Azura Claire Morea, seorang dokter muda yang terpaksa membuat suatu kesepakatan bersama seseorang yang masih berstatus pria beristri.
Ya, dia Regan Adiaksa Putro, seorang kapten TNI AD. demi kesembuhan dan pengobatan sang ibu Azura terpaksa menerima tawaran sang kapten sebagai istri simpanan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penapianoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SIMPANAN KAPTEN 29
"Pada akhirnya, aku hanyalah partner ranjang yang dapat dibeli dengan uang. Uang... uang... dan uang!Kau tidak lebih dari uang azura." Ia tersenyum sedih.
"Tidak apa-apa azura, ibumu lebih penting. Kau cukup fokus pada kesehatannya. Semua akan baik-baik saja." Ia tersenyum penuh rasa sakit.
"Pria itu, dia tidak menghargai cinta tulusmu. Dia hanya menginginkan tubuhmu. Berikan saja. Nasi sudah menjadi bubur. Ada orang yang hidupnya lebih menyedihkan darimu. Jadi stop berfikir, dirimu lah yang paling tersakiti disini."
"Kau tidak butuh penghargaan, yang kau butuhkan adalah tetap melanjutkan hidup, dan memastikan ibu selalu dalam kondisi yang baik. Udah, itu saja."
"Dan untuk mu Kapten, tak akan aku biarkan, kau mengolok-olok cintaku untukmu. Aku akan menariknya kembali. Kau tak akan mendapatkannya, sebab kau sudah membuangnya."
Azura tersenyum dan bangkit berdiri, menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya.
Kesalahpahaman itu, membuat keduanya sangat menderita. Baik azura, maupun regan.
Ancaman ibunya regan, untuk menghancurkan karir azura, karena mengetahui hubungan regan dan azura, membuat regan terperangkap.
Ia tidak dapat melakukan apapun. Entah siapa yang sudah membeberkan hal itu.
Ibunya regan menginginkan cucu dari pernikahannya dengan Ratu, namun hubungan mereka hanya di atas kertas. Apa yang bisa diharapkan.
Membeberkan tentang perselingkuhan Ratu pun, regan memikirkan kondisi ayah ratu yang sedang sakit.
Segalanya, seperti tidak berpihak padanya. Sehingga Dia harus menyakiti azura agar wanita itu menjauh darinya.
Kini azura beringsut naik ke tempat tidur dan berusaha memejamkan matanya. Hari yang melelahkan, namun yang tak kalah melelahkan adalah hatinya, karena terus menerus memikirkan pria tampan yang jauh di sana.
Pagi-pagi sekali, azura sudah bangun untuk menyiapkan sarapan pagi untuk ketiga adiknya itu dan ibunya.
Setelah menyiapkan segalanya, azura gegas membereskan rumah, dan membangunkan ketiga gadis itu. Mereka segera bangun dan bersiap-siap untuk pergi ke sekolah.
Setelah sarapan, mereka segera menyalami azura dan ibunya, kemudian bergegas meninggalkan rumah itu.
Namun, "Kakak, kenapa mata kakak bengkak? Kakak habis nangis yah?" tanya Helen yang sejak tadi memperhatikan azura.
"Kakak sedih dek, mau ninggalin ibu! Kakak minta tolong yah, tolong jaga ibu! Ibu bisa ngelakuin semuanya sendiri. Kecuali, cuci baju, nanti tiap tiga hari, ada kang laundry yang datang untuk ambil pakaian kotornya. Ntar punya kalian lagi sekalian aja. Kakak, bayar bulanan!"
"Hmm, punya ibu ajah kak! Punya kita mah, tinggal DJ ajah sendiri, beres!"
"Ehh, sekalian ajah!"
"Gak usah kak." balas Helen bersikeras.
"Ya udah, ntar duit belanjanya, kakak kasih ke kamu ajah yah."
Mereka segera membahas beberapa hal, sebab saat mereka pulang nanti, azura sudah berangkat ke mes untuk selanjutnya mulai bekerja.
Ia hanya boleh keluar saat weekend. Setelahnya, kembali lagi.
***
Segalanya berjalan dengan baik, dua minggu berlalu. azura, ibu, Helen dan kedua temannya, hidup bahagia.
Azura akhirnya sudah bisa menekan hati dan pikirannya, agar tidak terus menerus memikirkan regan.
Setiap akhir pekan, azura berkesempatan untuk pulang dan menginap, lalu kembali lagi di hari Minggu.
Kini, ibunya azura yang bernama Marni itu mulai bertanya-tanya, mengapa nazirah dan suaminya tidak pernah muncul. Atau sekedar menanyakan kabarnya.
Namun, Ia tidak mengutarakan hal itu pada azura. Dia tahu, hidupnya akan lebih baik tanpa dua orang itu.
Dan hari ini, saat azura kembali dari Mess, Marni memutuskan untuk bertanya soal mereka.
"Aku memblokir nomor mereka, Bu! Mereka hanya akan buat ibu semakin sakit. Aku gak akan biarkan mereka membuat ibu down lagi."
"Iyah, ibu cuma agak aneh ajah, kok mereka gak berusaha nyari kita?"
"Duit mereka masih banyak, Bu! Kalau udah habis, baru tuh, nyerang orang kek kanibal. Ngeri!"
Marni tersenyum sedih. "Kamu benar nak! Dah, memang kita mau kemana sore ini? Kakak, ada duitnya?"
"Ada, Bu! Ibu jangan khawatir yah! Trus...," azura merogoh saku tas ransel yang Ia kenakan.
"Ini, gaji kakak bulan ini, Bu! Buat ibu ajah. Kakak masih ada duit bayaran satgas!"
Marni segera membuka amplop itu dan sangat terkejut.
"Kak, duit sebanyak ini, untuk ibu semua?"
"Iyah, disimpan ajah, Bu! Kali ajah nanti berguna. Tapi gak boleh untuk di kasihkan ke nazirah dan bapak yah, kakak gak ikhlas ntar!"
Marni tersenyum gemas.
"Iyahh," balas marni sembari menoel hidung mancung sang putri.
Mereka akhirnya pergi berjalan-jalan di taman kota, lalu dilanjutkan ke Saung Wulan, guna mencicipi kuliner khas Sunda di sana.
Marni semakin hari semakin membaik. Ia kini merasa sudah kembali pulih, berkat putrinya yang selalu memperhatikan kesehatannya. Ia tidak kekurangan apapun. azura pun rutin mengantarnya untuk melakukan check up.
Setibanya mereka di Saung Wulan, azura menggandeng tangan ibunya sembari berjalan menuju tempat yang sudah mereka pesan.
Ketiga adiknya itu, berjalan di depan.
"Kakak, disebelah sana," ujar Hellen.
"Oh iya, yuk kita kesana!" Ajak azura. Sembari memegang tangan ibunya untuk berjalan ke sana.
Namun, Marni hanya berdiam ditempatnya berdiri dan menatap ke depan. azura segera menoleh dan mengikuti arah pandang ibunya itu dan sangat terkejut.
"Ba-bapak, itu Bapak Bu!" ucap azura dengan penuh semangat dan detik kemudian Ia terkejut dengan seseorang yang sedang berada disisi ayah tirinya itu.
"Ohh, itu bukan bapak, Bu! Ayo kita cari tempat lain ajah!" Ujar azura yang ingin membalikkan tubuh ibunya, agar tidak terus menatap ayah tirinya yang sedang berjalan ke arah mereka, dengan seseorang yang menggandeng lengan pria itu posesif. Dan ada seorang anak kecil. Sepertinya itu adalah anak sambung ayah tirinya itu.
Marni yang sudah curiga karena lama suaminya ini tidak muncul, bahkan untuk mencarinya pun tidak sama sekali. Akhirnya mengerti, mengapa azura begitu marah.
Sebab, putrinya tidak akan begitu marah, kalau itu hanyalah uang. azura bukan seseorang yang pelit.
Rupanya, ayah nazirah itu, tidak melihat keberadaan Marni didepannya. Hingga tinggal beberapa langkah lagi, baru Ia mengangkat wajahnya dan sangat terkejut melihat istri yang menurutnya sedang sekarat, sedang berdiri dihadapannya dengan wajah yang sudah kembali cantik. Meskipun masih sedikit pucat.
"Mas!"
Pria itu tersentak kaget.
Marni yang sejak dalam perjalanan terus merasa gelisah, berusaha tenang dan tersenyum. Dia tidak ingin membuat kecewa putrinya, yang sudah berusaha keras untuk menyenangkannya.
Namun, saat melihat suaminya sedang berjalan bergandengan tangan dengan wanita lain, Marni akhirnya mengerti rasa gelisah yang sejak tadi menghantuinya, ternyata bukan karena penyakit yang dideritanya, melainkan akan menjumpai hal yang sama sekali tidak ada dalam bayangannya.
Sakit, yah hati Marni sakit, melihat orang yang Ia percayai selama bertahun-tahun, ternyata melakukan hal ini dibelakangnya.
Dan yang lebih menyakitkan, putrinya kini yang menjadi tameng untuk dirinya. Jika sejak dahulu Ia tidak terbuai dengan janji manis pria itu, mungkin hidupnya dan azura tidak akan seperti ini.
Terlebih lagi, putrinya itu, orang yang paling menderita karena pilihannya untuk menikah lagi dengan pria yang saat ini sedang berada di hadapannya ini.
Setelah semua yang dilalui putrinya karena ulahnya, kini azura masih harus berjuang sendiri untuk mengurusi dirinya yang sedang sakit. Sedangkan yang dilakukan nazirah, anak dari pernikahannya yang sekarang, justru mengikuti ayahnya yang tidak tahu diri itu.
Sllu nunggu ka othor up
bab super mewek..
ayo zura jgn putus asa..
ceritanya makin seru