Danisha Putri atau yang akrab di sapa Anis, tidak menyangka niatnya ingin menolong persalinan seorang wanita yang menderita keracunan kehamilan justru berujung menjadi sasaran balas dendam dari seorang pria yang merupakan suami dari wanita tersebut, di kala mengetahui istrinya meregang nyawa beberapa saat setelah mendapat tindakan operasi Caesar, yang di kerjakan Anis.
Tidak memiliki bukti yang cukup untuk membawa kasus yang menimpa mendiang istrinya ke jalur hukum, Arsenio Wiratama memilih jalannya sendiri untuk membalas dendam akan kematian istrinya terhadap Anis. menikahi gadis berprofesi sebagai dokter SP. OG tersebut adalah jalan yang diambil Arsenio untuk melampiaskan dendamnya. menurutnya, jika hukum negara tak Mampu menjerat Anis, maka dengan membuat kehidupan Anis layaknya di neraka adalah tujuan utama Arsenio menikahi Anis.
Mampukah Anis menjalani kehidupan rumah tangga bersama dengan Arsenio, yang notabenenya sangat membenci dirinya???.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan melampiaskan pada keluargaku!!
"Apa maksud dari semua ini, tuan ?? Mengapa anda memerintahkan anak buah anda untuk melakukan pengosongan di rumah kami sedangkan selama ini kami selalu membayar pinjaman tepat waktu." meski saat ini perasaannya sudah sangat geram, namun Anis tetap bersikap sopan saat berbicara pada Ansenio.
Mendengar keluhan Anis membuat Ansenio tersenyum remeh.
"Dana yang anda pinjam adalah milik saya, jadi saya rasa saya berhak memintanya kapan saja." jawaban Ansenio membuat Anis mengepalkan kedua tangannya, kini ia sadar jika Ansenio sedang mempermainkan dirinya. Pria itu hanya mencari cari alasan untuk menyusahkan dirinya.
"Jika dalam satu bulan ini, anda tidak bisa mengembalikan semua dana yang pernah anda pinjam dari kami maka dengan terpaksa kami akan mengambil alih rumah anda." tutur Ansenio tanpa balas kasih.
Anis yang sadar tengah dipermainkan oleh pria itu lantas pergi begitu saja meninggalkan ruangan tersebut.
"Ya tuhan, apa yang harus aku lakukan, ayah dan ibu pasti akan kecewa jika rumah akan benar benar di sita oleh pihak bank." dalam hati Anis ketika ia telah berada di area parkiran sepeda motor.
"Tapi kemana aku harus mencari uang sebanyak itu??." lanjut batin Anis.
***
Dari lantai lima gedung tersebut, Ansenio dapat melihat Anis yang tengah bersiap menaiki sepeda motornya, dari balik kaca jendela ruangannya. Sebuah seringai kembali terbit di sudut bibir Ansenio kala teringat raut geram di wajah Anis sebelum meninggalkan ruangan tadi.
Tak berselang lama, seorang pria sebaya dengan Ansenio muncul dari sebuah ruangan khusus yang masih berada di ruangan pimpinan.
"Memangnya siapa gadis itu?? Sepertinya kau dengan sengaja ingin menyusahkannya." Fahri turut melontarkan komentarnya di hadapan sahabatnya itu, bukannya berniat menguping namun percakapan mereka yang masih terdengar begitu saja di telinga Fajri.
Fajri merupakan sahabat Ansenio sejak duduk di bangku SMA, dan kini Fajri bekerja sebagai Dirut salah satu bank swasta yang berada di bawah naungan Wiratama Group.
"Wanita itulah yang menyebabkan Ananda meninggalkan aku untuk selama lamanya." jawaban Ansenio membuat Fajri teringat akan cerita mama Dahlia tempo hari.
"Ansenio, cobalah berpikir realistis!! Mana ada seorang dokter yang dengan sengaja menghilangkan nyawa pasiennya??." sebagai seorang sahabat, Fajri coba memberi pengertian pada Ansenio agar ia tersadar namun sepertinya semua sia sia karena Ansenio sama sekali tidak mengindahkan ucapan Fajri.
Tidak ingin mendengar siraman rohani dari Fajri, Ansenio lantas beranjak meninggalkan gedung tersebut hendak kembali ke perusahaan Wiratama Group, di mana kedatangannya telah di nantikan oleh rekan bisnisnya.
**
Dua hari berlalu, Anis masih dibuat kebingungan harus mencari uang sebanyak itu dari mana. Meminjamnya pada Rahma ataupun Gita rasanya tidak mungkin, ia tidak ingin menyusahkan kedua sahabatnya itu.
Belum habis rasanya kebingungan yang kini di hadapi Anis, kini Anin kembali menghubunginya dan menyampaikan jika toko pecah belah yang selama ini menjadi mata pencaharian keluarganya habis di lalap si jago merah.
Dengan perasaan hancur Anis berlalu menuju lokasi toko kedua orang tuanya.
Setibanya di lokasi, Anis melihat toko satu satunya yang menjadi sumber rezeki ayahnya kini tengah di selimuti kobaran si jago merah.
"Oh tuhan....ujian apa lagi ini??." Anis yang selalu ingin terlihat tegar di hadapan kedua orang tuanya, kini tak sanggup lagi menahan air matanya. Hingga kini wajah cantik Anis telah basah dengan air mata.
Di tengah kerumunan warga sekitar yang ingin menyaksikan kebakaran di toko mereka, tak sengaja Anis melihat sosok pria yang tidak asing baginya, di dalam mobil yang kacanya terbuka setengahnya, Anis dapat melihat pria itu menampilkan seringai di sudut bibirnya ketika ia memandang ke arah kobaran api.
"Tuan Ansenio Wiratama." Gumam Anis ketika melihat sosok pria itu melintas dengan mobilnya.
**
"Bagaimana tuan, apa ada lagi yang harus saya kerjakan??." tanya Jasen ketika mobil yang ia kendarai mulai meninggalkan lokasi kebakaran.
"Untuk saat ini cukup." sahut Ansenio yang kini duduk di jok belakang.
**
Keesokan harinya.
Anis yang sudah hampir kehabisan akal, beranjak dari rumah guna mendatangi gedung Wiratama Group.
"Maaf Nona, anda ingin bertemu dengan siapa??." tanya seorang pegawai yang bertugas di meja resepsionis.
"Saya ingin bertemu dengan tuan Ansenio Wiratama." jawab Anis.
"Apa sebelumnya anda sudah membuat janji dengan beliau??." sejenak Anis diam, memikirkan jawaban seperti apa yang akan di keluarkannya.
"Saya sudah membuat janji dengannya." terpaksa Anis berdusta, jika tidak begitu bisa di pastikan ia akan di seret keluar oleh petugas kemanan jika memaksa masuk begitu saja.
"Baiklah nona, ruangan tuan Ansenio berada di lantai teratas gedung ini." beritahu wanita itu pada Anis, dan Anis pun mengangguk paham sebelum kemudian pamit menuju ruangan yang di maksud.
Setelah berada di lantai tertinggi gedung pencakar langit tersebut Anis lantas menyapu pandangan untuk mencari keberadaan ruangan pimpinan perusahaan. Tak butuh waktu lama, kini pandangan Anis telah menemukan yang ia cari. Anis mulai melanjutkan langkahnya menuju ruangan dengan papan nama raungan pimpinan perusahaan. Ia melenggang begitu saja melewati meja seorang wanita yang ia pastikan itu adalah sekretaris Ansenio Wiratama.
"Permisi Nona, siapa yang sedang anda cari???." wanita yang merupakan sekretaris Ansenio, beranjak dari duduknya lalu berusaha menghalau langkah Anis.
"Saya ingin bertemu dengan tuan Ansenio Wiratama." jawabnya.
"Maaf Nona, tu_." wanita itu tidak sempat menyelesaikan kalimatnya karena Anis telah menerobos begitu saja melewatinya lalu memutar handle pintu ruangan kerja Ansenio.
Ansenio yang tengah sibuk dengan berkas di hadapannya sontak beralih ke sumber suara ketika mendengar suara pintu ruangannya dibuka dari arah luar, dan menampilkan Anis dan juga sekretarisnya di ambang pintu.
"Maaf tuan, saya sudah mencoba melarangnya namun nona ini tetap memaksa untuk masuk." ucap sekertaris Ansenio dengan perasaan takut, takut jika sampai Ansenio marah Karena menanggap ia tidak bisa melaksanakan tugasnya dengan baik.
"Pergilah!!.".ucap Ansenio pada sekretarisnya, sementara Anis melangkah begitu saja memasuki ruangan Ansenio.
"Angin apa yang membawa anda datang ke sini, Nona Danisha putri??." kalimat Ansenio tidak terdengar seperti pertanyaan, namun lebih terdengar seperti ledekan di telinga Anis.
"Tidak perlu berbasa-basi, kenapa anda melakukan semua itu pada saya???."
"Apa maksud anda Nona Danisha, saya tidak mengerti??.".Ansenio berpura pura tak paham dengan maksud ucapan Anis.
"Jangan berpura pura bodoh tuan, saya tahu anda adalah dalang di balik kebakaran yang terjadi di toko ayah saya." tudingan Anis justru membuat Ansenio tergelak.
"Oh astaga.... bagaimana anda bisa menuduh saya tanpa bukti, nona Danisha??." tutur Ansenio seraya memasang wajah pura pura bodoh.
"Saya memang tidak punya bukti yang kuat, tapi saya yakin, anda adalah dalang di balik semua ini." Anis tetap teguh menuding Ansenio berada di balik kebakaran yang terjadi di toko ayahnya.
Seketika aura wajah Ansenio berubah gelap, dengan tatapan tajam ia menatap Anis.
"Tidak jauh berbeda dengan anda, sekalipun saya tidak punya bukti yang cukup akan tetapi saya yakin jika anda lah yang menyebabkan istri saya sampai meninggal dunia." Seolah ingin membalikkan keadaan, Ansenio kembali menuding Anis sebagai penyebab kematian istrinya.
"Jika anda benci pada saya maka lampiaskan semuanya hanya pada saya, jangan libatkan keluargaku dalam hal ini, terutama kedua orang tuaku karena mereka tidak tahu apa apa, tuan." Anis terpaksa merendahkan harga dirinya dengan memohon di hadapan Ansenio.
"Oh ya... bukankah putriku juga tidak tahu apa apa, dia masih sangat kecil tapi kenapa anda sudah membuatnya kehilangan sosok ibunya." lanjut Ansenio.
"harus berapa kali saya katakan, jika saya tidak pernah melakukan hal yang anda tuduhkan. Namun jika memang anda tetap kekeuh jika saya yang telah menghilangkan nyawa istri anda, maka saya rela melakukan apapun untuk menebusnya. Namun saya mohon jangan libatkan keluarga saya dalam hal ini." dengan kedua kelopak matanya yang sudah tergenang dengan air mata, Anis nampak berlutut di hadapan Ansenio. bagi Anis ketenangan keluarganya jauh lebih pey daripada harga dirinya, sehingga ia rela menjatuhkan harga dirinya dengan berlutut di hadapan Ansenio.