Jacob hanyalah pria biasa. Tanpa kekuatan. Tanpa keluarga. Tanpa masa depan. Di dunia di mana kekuatan dan status menentukan segalanya, ia berada di posisi terbawah. la bekerja keras hanya untuk bertahan hidup, merawat adik perempuannya setelah orang tua mereka tiada. Namun, sekeras apa pun ia berusaha, hidup tak pernah memberinya kesempatan. Dan setelah kehilangan satu-satunya pekerjaannya, Jacob siap untuk menyerah sepenuhnya. Kemudian sesuatu yang aneh terjadi. Tepat saat ia hendak mengakhiri hidupnya, sebuah suara asing bergema di telinganya. [Selamat datang di Sistem Miliarder Hebat.] Dan untuk pertama kalinya, Jacob punya cara untuk melawan. Dari yang lemah dan bangkrut, ia akan naik ke puncak-satu koin dan satu pekerjaan pada satu waktu. Karena di dunia di mana uang dapat membeli kekuasaan, Jacob akan menjadi orang terkaya dan terkuat di dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyelamatkan
Pria tua itu bernapas terengah, masih terlihat terguncang akibat insiden yang nyaris merenggut nyawanya. Dia menatap Jacob dengan mata yang melebar. Di matanya tergambar ketidakpercayaan dan rasa syukur.
“Kau...” ucap pria itu dengan suara serak, sedikit bergetar. “Kau baru saja menyelamatkanku.”
Pria tua itu menggenggam lengan Jacob erat-erat, seakan takut untuk melepaskannya.
Jacob tersenyum tipis, sambil membersihkan debu di lengan jas pria itu. Dia membiarkannya tetap berpegangan, tahu bahwa kejadian barusan pasti masih membekas kuat dalam pikirannya.
“Tidak apa-apa, Tuan. Anda sudah aman sekarang,” katanya. “Tapi Tuan harus lebih berhati-hati lagi. Tadi anda hampir saja membuat semua orang disini terkena serangan jantung.”
Pria tua itu terkekeh lemah, masih berusaha mengatur napasnya.
“Aku rasa benar begitu, karena aku juga hampir terkena serangan jantung.” dia masih bisa bercanda meski wajahnya jelas menyiratkan kecemasan.
Jacob membiarkan pria itu menenangkan diri beberapa menit. Dia hanya diam menemani, sementara pria tua itu menarik dan menghembuskan napas berat berulang kali.
Kerumunan orang yang tadi menonton juga perlahan bubar, masing-masing kembali menjalani hidupnya seolah tak terjadi apa-apa.
Beberapa menit kemudian, pria tua itu sedikit meluruskan punggungnya. Dia menatap Jacob, ekspresinya melunak sesaat.
“Siapa namamu, anak muda?” akhirnya dia sempat bertanya.
“Namaku Jacob,” jawab Jacob singkat, sambil mengulurkan tangan untuk membantu pria itu berdiri dengan benar. “Jacob Foster.”
Pria tua itu mengangguk pelan. Wajahnya tampak benar-benar lega dan penuh rasa terima kasih.
“Terima kasih, Jacob. Terima kasih. Sungguh. Kau bahkan tidak ragu sedikitpun untuk menyelamatkanku.”
“Aku tidak memiliki banyak waktu untuk berpikir.” Jacob menghela napas. “Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan, Tuan.”
“Tidak—”
Namun percakapan mereka terpotong ketika seorang pekerja dari truk makanan memanggil nama Jacob.
“Nasi Ayam Kecap Manis untuk Jacob!”
“Ah,” Jacob menoleh ke belakang, baru ingat kalau dia tadi memesan makanan di truk itu.
“Benar... aku lupa.” dia menoleh lagi ke pria tua itu, yang kini memegang tongkatnya sambil menyeringai kecil menahan sakit.
Saat itu Jacob baru menyadari bahwa pria itu sedikit pincang pada satu kakinya.
"Sepertinya kaki Anda yang lain terluka, Tuan." Dia menunjukkannya.
“Tidak apa-apa,” jawab pria itu, meski jelas rasa tidak nyamannya terlihat dari wajahnya.
Jacob menghela napas dan menggaruk belakang kepalanya. Kekhawatirannya bertambah.
“Tunggu sebentar di sini ya, Tuan. Aku akan mengambil makanan pesananku dulu lalu kembali. Bisakah anda berdiri sendiri selama dua menit?”
“Y-Ya... tentu, Jacob.” Pria tua itu mengangguk, lalu perlahan melepaskan pegangan di lengan Jacob.
Dengan itu, Jacob memanfaatkan momen itu untuk berlari kembali ke truk makanan. Dia dengan cepat mengambil makanan pesanannya sebelum berlari kembali ke sisi pria tua itu.
“Ayo, Tuan. Aku akan mengantar anda ke rumah sakit. Hanya untuk memastikan kaki anda baik-baik saja.”
“Kau tidak perlu repot-repot seperti itu—”
“Aku harus melakukannya.” Jacob menyela, sambil tersenyum tipis. “Anda hampir tertabrak mobil. Setidaknya yang bisa kulakukan adalah memastikan kaki anda baik-baik saja. Lagi pula anda juga sendirian.”
Pria tua itu hanya bisa tertawa kecil pasrah.
“Baiklah, baiklah.” dia tidak bisa menang melawan Jacob.
Jacob membantunya masuk ke dalam taksi terdekat dan ikut bersamanya menuju rumah sakit terdekat. Saat mereka tiba, seorang perawat segera menghampiri mereka, memastikan semuanya baik-baik saja.
Perawat itu membawa mereka masuk ke ruang gawat darurat, membantu pria tua itu duduk di kursi roda meski dia sempat menolak karena merasa masih bisa berjalan.
Jacob mengikuti dari belakang, membawa tongkat milik pria tua itu di satu tangan dan kantong makanannya di tangan satunya lagi. Perutnya sudah keroncongan, tapi dia tidak tega makan.
Seorang dokter segera datang dan mulai melakukan pemeriksaan singkat.
Setelah menanyakan beberapa hal dan memeriksa kaki pria itu, dokter akhirnya berbicara dengan suara tenang.
“Hanya keseleo ringan. Untungnya tidak ada yang patah.”
Jacob menghembuskan napas lega.
“Kami akan membalutnya dan memberikan obat pereda nyeri ringan,” lanjut sang dokter. “Tapi saya sarankan anda untuk tidak berjalan terlalu jauh dulu beberapa hari ke depan. Banyak beristirahat agar tidak semakin parah.”
Pria tua itu mengangguk, meski jelas terlihat sedikit malu, tapi tetap bersyukur.
Sementara perawat membalut kaki pria tua itu, Jacob akhirnya duduk di kursi lorong rumah sakit, membiarkan tubuhnya sedikit rileks.
Dia menatap makanannya di pangkuan. Isinya sudah dingin.
“Makananku kasihan sekali...” gumamnya kecewa.
Beberapa menit kemudian, pria tua itu keluar lagi dengan kursi roda. Kakinya sudah terbalut rapi. Dia bersikeras ingin berdiri, tapi Jacob hanya mengangkat alis dan menolak.
“Kau sudah terlalu berlebihan melakukan ini, Jacob,” kata pria itu saat Jacob mendorong kursi rodanya menyusuri lorong. “Aku bisa mengurus sisanya sendiri. Akan ada yang menjemputku sebentar lagi.”
“Apakah anda yakin?” Jacob mengernyit.
“Ya. Aku yakin. Salah satu orangku akan segera datang menjemput. Kau sudah melakukan lebih banyak dari yang pantas kuterima.” Pria tua itu mengangguk meyakinkan.
Jacob menghentikan kursi rodanya tepat di lobi rumah sakit, di dekat deretan kursi tunggu dengan jendela besar yang menghadap keluar.
Pria tua itu kini terlihat jauh lebih tenang. Ekspresinya sudah lebih terkendali, meski wajahnya masih sedikit pucat. Rasa takut di matanya pun sudah hilang.
“Baiklah kalau begitu, Tuan.” Jacob akhirnya berkata, menaruh tongkat pria itu agar bersandar di sampingnya. “Tapi jangan coba-coba menyeberang sendirian lagi, ya?”
“Pesanmu sudah sangat jelas. Aku akan lebih berhati-hati. Jangan khawatir.” Pria itu terkekeh kecil.
“Jaga diri anda, Tuan.” Jacob mundur selangkah dan melambaikan tangan kecil.
“Kau juga, Jacob. Aku tidak akan melupakan ini.”
Pria tua itu menatap Jacob sampai dia menghilang di lorong. Setelah itu, dia mengeluarkan ponselnya.
Dia melakukan panggilan.
“Halo, Tuan?” suara hormat terdengar dari seberang.
“Ya, ini aku.” Ekspresi pria tua itu berubah serius.
“Minta seseorang untuk menjemputku dari Rumah Sakit Umum secepatnya.”
“Baik, Tuan. Segera,” suara di seberang menjawab penuh urgensi. “Saya akan mengirimkan mobil sekarang. Apakah semuanya baik-baik saja?”
“Aku baik-baik saja,” jawab pria tua itu tenang. “Hanya kecelakaan kecil. Tidak serius.”
“Apakah perlu saya kabari Nona Lyra tentang ini?”
“Tidak,” jawab pria itu cepat, suaranya rendah dan tegas. “Jangan beri tahu dia apa pun.”
“Dimengerti, Tuan.”
“Juga, lupakan apa yang kukatakan sebelumnya.” gumam pria tua itu, mengingat percakapan mereka sebelum hampir tertabrak truk.
“Rencana Anda untuk menyumbangkan setengah aset pada yayasan, Tuan?”
“Ya,” jawab pria tua itu lirih, sebuah senyum kecil muncul di bibirnya.
“Aku memiliki rencana lain sekarang.”