NovelToon NovelToon
Ibuku Adalah Surgaku

Ibuku Adalah Surgaku

Status: sedang berlangsung
Genre:Matabatin
Popularitas:601
Nilai: 5
Nama Author: Rosida0161

Bagi seorang ibu selama khayat di kandung badan kasih sayang pada anak tak akan hilang. Nyawa pun taruhannya, namu demi keselamatan sang anak Suryani menahan rindu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosida0161, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bobor Kelor Kesukaan Anakku

Suryani bukan hanya diterima bekerja karena butuh tambahan tenaga dalam rangka menyambut pernikahan Dila dengan Adi Setia Alam, tapi untuk seterusnya.

'Bi Yani katanya bisa urut badan, ya, " nyonya Sugandi menatap Suryani 

Pasti bocoran dari ibu sipir penjara, bisik hati Suryani yang memang sering dimintai untuk mengurut perempuan itu. Bahkan juga mengurut teman temannya di dalam sel.

"Ya hanya sekedar menggerakkan tangan saja, Nyonya," sahut Suryani 

"Ya sudah Bik Yani boleh tinggal di rumah kami, nanti tugas dan kamar tidur tanya sama Mak Minah," ujar Nyonya Sugandi memberitahu, "Oke," 

"Terima kasih Nyonya," betapa bahagia hati Suryani karena mendapat pekerjaan tetap dan tempat tinggal.

Jika Yanti bertugas untuk membersihkan ruangan dalam rumah termasuk dapur, lalu Sri bertanggung jawab untuk urusan cucian dan seterika pakaian harian pemilik rumah yang tidak dilaundry, dan untuk urusan pertamanan Ujang orang yang bertanggung jawab. Sedangkan tugas Mak Minah selain koordinator para pelayan, juga memilih menu masakan keluarga sang majikan.

"Lalu tugas saya apa, ya, Mak Minah?" Suryani ingin segera melakukan tugas hariannya.

"Saya panggil Bik Yani saja, ya?" Mak Minah menatap Suryani.

"Ya," angguk Suryani.

"Nah tugas Bik Yani adalah memasak makanan keluarga Nyonya, saya ini sudah tua sudah lima puluh tahun lebih suka lupa garam dan kadang juga suka lambat masaknya, maklum sudah mau enam puluh tahun,'

Suryani mengangguk, "Mari kita mulai," ajaknya bersemangat.

"Non Dila mau menjamu calon suaminya. Tuan muda Adi kesukaannya makan sayur kelor,"

"Sayur bobor kelor?!" Berdebar dada Suryani. Sayur jenis itu kesukaan Adinya.

"Saya ini kurang jago memasak, " ujar Mak Minah."Terkadang nyonya beli dan pesan dari restaurant untuk tambahan lauk makan,"

Suryani hanyut oleh lamunannya sendiri. Sayur bobor kelor telah membawanya pada sosok Adi kecilnya dulu.

Srup

Srup

Adi menghirup sisa air bobor kelor dari piring makannya.

"Segar, Bu," mata Adi kecil mengerjab, bibirnya berdesis menandakan memang nikmat bobor kelor kesukaannya itu.

"Nah untuk mengimbangi Tuan muda Adi Non juga mulai ikut ikutan menyukai sayur bobor kelor,"

cerita Mak Minah.

"Sayur murah meriah yang bernama kelor itu, dan sepertinya tak semua orang suka akan sayur kelor," ujar Suryani, "Tapi sebenarnya segar dan nikmat,"

"Banyak tak sukanya malah," sambung Mak Minah, "Bahkan Nyonya saja sampai terheran heran melihat sayur kelor kesukaan Tuan muda Adi."

"Ya kesukaan orang lain-lain, tapi bagi yang suka memang segar, asal kita bisa mengolahnya."Berbinar raut muka Suryani karena pembicaraan karena berbicara sayur kelor kesukaan Adi kecilnya dulu.

"Justru saya tak pandai membuat sayur kelor dibobor, Bik Yani." Mak Minah mengakui.

"Sayur bobor kelor sangat sederhana. Hanya bawang merah dan bawang putih, kencur, itu saja, pengolahannya ditambah santan," cerita Suryani menggebu Gebu, "Tapi bisa juga disayur bening. Kencur diganti kunci, tanpa santan,"

"Wah fasih sekali Bik Yani ini soal sayur kelor,"

"Itu sayur favorit kami dulu. Kesukaan anak saya," saat menyebut kata 'anak saya' ada nyeri bagai disayat pisau. Tapi sebisa mungkin perempuan itu menahan luka berdarah di ulu hatinya.

"Oh anaknya berapa, Bik?" 

"Satu,"

"Sudah umur berapa anaknya, laki laki apa perempuan?' 

Pertanyaan Mak Minah sebenarnya lumrah dan umum. Namun karena Suryani menyimpan kenangan lara dan rahasia tentang apa yang dilakukan Adinya dulu, pertanyaan itu telah membuatnya salah tingkah dan hampir membuatnya menangis..

Namun ia tak mau membuat perempuan yang kini merupakan atasannya itu, heran atas sikapnya, maka segera mengenyampingkan urusan pribadinya.

"Satu, Mak, laki laki,"

"Satu, saya mah ada dua. Laki sama perempuan. Sudah berkeluarga dan punya anak. Tapi tinggal di kampung. Yang perempuan membuka usaha sembakau, dan yang laki jadi guru. Mereka sih maunya saya sudah tidak kerja lagi, tapi saya masih diperlukan di sini," cerita Mak Minah tentang anak anaknya tanpa diminta,"Lumayan bisa mengirim jajan untuk cucu,"

"Alhamdulillah sudah pada mandiri ya, Mak," 

"Ya, itulah hasil kerja keras ibunya mengabdi di sini. Habis bapaknya sudah nggak ada, ya, emaknya yang berusaha membuat anak anak bisa sekolah dan hidup tak kekurangan,"

"Ya namanya ibu, ya, Mak," timpal Suryani sambil memisahkan daun kelor dari batangnya dengan telaten.

"Bik Yani anaknya Sudah kerja apa sudah kawin?"

Suryani tertegun. Adinya kini sudah menikah atau bekerja?

'Anak saya ikut pakdenya bekerja di Kalimantan," meluncur begitu saja jawaban itu dari mulut Suryani.

"Syukurlah, jadi Bik Yani kerja di sini tinggal ngumpuli uang untuk biaya anak nikah," 

"Ya, Mak,"

Selanjutnya kedua perempuan itu sibuk dengan masakannya.

Suryani fokus pada sayur bobor kelornya serta goreng tempe dan ikan gurame, serta sambel. Sedangkan Mak Minah lebur dalam olahan ayam panggang dan sambel goreng kentang, serta sayur lodeh.

"Di sini masakan hari-hari secara masakan khas Indonesia. Kalau yang aneh aneh namanya kayak Shabu-Shabu sama masakan lainnya, Nyonya dan Tuan Besar sering beli dari luar, atau makan di luar." Cerita Mak Minah.

"Oh begitu," sahut Suryani yang sudah menyelesaikan sayur bobor kelornya. Sehingga aroma kencur menyeruak dari kelor olahannya.

"Ya, si Non Dila juga mintanya nggak aneh aneh, cuma kalau Non Nila datang sama suami serta anaknya pasti saya menyiapkan makan kesukaan mereka,"

"Siapa Non Nila, Mak,"

"Kakaknya Non Dila, anak sulung Tuan dan Nyonya Sugandi,"

"Oh," angguk Suryani.

"Mereka tinggal di rumah sendiri," cerita Mak Minah, "Non  Nila suka mesen masakan kesukaannya sate, soto atau macam macamlah, kalau non Dila, sih nggak rewel apa yang disajikan mamanya dimakan,"

"Anak beda beda memang kadang, Mak," 

"Ya begitulah. Sikapnya juga beda. Non Dila walau anak orang kaya tak seheboh kakaknya yang glamor,"

"Begitu ya, Mak,"

"Ya, makanya jangan kaget Non Nila agak rewel, tapi Non Dila lembut dan kalem, sepertinya berjodoh dengan Tuan muda Adi, tunangannya juga kalem,"

"Semoga nanti jodohnya panjang, ya, Mak," seru Suryani.

"Aamiin," sambut Mak Minah.

                                  *

Adi tertegun saat menikmati sayur bobor kelor. Sudah dua kali ia makan sayur bobor di rumah calon istrinya. Dan ini yang ketiga kali. Tapi yang ini rasanya mantap dan  tak aneh di lidahnya. Khas masakan bobor ibunya dulu.

Seketika perasaan dan pikirannya melayang pada ibunya yang kini entah dimana.

Ia hanya ingat jika ia tak boleh mengaku pada siapa pun jika ibunya bernama Suryani dan peristiwa berdarah itu.

"Di, kok jadi bengong, sih?" Dila menatap calon suaminya yang tampak seperti melamun itu.

"Oh nggak apa apa, sayur kelor ini ..." Adi menyendok sayur kelor dari piringnya.

"Kenapa nggak enak,nya, maklum Mak Minah kan udah tua, lagian dia suka kurang garam masakannya," seru Dila tentang asisten rumah tangga yang sudah dua puluh tahun mengabdi di rumahnya 

"Justru ini bobor kelornya mantap dan Rasanya pas di lidahku,"

"Oh ya?" Dan Dila yang mulai belajar menyukai sayur kesukaan calon suaminya ini, langsung mencicipinya, "Oh ya ya, wah Mak Minah boleh juga nih, ada kemajuan, nggak anyeb kayak yang Minggu lalu," ujarnya tentang Mak Minah yang agak trauma membubuhkan garam ke masakannya, karena pernah membuat masakan yang teramat Asin dulu.

 Ceritanya Mak Minah  tanpa sengaja memberi garam berulangkali ke masakannya. Maka sejak itu selalu was was kalau membubuhkan garam di masakannya.

"Ini seperti masakan bobor ibuku ..." Adi terdiam ingat akan ibunya.

Perpisahan dua puluh tahun lalu. Peristiwa pertumpahan darah. Dan pesan ibunya.

"Jangan sebut nama Ibu pada siapa pun, jangan bilang Adi anaknya Ibu Suryani, ya,"

"Ibu,"

"Adi harus nurut sama pesan Ibu, ya kalau sayang sama Ibu,"

"Adi sayang ibu," angguk Adi dengan air mata berlinang.

 Lalu ibunya mencium untuk terakhir kalinya ubun ubunnya waktu itu. 

"Ibuku ..." Batinnya.

Bersambung

 

1
Marifatul Marifatul
🤔🤔🤔
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!