NovelToon NovelToon
SUAMI DADAKAN

SUAMI DADAKAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Cinta setelah menikah / Pengantin Pengganti / Pernikahan Kilat / Bercocok tanam
Popularitas:13.1k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Khanza hanya berniat mengambil cuti untuk menghadiri pernikahan sepupunya di desa. Namun, bosnya, Reza, tiba-tiba bersikeras ikut karena penasaran dengan suasana pernikahan desa. Awalnya Khanza menganggapnya hal biasa, sampai situasi berubah drastis—keluarganya justru memaksa dirinya menikah dengan Reza. Padahal Khanza sudah memiliki kekasih. Khanza meminta Yanuar untuk datang menikahinya, tetapi Yanuar tidak bisa datang.
Terjebak dalam keadaan yang tak pernah ia bayangkan, Khanza harus menerima kenyataan bahwa bos yang sering membuatnya kesal kini resmi menjadi suaminya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29

Sementara itu — di sebuah kafe mewah di Jakarta…

Devan duduk termenung sendirian di sudut ruangan, kopi di depannya sudah dingin sejak tadi. Ia terus menatap layar ponselnya, membaca ulang pesan yang dikirimkan oleh asistennya.

“Bos, saya sudah cek ke rumah sakit. Informasinya benar. Bu Khanza didiagnosis leukemia. Masih tahap awal tapi butuh kemoterapi segera.”

Devan mengepalkan tangannya dan rahangnya mengeras saat mendengar kabar tersebut.

“Leukemia, jadi itu alasan dia menghilang…”

Matanya meredup, namun bukan karena sedih melainkan karena tekad yang mendadak menguat.

“Kalau dia sakit, dia pasti butuh sandaran,” ujarnya pada dirinya sendiri.

“Dan Reza bukan tempat yang tepat.”

Ia merogoh saku jasnya, mengeluarkan kotak kecil beludru hitam.

Di dalamnya, sebuah cincin berlian berkilau.

Cincin itu sudah ia siapkan berbulan-bulan lalu bahkan jauh sebelum Khanza memutuskan kembali pada Reza.

“Tadinya aku mau kasih ini dengan cara baik-baik…” suaranya rendah, pahit.

“Tapi kalau Reza mau merebut dia dariku. Aku juga bisa main kotor.”

Ia berdiri sambil menatap keluar jendela kafe, sorot matanya tajam.

“Aku akan bawa dia pergi. Dengan atau tanpa izin siapapun.”

Devan mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.

“Suruh orang kita pantau gerakannya Reza. Aku harus tahu kapan mereka menikah ulang.”

Ia berhenti sejenak, lalu menambahkan dengan dingin,

“Kalau perlu, buat mereka gagal menikah.” ucap Devan dengan senyum licik muncul di sudut bibirnya.

“Khanza akan jadi milikku. Aku akan menikahinya bukan karena kasihan, tapi karena aku yang paling pantas berdiri di sampingnya.”

Devan segera bangkit dan menuju ke Bandara Ngurah Rai.

Sesampainya di bandara ia segera naik pesawat dan tak berselang lama pesawat mulai lepas landas menuju ke Bali.

Sementara itu di tempat lain dimana Reza sedang berada di ruang dokter, membicarakan rencana perawatan Khanza dengan wajah tegang.

Dokter mengatakan agar Khanza secepatnya melakukan kemoterapi.

"Apakah saya bisa melakukan kemoterapi nya di negara lain?" tanya Reza.

Dokter yang mendengarnya langsung menganggukkan kepalanya dan memperbolehkan Reza untuk membawa Khanza ke rumah sakit lain yang lebih canggih.

"Saya akan memberikan surat rujukan nya." ucap Dokter.

Dokter meminta Reza untuk keluar terlebih dahulu.

Reza bangkit dari duduknya dan kembali ke ruangan perawatan.

Ia melihat Khanza yang masih tertidur pulas di samping Mama yang sedang membacakan dongeng.

"Besok, kita akan membawa Khanza ke Kanada untuk penyembuhannya." ucap Reza sambil menggenggam tangan istrinya.

Mama mengangguk kecil dan meminta Reza untuk menjaga Khanza disana.

"Ma, besok pagi aku ingin menikahi Khanza sebelah kita berangkat ke Kanada."

"Za, biar Mama yang menyiapkan semuanya." ujar Mama yang kemudian bangkit dari duduknya sambil membawa tasnya.

Reza memberikan mama black card untuk belanja perlengkapan pernikahan Khanza.

Mama keluar dari ruang perawatan dan menuju ke Mall.

Reza duduk di samping ranjang, menggenggam tangan Khanza erat-erat.

Suasana kamar perawatan redup, hanya diterangi lampu tidur berwarna kekuningan.

Khanza masih tertidur lemah, napasnya teratur. Sesekali wajahnya meringis dalam mimpi, membuat Reza mengusap lembut keningnya.

“Aku janji besok kamu sah jadi istriku lagi.” bisiknya lirih.

Tok.... tok.....m

Pintu diketuk pelan.

Seorang perawat masuk sambil membawa map berwarna biru.

“Pak Reza, ini laporan hasil lab terbaru Bu Khanza. Dokter minta Anda ke ruangannya sebentar untuk tanda tangan persetujuan.”

Reza mengangguk cepat dan berdiri, membetulkan selimut Khanza, lalu menatap perawat itu dengan serius.

“Tolong jaga istri saya. Jangan biarkan siapapun masuk selain Mama atau dokter.”

Perawat itu hanya mengangguk patuh.

Reza mengecup puncak kepala Khanza sebelum pergi.

Begitu pintu tertutup perawat itu tersenyum miring.

Ia berjalan ke arah jendela lalu membukanya perlahan.

Sesosok pria bertubuh tegap melompat masuk dengan cekatan dari balkon lantai dua.

Ia mengenakan hoodie hitam dan masker, menyembunyikan sebagian besar wajahnya. Namun sorot matanya tajam dan penuh obsesi.

“Dia udah pergi,” bisik sang perawat yang ternyata anak buah Devan.

Devan mendekati ranjang Khanza perlahan, menatap wajah wanita itu lama seolah menahan emosi yang bergolak.

Perlahan, ia membuka maskernya.

“Sayang…” ucapnya hampir tanpa suara, jemarinya menyentuh pipi Khanza yang dingin.

“Akhirnya, aku bisa lihat kamu dari dekat lagi.”

Ia mengeluarkan suntikan kecil dari saku jaketnya.

“Obat penenang dosis ringan, kan? Nggak bahaya?”

“Aku nggak bodoh. Aku nggak mau dia sakit karena ini. Aku cuma butuh dia diam.”

Dengan tangan terampil, ia menyuntikkan cairan itu ke selang infus Khanza.

Beberapa detik kemudian, napas Khanza semakin pelan, tubuhnya benar-benar lemas.

Devan lalu membungkuk, mengangkat tubuh Khanza dengan hati-hati ke dalam gendongannya.

“Mulai sekarang, kamu aman bersamaku.” bisiknya sambil menatap wajahnya lembut, namun tatapannya jelas bukan cinta biasa. Itu kepemilikan.

Di koridor luar rumah sakit, Reza baru berjalan kembali bersama dokter, wajahnya lega setelah menandatangani surat.

JLEB!

Pintu ruang perawatan sedikit terbuka.

Reza mempercepat langkahnya.

“Za?”

Tidak ada jawaban dari Khanza yang ia kira ada di kamar mandi.

Reza mendorong pintu perlahan dan melihat ranjang tertata rapi.

Selimut terlipat dan tidak ada Khanza. Tidak ada Mama. Bahkan tidak ada perawat tadi.

Reza membeku beberapa detik. Nafasnya tercekat.

“KHANZAAAAA!!!”

Jeritan Reza menggema di seluruh koridor rumah sakit, membuat beberapa pasien dan keluarga pasien lainnya keluar melihat.

Dokter yang ada di belakangnya langsung ikut masuk ke dalam ruangan.

“Pak Reza, ada apa?

“KHANZA NGGAK ADA, DOK!” Reza membalikkan tubuhnya dengan napas memburu. “Dia hilang!”

Reza menendang kursi hingga terjungkal, matanya liar mencari ke seluruh sudut ruangan kamar mandi, balik tirai, bahkan kolong ranjang.

Seketika itu pula Reza berlari keluar ruangan seperti orang gila.

“KANZAAAA!!!”

Suasananya kacau. Ia berlari menyusuri lorong sambil membuka satu per satu pintu ruangan lain, berharap menemukan istrinya dipindahkan ke tempat lain.

Tiba-tiba, Reza berhenti mendadak. Matanya membelalak saat melihat ada kamera CCTV.

Tanpa pikir panjang, ia langsung berlari menuju ruang keamanan rumah sakit.

“PAK! TOLONG BUKA REKAMAN CCTV LANTAI TIGA, KAMAR 307! SEKARANG!”

Petugas keamanan sempat ragu melihat Reza yang begitu emosional.

“Saya minta tolong, ini masalah nyawa calon istri saya!” suara Reza pecah.

“Tolong!”

Petugas akhirnya menggeser rekaman.

Dan saat mereka mempercepat playback…

Terlihat seorang pria bertopeng dan bersweater hitam menggendong Khanza keluar lewat jendela darurat balkon.

Reza menegang. Napasnya berhenti.

“Astaghfirullah…”, gumamnya pelan.

Namun di detik berikutnya amukan Reza meledak.

BRAK!

Ia menghantam meja kontrol hingga monitor hampir jatuh.

“DEVAANNN!!!”

Sementara itu, di Bandara Ngurah Rai dimana Devan berjalan cepat menuju private jet yang sudah menunggu di landasan.

Khanza terbaring lemah di pelukannya, tertutup selimut tebal dengan masker oksigen di wajahnya.

“Sudah aman?” tanya salah satu anak buahnya.

“Tiket dan dokumen medis semuanya sudah diurus atas nama dokter tamu internasional. Tidak ada yang akan curiga.”

“Kita ke mana, Bos?”

Devan menarik napas, menatap wajah Khanza yang damai dalam pingsan. Senyum miring muncul di bibirnya.

“Swiss. Rumah Sakit Schulthess Klinik. Pengobatan terbaik di dunia.”

Ia menatap Khanza lembut namun penuh obsesi.

“Kalau Reza mau bawa kamu ke Kanada, biar saja. Tapi aku akan bawa kamu lebih jauh lagi dari kamu.”

Ia menunduk, mengecup kening Khanza yang dingin.

“…tapi buat jadi istriku di sana.”

Kembali ke rumah sakit dimana Reza berlari keluar dari ruangan keamanan, langsung menelepon seseorang.

“HELLO!? LAMAL ! SIAPKAN HELIKOPTER! SEKARANG! AKU MAU KAMU SIAP DALAM 10 MENIT!”

“Baik, Pak!”

Reza terus berlari, melewati dokter, pasien, bahkan satpam yang mencoba menenangkannya.

Namun tidak ada yang bisa menghentikannya sekarang.

1
Dwi Estuning
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!