Anna dan Ananta dua gadis kembar yang sengaja di pisahkan sejak masih bayi. Setelah dewasa, keduanya tidak sengaja kembali bertemu dan sepakat untuk bertukar tempat karena merasa tidak puas dengan kehidupan mereka masing-masing.
Kehidupan keduanya bertolak belakang. Anna hidup sederhana di kota kecil, sedangkan Ananta hidup serba berkecukupan di Ibukota. Anna dicintai dengan tulus oleh Raksa, pemilik hotel tempat Anna bekerja sebagai Cleaning Service. Sedangkan Ananta sudah menikah dengan Rendra, salah pengusaha muda kaya raya. Sayangnya Ananta tidak dicintai.
Ikuti keseruan cerita mereka. Tolong jangan lompati Bab yaa.
Terima kasih sudah mampir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nittagiu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perang Di Meja Makan
Pagi yang indah. Anna mematut dirinya di depan cermin yang ada di dalam kamar tidurnya. Gadis itu tersenyum karena tak ada satu pun dress milik Ananta yang ia rasa cocok dengan tubuhnya. Dan pada akhirnya, ia tetap mengenakan pakaiannya sendiri. Celana pendek berbahan jeans dipadukan dengan kaos putih kebesaran. Tak ada makeup berlebihan di wajahnya. Hanya lipgloss serta rambut yang diikat asal-asalan.
'Aku memang tidak cocok menjadi wanita anggun yang kaya raya.' Anna tertawa sendiri lalu melangkah keluar dari dalam kamar tidur mewah itu.
"Selamat pagi, Nona." Sapa wanita paruh baya, yang kini sudah berdiri di ujung tangga. "Tuan muda sudah menunggu di meja makan untuk sarapan." Lanjutnya.
Anna tersenyum dan mengangguk. Tak ada reaksi berlebihan seperti hari-hari biasanya di wajah gadis itu. Sedangkan asisten rumah tangga yang kini tengah mengikuti Anna dari belakang, hanya menggaruk kening-nya yang tidak gatal karena perubahan sikap dari gadis yang sudah beberapa bulan ini ia layani.
Saat memasuki dapur utama, langkah kaki Anna terhenti. Ia menatap sepasang kekasih yang tak tau malu sedang mengumbar kemesraan di meja makan.
"Jika ingin bermesraan pergilah ke kamar tidur. Jangan buat aku muntah karena melihat sikap menjijikkan kalian di sini. Aku mau makan." Anna menarik salah satu kursi, lalu duduk dengan santai di sana.
Rendra menautkan keningnya. Biasanya, Ananta akan menangis dan histeris saat melihatnya membawa Melisa ke rumah utama. Dan lebih mengejutkannya lagi, Ananta terlihat seperti orang lain. Gadis itu tak mengenakan pakaian mahal yang justru terlihat begitu norak. Tak ada makeup berlebihan di wajahnya. Hanya pakaian sederhana tapi terlihat cantik dan berbeda.
"Bilang aja kamu cemburu!" Melisa melipat tangannya di dada dan menatap Ananta tidak suka.
"Sama gundik seperti dirimu? Gadis miskin yang menggantungkan kehidupannya pada laki-laki kaya yang sudah menjadi suami dari orang lain, bukanlah saingan ku. Aku anak dari pemilik perusahaan besar, dan aku bekerja. Jadi wanita yang menjual diri seperti dirimu sama sekali tidak membuat-ku cemburu." Anna menatap Melisa dengan tatapan merendahkan. Ia lalu mulai mengambil makanan untuk memulai sarapannya. "Oh iya, apa dia enggak bisa belikan kamu makanan sehingga harus menumpang makan di rumah ini?" Tanya Ananta sambil menunjuk Rendra dengan senyum yang semakin membuat Melisa kesal.
"Rendra sedang melatih aku bagaimana menjadi Nona di rumah utama." Jawab Melisa, membuat Ananta seketika terbahak.
"Kamu sedang bermimpi apa gimana? Jika ibu mertuaku tau kamu berani menginjakkan kaki di rumah ini, aku yakin besok Rendra hanya akan bisa mengunjungi makam mu." Ujar Ananta. Tangannya mengusap kedua bahu seperti orang merinding.
"Sayang... " Melisa menggandeng tangan Rendra, membuat laki-laki itu tersadar dari keterkejutan.
"Ananta, cukup!" Ucap Rendra tegas. Tapi tatapannya terlihat begitu berbeda saat melihat Ananta yang sekarang. Sedangkan gadis yang sedang menjadi pusat perhatiannya, terus melanjutkan sarapan tanpa peduli apa yang sedang terjadi di sekitarnya.
***
"Bik, aku sudah selesai. Terima kasih makanannya." Setelah beberapa waktu berlalu, Ananta beranjak dari meja makan tanpa peduli pada dua orang yang masih menyantap sarapan di meja yang sama.
"Mami akan tiba di Bandara malam nanti. Kamu bersiap, kita berdua akan datang menjemput nya." Ucap Rendra, membuat Ananta kembali berbalik mendekati meja.
"Jelas, kan? Kamu hanyalah gundik. Dan selamanya akan seperti itu. Wanita seperti mu tidak akan pernah bisa bersaing denganku, apalagi sampai menggantikan posisiku. Harusnya kamu sadar, cari laki-laki lain yang setara. Menikah dan memulai hidup yang baru." Ananta kembali melanjutkan langkah menjauh dari meja makan, sambil bersenandung riang. Puas bisa melihat wajah merah karena terhina milik Melisa.
Setelah kepergian Ananta, Melisa menangis. Ia bersandar di bahu Rendra dan terisak lirih. Bukan, bukan karena sedih karena hinaan Ananta. Tapi ia menangis karena kesal tidak bisa membuat mental Ananta ambruk seperti biasanya.
Di ruangan yang sama, tangan Rendra terus mengusap bahu Melisa yang terguncang karena menangis, tapi tatapannya terus tertuju pada pintu pembatas yang baru saja dilewati Ananta. Otaknya terus bertanya, apa yang sudah terjadi pada gadis itu sehingga mampu melakukan hal berani seperti pagi ini. Biasanya, Ananta hanya akan menangis dan pergi saat tak sanggup melihat kehadiran Melisa, tapi pagi ini, Ananta terlihat sangat berbeda. Tak ada wajah sendu, juga mata berkaca. Yang ada hanyalah tatapan kebencian dan meremehkan yang terlihat dari mata gadis itu.
"Aku akan menyuruh sopir untuk mengantar mu ke Apartemen. Aku harus ke kantor." Ujar Rendra saat melihat Melisa sudah jauh lebih baik.
"Rendra... Tolong berjuang sedikit. Jangan buat semua perjuangan ku menahan hinaan pagi ini, hanya akan menjadi sia-sia. Yakin kan mami kamu, aku juga layak mendampingi kamu." Ujar Melisa.
Rendra tidak menjawab. Karena ia tahu, perjuangan pun akan berakhir sia-sia jika sudah menyangkut ibunya dan Melisa. Entah apa yang membuat wanita yang sudah melahirkan nya itu, begitu membenci Melisa.
"Pulanglah." Bujuk nya lagi, ketika sopir yang ia perintahkan untuk mengantar Melisa sudah selesai menyiapkan mobil.
Melisa hanya mengangguk pasrah dan beranjak pergi mengikuti sopir yang akan mengantar nya kembali ke apartemen.
Setelah kepergian Melisa, Rendra pun menyudahi sarapannya dan beranjak dari meja makan. Laki-laki yang terlihat sudah rapi dengan stelan jas itu, melangkah menuju kamar utama yang saat ini ditempati Ananta. Ia ingin tahu, apa yang sudah terjadi pada istrinya itu hingga bersikap aneh sejak semalam saat ia hubungi melalui telepon. Tiba di dalam kamar, ia melangkah mendekati ranjang di mana Ananta sedang berbaring sembari memainkan ponsel. Tak ada satu kata pun yang keluar dari mulut nya. Ia hanya berdiri di sisi ranjang, sambil terus menatap lekat gadis yang sama sekali tak peduli dengan kehadirannya di dalam kamar itu.
"Malam, kan? Terus ngapain kamu masih di sini?" Anna menatap kesal laki-laki yang terus saja berdiri tanpa suara di samping ranjang tempat dirinya berbaring. "Pergi sana. Bikin bad mood aja." Anna membalik tubuhnya, berbaring membelakangi laki-laki yang terus saja berdiri membisu di samping ranjang.
"Kamu sudah punya pacar?" Tanya Rendra.
Mendengar pertanyaan Rendra, membuat bibir Anna terangkat. Gadis itu tersenyum licik dan tertawa di dalam hati. Sepertinya sikapnya pagi ini mampu membuat suami dari wanita bodoh yang ia ganti perannya ini, mulai merasa ada sesuatu yang hilang.
"Kenapa? Apa urusannya sama kamu?" Anna beranjak lalu duduk tepat di hadapan Rendra. Laki-laki yang biasanya menatap dingin, terlihat jelas sedang salah tingkah. "Apa aku enggak boleh punya kekasih seperti yang kamu lakukan selama pernikahan kita?" Gadis itu menelusuri tangan suaminya dengan jemari, membuat laki-laki yang biasanya selalu menatap jengah, terlihat bersemu.
"Jangan pacaran selama pernikahan. Kamu enggak pandai berbohong di depan Mami." Rendra berbalik, meninggalkan Anna yang langsung tertawa. Gadis cantik itu tidak lagi bisa