Terjebak dalam sebuah pernikahan yang tidak pernah dia impikan membuat kehidupan Anik Saraswati menjadi rumit.
Pernikahannya dengan seorang dokter tampan yang bernama Langit Biru Prabaswara adalah sebuah keterpaksaan.
Anik yang terpaksa menjadi mempelai wanita dan Dokter Langit pun tak ada pilihan lain, kecuali menerima pengasuh putrinya untuk menjadi mempelai wanita untuknya membuat pernikahan sebuah masalah.
Pernikahan yang terpaksa mereka jalani membuat keduanya tersiksa. Hingga akhirnya keduanya memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka.
Jika ingin membaca latar belakang tokoh bisa mampir di Hasrat Cinta Alexander. Novel ini adalah sekuel dari Hasrat Cinta Alexander
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kirana Putri761, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesta
Langit memasuki kamar sepulang dari rumah sakit. Pukul sebelas malam, lelaki itu melirik jam yang kini dilepas dari pergelangan tangan dan meletakkannya di atas nakas.
Sekilas sudut matanya melirik sosok yang sempat bersitegang dengannya kemarin malam. Bahkan, saat ini mereka belum ada obrolan untuk memperbaiki keadaan.
Pria itu menahan sejenak lirikan matanya untuk menelisik lebih dalam pahatan wajah wanita yang kini menjadi istrinya. Tapi, ada yang menarik perhatian lelaki itu, hingga Langit sedikit menundukkan tubuh tingginya ke arah Anik.
Dahi Anik terlihat lembab oleh keringat dan ada sebuah gerak berkedut berkali-kali di kedua pelipisnya.
"Apa dia bermimpi buruk?" gumam Langit kemudian mencoba mengusap keringat di dahi Anik.
"Jangan...!" teriak Anik tersentak kaget. Tangannya reflek menghalau kasar tangan Langit yang mengusap keringat di dahinya.
"Kamu kenapa?" tanya Langit.
"Aku tidak apa-apa." jawab Anik berusaha mengendalikan diri. Nafasnya masih terdengar memburu.
Gadis itu kemudian menyibak selimut dan berlari ke kamar mandi tanpa peduli tatapan Langit yang syarat penuh tanya.
Anik membasuh wajah, mencoba menyadarkan gejolak yang ada dalam batinnya. Kemudian, dia pun menatap pantulan diri dalam cermin.
Terdengar helaan nafas panjang, rasa sesak seolah menghimpit rongga dadanya. Anik terus saja menatap bayangan dirinya dari pantulan cermin. Mimpi buruk itu kembali hadir setelah sekian lama tak lagi menganggu tidurnya.
"Tok...tok...kamu baik-baik saja, kan?" Terdengar suara ketukan pintu dari luar , disusul kalimat bariton membuat Anik Muali kembali tersadar.
"Iya, aku baik-baik saja!" jawab Anik yang ada di dalam kamar mandi. Gadis itu pun langsung mengusap air mata dan berusaha menyamarkan mata yang memerah karena tangis.
Dengan langkah yang dibuat sebiasa mungkin, Anik membuka pintu kamar mandi. Dan Langit kini berdiri di depannya dengan tatapan penuh selidik.
"Aku akan menyiapkan teh hangat buat Mas Langit." ujar Anik dengan menundukkan wajah. Dia akan berusaha menjadi istri yang baik, apapun tanggapan Langit dengan pernikahan ini.
"Oh ya, apa Mas Langit sudah makan malam?" tanya Anik sambil berjalan menghampiri ponsel yang tergeletak di atas tempat tidur dan meletakkannya di atas nakas. Dia masih berusaha mengalihkan segala bentuk kecemasan dalam hatinya.
"Aku bisa menyiapkan makan malam sendiri." jawab Langit kembali dengan wajah dingin. Dia masih langit yang sama jika pun dia sempat mempedulikan keadaan Anik, itu seperti reflek karena jiwanya sebagai dokter.
"Istirahatlah!" lanjut Langit. Meskipun suaranya masih terdengar dingin tapi tatapannya masih menyisakan rasa peduli untuk wanita bertubuh mungil itu.
Tak ingin menjawab Lagi, Anik keluar dari kamar dan menuruni tangga menuju dapur. Entah, suka atau tidak dia akan menyiapkan teh hangat dan makan malam untuk suaminya.
Setelah mandi dan berganti pakaian, Langit menuruni tangga. Langkahnya terlihat pelan, sambil memperhatikan istrinya yang sedang menyiapkan teh hangat dan beberapa makanan di atas meja.
"Besok malam kita diundang ke acara temanku. Aku harap kamu tidak malu-maluin." ujar Langit, sambil duduk dan kemudian menyesap secangkir teh hangat yang sudah siap.
"Kenapa tidak datang sendiri jika malu membawaku, Mas?" gumam Anik dalam hati.
Pertanyaan itu yang ada dalam pikirannya. Namun dia tidak mampu untuk mengatakannya karena tidak ingin memicu kemarahan pria yang kini duduk menikmati makan malamnya.
###
Malam itu pesta pertunangan teman kerja Langit. Anik keluar dari mobil, wanita dengan gaun berwarna biru navy itu terlihat berbeda dari biasanya. Tampilnya begitu menawan dengan rambut yang dibiarkan tergerai membuat Anik terlihat sangat cantik.
Dress berbahan sifon sepanjang bawah lutut dan model lengan yang menggelembung membuat wanita itu terkesan sangat anggun. Apalagi tambahan batu swarovski dengan warna senada memberi kesan elegan pada tampilan simple wanita yang kini menjadi pusat perhatian.
Semua yang melekat di badan Anik itu memang atas saran Mayang dan bantuan Nata. Keduanya sengaja memaksimalkan tampilan Anik agar bisa membaur dengan teman-teman Langit.
Anik terlihat kewalahan menyamai langkah Langit. Ada beberapa orang yang menatap kagum wanita berwajah manis itu, tapi ada juga yang melihat sinis, apalagi tahu latar belakang hubungan langit dan status Anik.
"Hae, Lang!" sapa Dafa sambil melambaikan tangan saat melihat dokter tampan itu ada di satu ruangan dengannya.
Langit langsung menghampiri temannya tanpa peduli jika istrinya merasa kebingungan dan gugup berada dalam pesta di kalangan orang-orang menengah ke atas.
Sejenak, wanita itu terdiam di tengah ramainya orang sedang menikmati pesta hingga akhirnya Anik memutuskan menyingkir dan berdiri dengan memperhatikan beberapa orang.
"Eh, ini kamu kan istrinya Langit?" sapa seorang dengan gaun berpotongan Sabrina. Wanita dengan make up menyala tapi masih terlihat anggun menatap Anik dari bawah sampai ke ujung rambut.
"Hae, sepertinya aku belum pernah lihat kamu? Satu rumah sakit ?" tanya dua wanita lainnya yang mengenakan dress batik ikut bergabung dengan mereka.
"Satu rumah sakit? Hae, Bukanlah. Kamu nggak tau dia kan? Dia hanya baby sitter." sahut wanita bergaun merah itu sambil tertawa sinis.
Anik masih terdiam, dia menatap lantang tiga wanita di depannya. Penghinaan memang hal biasa baginya tapi tetap saja melukai perasaannya.
"Istri penggantinya Langit." bisik wanita bernama Nikita.
"Hah.... Mendingan sama kamu dari pada sama baby sitter." sahut lainnya suara berbisik tapi masih terdengar jelas di telinga Anik.
"Permisi... bisakah memberiku jalan?" ucap Anik dengn rasa rendah diri. Dia ingin sekali berpindah tempat, menghindari rasa sakit hati menurutnya jauh lebih baik.
"Hae, mau kemana? Uppsss...." Nikita menutup mulutnya setelah menumpahkan jus jeruk di baju Anik.
"Maaf, aku nggak sengaja!" lanjut Nikita seolah mengusap usap gaun Anik.
Beberapa orang melayangkan senyum mengejek, ada juga yang benar-benar merasa iba membuat Anik melangkah keluar meninggalkan pesta.
Tanpa pamit pada Langit, Anik pun langsung keluar ruangan. Matanya mengembun saat dia memutuskan untuk pulang dan meninggalkan pesta. Dia merasa tempat itu memang tidak cocok dengannya.
Dengn mempercepat langkahnya setelah membuka sepatu hills nya dan melangkah menelusuri jalan hingga dia berhenti disebuah pertigaan.
Diusapnya air mata yang diam-diam menetes. Sejenak, diraupnya oksigen yang sebanyak mungkin agar rongga dadanya merasa lega.
Dikeluarkan ponselnya bermaksud untuk memesan taksi, tapi sebuah mobil yang sudah dia hafal milik Langit menghampirinya.
Lelaki bertubuh tinggi dengan wajah dingin itu keluar dari mobil dan menghampirinya.
"Masuk!" titah Langit, wajah tegas dengan tatapan tajam membuat Anik hanya terdiam dan mematung.
"MASUK!" Suara Langit terdengar meninggi dengan aura wajahnya yang menuntut membuat Anik pun mengikuti perintahnya.
Mereka kini duduk di dalam mobil dengan emosi masing-masing. Hening. Langit mencoba meredam amarahnya, sedangkan Anik bergelut dengan rasa sedih.
"Setidaknya kamu mulai belajar masuk dalam lingkunganku! Tidak malah membuat masalah di sana." ujar Langit masih terdengar kesal. Tangannya masih mencengkeram setir dengan tatapan ke depan.
"Bukan aku yang memulainya, Mas!" ujar Anik. Dia berusaha menjelaskan situasinya saat itu.
"Aku mengenal mereka sangat baik. Mereka orang yang berpendidikan, jadi tahu bagaimana bersikap dan memperlakukan orang lain." sergah Langit terlihat semakin emosi saat mendengar pembelaan Anik. Pria itu tak dengan alasan wanita yang menjadi istrinya saat ini.
Anik terdiam. Wanita itu terus saja menghadap keluar jendela karena Air matanya kini tak dapat ditahan lagi. Sementara langit langsung melajukan mobil menembus jalan arah pulang.