NovelToon NovelToon
Tuhan Kita Tak Merestui

Tuhan Kita Tak Merestui

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Spiritual / Cinta Terlarang / Keluarga / Cinta Murni / Trauma masa lalu
Popularitas:7.2k
Nilai: 5
Nama Author: YoshuaSatrio

Pertemuan antara Yohanes dan Silla, seorang gadis muslimah yang taat membawa keduanya pada pertemanan berbeda keyakinan.

Namun, dibalik pertemanan itu, Yohanes yakin Tuhan telah membuat satu tujuan indah. Perkenalannya dengan Sila, membawa sebuah pandangan baru terhadap hidupnya.

Bisakah pertemanan itu bertahan tanpa ada perasaan lain yang mengikuti? Akankah perbedaan keyakinan itu membuat mereka terpesona dengan keindahan perbedaan yang ada?

Tulisan bersifat hiburan universal ya, MOHON BIJAK saat membacanya✌️. Jika ada kesamaan nama tokoh, peristiwa, dan beberapa annu merupakan ketidaksengajaan yang dianggap sengaja🥴✌️.
Semoga Semua Berbahagia.
---YoshuaSatio---

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YoshuaSatrio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bukan anak durhaka.

"Aida!”

Tepat di ambang pintu, sosok yang sepertinya mendengar ucapan Bu Aida, berdiri angkuh dengan wajah memerah, sorot mata tajam dipenuhi ketidakpercayaan yang bercampur kemarahan.

“Apa yang kamu katakan tadi? Coba ulangi biar telinga ibu yang sudah tuli ini bisa jelas mendengarnya!”

“Nenek!” Silla melepaskan diri dari pelukan Bu Aida yang longgar, lalu menghambur memeluk sang nenek.

“Ibu … dia sudah bukan anak kecil lagi, sudah saatnya dia —”

Nenek Marwah tampak semakin murka, ia membulatkan mata, seraya berkacak pinggang, lalu berbicara keras seraya menunjukkan telunjuknya ke arah sang menantu. “Memang benar kamu yang mencari uang … tapi aku yang mendidiknya! Jadi jangan semena-mena mempermainkan hidup anakmu sendiri!”

“Tapi Bu ….”

“Jika kamu tak ingin anakmu membantah ucapanmu! Maka kamu juga jangan melawanku! Aku yang akan berdiri membela dia, jika dia tak merasa nyaman dengan aturan konyol itu!” Nenek Marwah masih berbicara dengan nada tinggi.

“Jadi … begitu cara ibu mendidiknya? Biar berani melawan ibu yang melahirkannya, begitu?” tanpa sadar, Bu Aida membalas ucapan sang ibu mertua dengan balasan yang sedikit menohok.

Bukan tanpa alasan, sebab Bu Aida pun merasa frustasi akan kenyataan dimana putri yang diperjuangkan nasib baiknya, menurutnya tak menghargai kerja keras yang telah dilaluinya.

Bekerja di tanah orang asing, merelakan hari-hari bersama sang buah hati, menahan rasa rindu selama tiga ratus enam puluh hari, lalu bisa bertemu hanya selama tujuh hari, setelahnya kembali dipaksa berjarak lagi. Semua perjuangan itu juga tak mudah baginya.

Bu Marwah semakin meradang dengan sahutan sinis dari mulut sang menantu.

Tak ingin ada perdebatan lagi, Silla pun akhirnya membuka suara. “Cukup!”

Silla membersihkan wajahnya dari air mata, namun belum berhasil menguasai isaknya, “Aku bukan ingin melawan Mamah … aku juga ngomong ini bukan karena Nenek, tapi aku nggak mau nikah, nggak sekarang Mah ….”

“Dengarkan keinginan anakmu, Aida! Jaman sudah berubah, jangan melampiaskan kekecewaan mu di masa lalu pada anakmu,” imbuh Nenek Marwah dengan intonasi datar, namun tetap tegas. Sepertinya ia telah berhasil meredam amarahnya.

“Ck! Dua lawan satu, aku akan tetap kalah. Kalian tidak pernah bekerja ikut orang asing, kalian tidak tahu bagaimana sulitnya … jadi ya wajar kalian bicara seperti itu,” balas Bu Aida masih dengan tatapan dan nada sinis.

“Mah … please … jangan seperti ini … aku nggak mau nikah muda. Itu aja alasanku, aku belum siap.”

“Nunggu apa? Nunggu sampai semua orang bilang kamu perawan tua?!”

“Astaghfirullah Aida! Silla belum juga dua puluh tahun … eling kamu ….” Dengan kaki yang mulai gemetar, nenek Marwah melangkah mendekati sofa, lalu duduk bergabung dengan cucu dan menantunya.

“Ibu … aku yang melahirkannya, kalau ada orang bergunjing, aku yang disebut-sebut nggak becus nyari jodoh buat anaknya nanti, bukan Ibu … jadi aku mohon ibu jangan meracuni Silla dengan cara berpikir Ibu!” bantah Bu Aida tanpa penekanan yang berarti.

“Boleh gak sih Mah, sekali aja dengerin pendapat aku, tanya apa mau aku, dari pada terus ngebandingin hidup yang aku jalanin sama hidup yang ada dipikiran mamah?” Silla menghela napas, menatap nanar pada sang ibu yang lebih menonjolkan ekspresi datar, bak seorang ibu yang mati rasa.

“Aku banyak belajar dari paman … aku enjoy dan aku gak merasa disudutkan disana ... dan Mamah tahu apa yang paling penting, paman percaya sama aku! Tapi... Sesusah itu Mamah percaya sama aku, anak mamah sendiri”

Tak biasanya Silla akan membantah ucapan sang ibu, namun ‘menikah?’ itu masih terlalu jauh dari jangkauan pikiran Silla.

"Halah, realistis aja Silla ... jaman sekarang bukan cuman harus pinter belajar, paman kamu aja gak bisa kan nyekolahin kamu … mamah tahu yang terbaik buat kamu!”

Sila terbelalak, sejenak ia mencerna ucapan sang ibu, rasanya tak percaya ibunya akan mengucapkan hal sejahat itu. "Kenapa harus Paman yang nyekolahin aku? Itu keputusan kita kan? Apa yang sebenarnya sedang Mamah pikirkan?”

“Ya … Pamanmu bersikeras minta kamu tinggal di sana, aku pikir kamu akan dapat kesempatan kuliah seperti Usna ….”

Entah apa yang merasukinya, Bu Aida terlihat begitu santai mengutarakan isi hatinya, seolah semua hal yang ia pendam selama bertahun-tahun ia luapkan hari ini semua.

Mau bagaimana lagi, Bu Aida juga hanya seorang ibu yang terus mengusahakan hal yang terbaik bagi anak-anaknya. Rasa lelah dan frustasi karena tak bisa menerima kenyataan hidup, terkadang menguras kesadarannya.

“Astaghfirullah … nyebut Mah … kok mamah mikirnya gitu sih?” Tak habis pikir memang, semua terlontar begitu saja. “Mamah selalu bilang ini dan itu yang terbaik buat aku, tapi gak pernah nanya aku nyaman atau enggak.”

Terdengar Isak pilu dari nenek Marwah yang tentu lebih terkejut mendengar ucapan demi ucapan sang menantu, namun ia memilih diam, bermaksud memberi ruang bagi Silla untuk membuktikan diri dan mengutarakan apa isi hati cucunya itu.

Silla mengatur napas, mengatur detak jantung yang mulai terasa menekan dada, aliran darahnya pun terasa semakin panas, membuatnya hampir ingin berteriak keras.

“Aku nggak pernah ingin kuliah, itu keputusanku Mah, aku —”

“Ya sudah, kalau begitu nikah saja ….” Dengan datar dan sangat enteng, Bu Aida masih bersikukuh dengan permintaannya.

Silla menggenggam erat ujung jilbabnya, menunduk dan menutup mata. “Nggak mau! Pokoknya aku nggak mau nikah sekarang!” seru Silla memberanikan diri sedikit meninggikan suaranya.

"Sila jangan terus-terusan ngejawab omongan mamah, mau jadi anak durhaka kamu? Mau jadi apa kamu hah … bisanya cuman bantah, gak nurut sama mamah, kerja di pabrik Paman kamu yang gajinya gak seberapa, kalo gitu terus masa depan kamu suram sila!”

“Sebenarnya mau Mamah apa sih? Mamah mau aku kerja, aku kerja. Mamah mau aku kasih 70% penghasilan aku, aku kasih semua ke Mamah … sekarang Mamah mau aku nikah sama laki-laki yang usia nya bahkan lebih tua dari ayah, cuman karena pengen cepet kaya kan ... Semuanya tentang uang kan mah?!”

"Oh! Ini yang kamu bilang kamu banyak belajar dari Paman kamu itu? Belajar ngelawan orang tua!”

"Mamah bilang realistis kan? Aku cuman ngomongin kenyataan kerealistisan yang Mamah sebut-sebut itu!”

“Ya! Memang nyatanya begitu, semua hal butuh uang! Tanpa uang kita bukan siapa-siapa, sadar itu Silla!”

"Kenapa sih Mah … harus selalu uang yang mamah jadiin alesan, dari aku kecil sampai sebesar ini mamah gak pernah bisa jauh dari uang, karena cuman uang yang ada di pikiran mamah kan? Gak pernah mamah mikirin aku!”

“Apa kamu bilang?! Ulangi! Mamah bilang ulangi!”

Kilatan kemarahan terlihat jelas dari sorot mata Bu Aida.

Nenek Marwah bangkit dari tempatnya duduk, berjalan sempoyongan mendekati cucu dan menantunya. “Cukup! Aku mohon kalian jangan bertengkar lagi … Silla, panggil ayahmu pulang, Nenek tak kuat lagi ….”

...****************...

Bersambung ....

1
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar●⑅⃝ᷟ◌ͩ
good job Silla 👍
〈⎳ 𝕄𝕠𝕞𝕤 𝕋ℤ
bunga bank maksudnya /Joyful/
〈⎳ 𝕄𝕠𝕞𝕤 𝕋ℤ
duuhh, lancar bener ini si abang Yo...
〈⎳ 𝕄𝕠𝕞𝕤 𝕋ℤ
tulis???
〈⎳ 𝕄𝕠𝕞𝕤 𝕋ℤ
seeek... wajah ambigu yg bagaimana, tak tanya mbah gugel dulu /Facepalm/
〈⎳ 𝕄𝕠𝕞𝕤 𝕋ℤ
masa ngajak orang pacaran gak ada lembut lembutnya, kita pacaran... elaahh apaan, itu mah maksa namanya /Facepalm/
〈⎳ 𝕄𝕠𝕞𝕤 𝕋ℤ
apa ini bunyi jangkrik?
〈⎳ 𝕄𝕠𝕞𝕤 𝕋ℤ
klo masih pacaran atau pdkt, pasti gitu ngomongnya, coba ko udah nikah... lo jalan apa ngesot sih?" /Facepalm/
_
rumput tetangga lebih ijo neon
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar●⑅⃝ᷟ◌ͩ
ga ada romantis " nya 🤫
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Kan ada pepatah ya 🤭
bilang aja cemburu 🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar●⑅⃝ᷟ◌ͩ
🤣🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar●⑅⃝ᷟ◌ͩ
setuju 👍
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar●⑅⃝ᷟ◌ͩ
☺️☺️☺️
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar●⑅⃝ᷟ◌ͩ
dua makhluk
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar●⑅⃝ᷟ◌ͩ
Untung ga kebanyakan lemak 🤪
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar●⑅⃝ᷟ◌ͩ
warna,
Ketahuan jomblonya 🤣🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar●⑅⃝ᷟ◌ͩ
masih,
Dih 🤣🤣🤣
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar●⑅⃝ᷟ◌ͩ
mengasuh 🤔🤣
𝕐𝕆𝕊ℍ𝕌𝔸ˢ: mengaduh, autokorek kk🤣🤣🤣🤣
total 1 replies
◌ᷟ⑅⃝ͩ● Marlina Bachtiar●⑅⃝ᷟ◌ͩ
nah loh,bantuin apaan tuh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!