Arumi Bahira, seorang single mom dengan segala kesederhanaannya, semenjak berpisah dengan suaminya, dia harus bekerja banting tulang untuk membiayai hidup putrinya. Arumi memiliki butik, dan sering mendapatkan pesanan dari para pelanggannya.
Kedatangannya ke rumah keluarga Danendra, membuat dirinya di pertemukan dengan sosok anak kecil, yang meminta dirinya untuk menjadi ibunya.
"Aunty cangat cantik, mau nda jadi mama Lion? Papa Lion duda lho" ujar Rion menggemaskan.
"Eh"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 18
Saat semua sudah menghabiskan hidangan, suasana di ruang makan Danendra berubah menjadi lebih serius. Jason, dengan langkah pasti, memimpin anggota keluarga lain menuju ke ruang keluarga yang sudah disiapkan dengan beberapa kursi menghadap perapian. Duduk di kursi utama, Julia tampak mengamati satu per satu wajah anggota keluarganya sebelum akhirnya memecah keheningan.
"Kamu sudah membawa Arumi ke makam Clara belum Al?" suaranya lembut namun terdengar tegas.
Alvaro, yang duduk di sebelah Arumi, mengangguk sambil memberikan jawaban, "Tadi sore aku sudah mengajaknya, Mom. Aku juga sudah memberitahu dia tentang mendiang ibu Naka." Julia menghela napas lega, matanya kemudian beralih kepada Arumi yang tampak canggung dengan situasi tersebut.
"Baguslah kalau begitu, Mommy harap kamu secepatnya bisa melupakan Clara, dan mencoba membuka hati untuk Arumi" ucapnya sambil tersenyum penuh harap kepada Alvaro
Alvaro memandang Arumi dengan tatapan yang sulit diartikan, seakan ada rasa bersalah yang mendalam. Sementara Arumi hanya bisa tersenyum tipis, matanya berusaha keras untuk tidak menunjukkan kegugupan yang ia rasakan.
Malam itu, ruang keluarga Danendra dipenuhi dengan berbagai emosi yang tersembunyi di balik percakapan ringan mereka, masing-masing dengan harapan dan kekhawatiran tentang masa depan yang akan mereka hadapi bersama.
"Bagaimana dengan mantan suamimu, Rum? Kamu sudah memberitahu tentang pernikahanmu yang baru?" tanya Julia penasaran. Pasalnya semenjak Arumi menjadi menantunya, belum pernah sekalipun melihat ayah kandung Bella menjenguk putrinya itu.
Arumi tersenyum kecut, dia tidak tahu harus menjawab apa. Membahas mantan suaminya sama saja membuka luka lama yang sudah beratahun-tahun ia simpan.
"Kalau merasa belum siap, tidak usah di jawab" ucap Alvaro yang mengetahui keadaan istrinya.
Arumi menggelengkan kepalanya, seburuk apapun masa lalunya, ibu mertuanya itu berhak tahu, agar kedepannya tidak menimbulkan salah paham.
"Bella tidak pernah di akui oleh ayah kandungnya mom, makanya sampai sekarang dia tidak pernah menjenguk Bella. Aku juga tidak ada niatan untuk memberitahu dia tentang pernikahanku dengan mas Al" jelas Arumi terbata-bata, mencoba menahan emosi.
Alvaro meraih tangan Arumi, memberikan dukungan. Ia tahu betapa sulitnya bagi istrinya itu untuk mengungkapkan kenyataan
Mata Julia melebar, terkejut, sebelum akhirnya wajahnya menunjukkan rasa simpati. "Mengapa tidak pernah kau ceritakan sebelumnya?" tanya Julia dengan suara yang bergetar, mencoba menyembunyikan kekecewaannya.
Arumi menghela napas, "Maaf mom, karena bagiku itu hanya masa lalu. Aku ingin dia tumbuh dengan rasa cinta yang utuh dari kita semua, tanpa terbebani oleh orang yang tidak pernah menginginkannya."
Suasana menjadi hening, hanya suara decitan kursi dan gesekan piring yang sesekali terdengar.
Arumi merasakan beban di hatinya sedikit terangkat, berharap pengakuan ini bisa membuka lembaran baru dalam hubungan mereka sebagai sebuah keluarga.
Tanpa mereka sadari sejak tadi Shaka mendengarkan obrolan mereka. Dia yang sudah menginjak usia tiga belas tahun sedikitnya tahu apa yang mereka obrolkan.
Shaka turun dari tempat duduknya dan mendekati Bella yang sedang memainkan mainannya bersama Naka. Ia mengangkat tubuh Bella dan mendudukannya di atas pangkuannya. Membuat gadis kecil itu kaget merasakan tubuhnya yanh tiba-tiba melayang.
"Kaget Bella" ucapnya sambil mengusap dadanya, Shaka terkekeh sambil mengecup pipi pipi gadis kecil itu.
Naka menatap sinis kakak serta saudara tirinya itu.
"Dahlah, mau ganti kakak balu aja Naka. Kak Chaka cuma cayang cama pintu tapi nda cayang cama Naka" ucap Naka.
"BELLA, DI BILANGNYA BELLA KENAPA PANGGILNA PINTU TELUS CIH. NANGKA BUCUK INI NDA NGELTI-NGELTI DACAL" pekik Bella tidak terima dengan panggilan Naka.
"KENAPA? NDA TELIMA? KAMU JUGA PANGGIL AKU NANGKA BUCUK BUKAN NAKA CIH" balas Naka tidak mau ngalah.
"Kamu duluan yang mulai ejek-ejek Bella" ucap Bella tidak mau di salahkan.
"Kamu" Naka pun sama tidak mau mengalah.
Semua orang tua yang ada di ruangan itu pun hanya bisa menghela nafas panjang. Keributan mereka sering membuat mereka pusing, tetapi jika tidak ada keributan mereka merasa ada yang kurang.
"Ayo kita tidur aja, tidak usah ladenin Naka" lerai Shaka sambil berdiri menggendong Bella.
"Shaka, mau di bawa kemana adiknya?" tanya Alvaro.
"Tidurlah, ini kan sudah malam" jawab Alvaro tanpa menghentikan langkahnya.
Alvaro beranjak dari tempat duduknya, dan berjalan cepat menyusul putranya.
"Bawa sini, biar Bella tidur di kamar om" pinta Alvaro sambil meraih Bella dari tangan keponakannya.
"Biar Bella tidur di kamar ku om, om kan sudah ada aunty Arumi lho" seru Shaka, ia merasa omnya serakah.
"Tapi om mau tidur sama Bella anak om" kekeuh Alvaro tidak mau mengalah.
Bella yang di perebutkan hanya bisa pasrah di gendongan papanya.
Sejak dulu Alvaro menginginkan anak perempuan. Namun, sebelum dia memilikinya sang istri sudah pergi lebih dulu meninggalkan dunia ini.
Begitu juga Shaka, dengan adanya Bella dia merasa hidupnya tidak sepi lagi seperti dulu. Dia sayang sama Naka, namun kehadiran Bella sedikit berbeda.
"BELANTEM TELUS BELANTEM. INI KAN MACIH ADA NAKA LHO. MEMANGNA TIDAK ADA YANG MAU TIDUL DENGAN NAKA? BIKIN EMOCI AJA CEMUA" teriak Naka kesal.
"TIDAK!" ucap Alvaro dan Shaka secara bersamaan.
"Memangnya kenapa? Naka juga manucia bukan toping bumi" kesal Naka mendengar jawaban mereka.
Arumi menghela nafas sabar, melihat putrinya menjadi bahan rebutan antara suami dan juga putra sambungnya.
"Biar adil, Bella tidur di kamar sendiri saja" ucap Arumi.
"Tuh dengal, Bella mau tidul di kamal Bella kacihan kamal Bella nda pelnah di tidulin" timpal Bella dengan tatapan memelas.
Perlahan Arumi mendekati mereka, dan mengambil Bella dari gendongan suaminya. Kemudian dia menoleh ke arah Naka "Ayo, Naka juga tidur" ajak Arumi
"Baik mama" jawab Naka.
Sebelum mengikuti Arumi, dia dan Bella lebih dulu memunguti mainannya, dan meletakkannya di sebuah box penyimpanan mainan.
Setelah selesai, Naka dan Bella menggandeng lengan Arumi, dan berjalan beriringan menuju ke kamarnya. Alvaro dan Shaka hanya bisa pasrah melihat punggung mereka yang kian menjauh.
"Kamu ini seperti anak kecil saja Al, kasihan juga Bella di perebutkan seperti itu, untung anaknya tidak nangis. Apalagi Naka, jangan sampai dia merasa tersisihkan oleh kalian" tegur Jason melihat tingkah dua pria berbeda usia itu.
"Dia sangat menggemaskan opa, aku suka mendengar celotehan dia" ucap Shaka.
"Pulang sekolah tadi kan kamu sudah bermain dengan Bella, tidak ada salahnya kamu ajak Naka tidur dengan mu" ucap Jason
"Tidak mau, dia rusuh kalau tidur. Kepalanya dimana kakinya dimana" tolak Shaka mengingat adiknya kalau tidur seperti gangsing, menguasai tempat tidur.
Jason tertawa kecil, mengingat dia pernah tidur dengan cucunya itu. Tapi berbeda dengan Alvaro.
"Alasan saja kamu, dia anteng kok kalau tidur" dia sudah pernah melihat cara tidur Naka dan berbeda dengan apa yang di katakan oleh putra sulungnya itu. Naka begitu anteng dalam pelukan Arumi.
"Memangnya om pernah tidur sama Naka?" tanya Shaka, karena setahu dia omnya itu tidak pernah tidur dengan Naka kecuali saat bayi dulu.
"Pernah lah, kemarin kan dia tidur di kamar om kok sama Amora" seru Alvaro"Tapi dia di peluk mamanya" imbuhnya.
"Pantas saja dia anteng. Orang di peluk, coba saja di lepas" pekik Shaka
seharusnya ganti tanya Arumi
bagaimana servisku jg lbh enakan mana sm clara wkwkwk
Alvaro menyesal menghianati clara
kok minta jatah lagi sama arumi
itu mah suka al