerima pelukan hangat itu. Seperti yang Elvaro rasakan, ia merasakan kehadiran Bunda dalam pelukannya. Bima mencengkram erat ujung baju Anya tidak mampu menahan kepedihan dalam hatinya lagi. Dengan cukup lama ia berlabuh dalam pelukan hangat Anya. Meredakan semua emosi dalam hatinya.
Anya cukup pengertian. Ia menunggu emosi Bima mereda. Ia menepuk pelan sambil sesekali mengelus lembut punggungnya. Mencoba bertahan bersamanya. Ketika Bima sudah sedikit tenang, Anya melepaskan pelukan. Sambil tersenyum ia membujuknya untuk pulang.
"Kita pulang, yah? Semua orang khawatir, " ucapnya begitu lembut.
Bima menatap sayu wajah Anya, yang seketika ia sadar betapa mirip wajah ini dengan Bunda. Matanya berkilau, ia serasa menemukan sosok yang sudah lama ia rindukan. Sentuhannya terasa nyaman dan hangat. Bima tersenyum tipis. Ia segera bangkit berdiri dengan tenaga seadanya. Karena ia belum makan apapun sejak pagi, jadi tubuhnya terasa lemas dan lemah.
Elvaro tidak tinggal diam dan melihat. Ia dengan sigap mengambil posisi jongkok berniat menggendong anak bungsunya ini.
"Naiklah! Ayah akan menggendong mu, " ujarnya.
Seketika kenangan indah muncul dalam ingatan Bima. Ketika kecil, ia memang sering di gendong di punggung Elvaro. Bermain dan bercanda bersama Bunda. Dan hari ini momen itu seperti kembali. Bima naik ke punggung Elvaro dengan hati-hati. Walau bagaimanapun juga, kini umur Ayahnya sudah tidak muda seperti dulu. Dan ternyata walau usianya sudah tua, Elvaro masih sangat bugar dan kuat. Ia dengan mudah menggendong tubuh Bima yang sudah besar.
Langkah demi langkah Elvaro lakoni dengan hati-hati. Mencoba berjalan setenang mungkin supaya Bima nyaman. Sudah lama sekali Bima tidak merasakan kehangatan punggung Elvaro. Ia sampai terlelap tidur karenanya.
Setibanya di mobil Anya membukakan pintu mobil untuk mereka. Elvaro dengan mendudukkan tubuh Bima di kursi mobil.
"Hati-hati, " ucap Anya.
Usai menidurkan Bima di kursi mobil belakang. Elvaro menggeliat sedikit untuk menghilangkan rasa pegal di punggung nya.
"Saya baru sadar, kalau Bima sudah sebesar ini. Tubuhnya tidak seringan dulu. Atau mungkin, karena aku sudah semakin tua, " celoteh Elvaro nyengir.
Anya tersenyum. "Udah tahu, semakin tua. Jadi, jaga kesehatan, " sahut Anya sambil menepuk lengan Elvaro cukup keras.
Elvaro menatap sinis mendapatkan sindiran keras dari Anya. Tapi, ia tidak menyangkal ucapan Anya. Karena perkataannya memang benar adanya.
"Saya akan bawa mobil Bima."
"Emang kamu bisa nyetir? " tanya Elvaro meragukan kemampuannya.
"Ya elah nyetir doang mah gampang. Apa sih yang aku gak bisa, " balas Anya menyombong.
Tanpa basa-basi lagi Anya menaiki mobil Bima dan Elvaro segera menaiki mobilnya. Walau Elvaro sedikit merasa khawatir kepada Anya.
"Apa dia bisa menyetir? " gumam Elvaro.
Tapi siapa sangka ternyata Anya benar-benar bisa menyetir mobil dengan sangat baik. Elvaro mengikuti tidak jauh dibelakang Anya. Elvaro dibuat tidak berkutik dengan kemampuan menyetirnya yang luar biasa.
"Gadis ini, begitu banyak sekali kejutan. "
Elvaro tidak mau kalah, sehingga ia mengejarnya. Tidak butuh waktu lama dalam perjalanan akhirnya mereka sampai di rumah. Elvaro membangunkan Bima dalam tidurnya. Bima membuka matanya dan duduk. Ia pun turun dibantu oleh Elvaro. Kebetulan semua orang sedang berada di kamar masing-masing. Hanya Syella yang sedari tadi menunggunya di ruang tengah dengan hati yang gelisah. Syella menghela nafas lega melihat Bima pulang bersama kedua Kakaknya. Syella segera menghampiri mereka.
"Kak Bima? Kakak baik-baik saja? " Syella tiba-tiba saja menangis karena merasa bersalah.
"Kenapa menangis? " sahut Bima malah bertanya balik.
Syella memeluk Bima dengan erat. "Maafkan saya Kak Bima. Saya yang salah. "
Bima baru sadar, ternyata orang yang tidak ada hubungan darah dengannya begitu peduli dan mengkhawatirkannya. Bima melepaskan pelukan Syella dan tersenyum.
"Sudah. Aku baik-baik saja. Semua yang terjadi salahmu. Maaf sudah membuat kamu khawatir, " ujar Bima sambil menyeka air mata yang jatuh di pipinya.
"Aku mau ke kamar dan istirahat, " sambung Bima.
"Saya anterin, yah?" ujar Syella sambil memeluk lengan Bima dan membantunya berjalan.
"Saya akan membuatkan bubur untuk Bima, " tukas Anya bergegas pergi ke dapur.
Elvaro merasa sangat beruntung bisa bertemu dengan Anya dan keluarganya. Kehadiran mereka benar-benar menghangatkan rumah ini. Elvaro menyusul langkan Anya ke dapur.
"Nyonya Anya biar saya saja yang membuatnya, " ujar salah satu pelayan.
"Tidak papa, Mbak. Saya mau membuatnya sendiri dengan resep saya. Tolong jangan ganggu saya, " balas Anya.
Namun, pelayan itu merasa tidak enak membiarkan Anya memasak sendiri. Sampai Elvaro datang dan memberi isyarat kepada pelayan itu untuk pergi. Pelayan itu pun memberi hormat dan meninggalkan dapur. Anya yang sedang sibuk mengaduk bubur dalam panci terkejut karena mendapatkan pelukan dari belakang.
"Terima kasih, yah. Kamu sudah mau repot mengurus Bima. Kamu memang wanita yang luar biasa, " bisik Elvaro.
"Bukan apa-apa. Aku senang kok, bisa berguna buat orang lain, " balas Anya.
Elvaro memeluk Anya semakin erat.
"Jangan begini. Nanti dilihat orang!" Anya mencoba melepaskan pelukan Elvaro.
"Gak ada siapapun disini. Cuma ada kita berdua, " balas Elvaro.
Tanpa mereka sadari kemesraan mereka itu ternyata dilihat oleh Amira yang hendak mengambil air minum di dapur. Amira mengepal kuat kedua telapak tangannya. Ia sangat cemburu melihat Elvaro yang bersikap sangat romantis kepada Anya. Padahal selama ini ia tidak pernah melihat sisi yang begitu lembut dari Elvaro. Ia selalu bersikap tegas. Tapi kenapa ia begitu mesra dan lembut terhadap Anya? Cewek yang baru saja hadir dalam hidupnya. Memangnya seistimewa apa Anya bagi Elvaro? Pikir Anya.
[Aku terlalu lengah. Sejak kapan mereka menjadi begitu dekat dan mesra. Ini tidak bisa dibiarkan. Aku harus cepat mencari cara untuk memisahkan mereka berdua. ] Bathin Amira.