Mahardika Kusuma, seorang pengusaha sukses tak menyangka bisa dibodohi begitu saja oleh Azalea Wardhana, wanita yang sangat ia cintai sejak kecil.
"Sudah berapa bulan?"
"Tiga bulan."
Dika seketika terduduk. Dia tak mengira jika wanita yang sekarang telah resmi menjadi istrinya telah membawa benih orang lain.
"Kakak, Kalau engkau berat menerimaku, baiklah aku akan pulang."
"Tunggulah sampai anak itu lahir."
Hanya itu yang bisa Dika lakukan, tanpa ingin menyentuhnya sampai anak itu lahir.
🌺
"Lea."
"Papa salah, aku Ayu bukan mama," kata putri yang dulu pernah dia senandungkan azan di telinganya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30: Dinginnya di Kantor
Haruskah seperti ini, hawa di kantor. Sangat dingin dan tidak bersahabat. Bahkan Papa Dika yang selalu hangat di hadapannya, kini berubah dingin sedingin es di kutub utara.
Andaikan tersenyum, itu sangat-sangat tipis, hampir tak terlihat. Bicaranya pun irit. Semua orang menjadi segan dan takut padanya.
Tapi Ayu adalah Ayu. Di mana pun berada, ia masih bisa tersenyum ceria. Apalagi ketika melihat orang yang duduk di belakang meja sekretarisnya. Senyumnya pun mengembang sempurna.
Ameena, wanita yang ia kenal sebagai sekretaris Papa Dika semenjak ia masih bocil. Sampai sekarang dia masih betah bekerja membantu papa, meski Papa Dika sedingin es.
“Kak Ameena, apa kabar?” sapanya ber-tos ria.
“Sebaiknya jangan sapa bawahan dengan sebutan ‘Kak’,” tegur Dika.
Ups… Ayu pun segera menarik tangannya. Papa ini tak ingin melihat orang bahagia, sih.
“Ya Papa,” ucap Ayu dengan hati dongkol.
“Sekarang ikut Papa,” kata Dika datar.
Ini yang tak ia sukai di kantor. Semua orang pada dingin. Bahkan papa Dika juga. Padahal kalau di rumah sangat hangat.
Namun begitu, Ayu tetep mengikuti langkah Dika memasuki ruang CEO. Begitu tiba, Ayu langsung menutup pintu dan membuang nafasnya dengan deras. Membuang udara dingin yang menyesakkan layaknya dalam penjara. Huah…
“Alhamdulillah, akhirnya aku bisa bebas.” Ayu segera mengambil sebotol air mineral yang ada meja. Ia menikmatinya dengan perasaan lega.
Ternyata Papa Dika hanya dingin kalau di hadapan karyawannya. Saat mereka hanya berdua, dia kembali hangat.
“Sudah istirahatnya?” tanya Dika.
“He…eh,” jawab Ayu dengan senyum mengembang. Ia kini bisa lega, bisa bersantai sejenak di tengah rasa tegang yang sesaat lalu melanda dirinya. Maklumlah baru juga lulus kuliah, sudah diminta memimpin perusahaan sebesar ini.
Tapi tak apalah, anggap saja mencari pengalaman, mumpung masih muda. Walaupun sebenarnya ia tak punya sedikitpun niatan untuk terjun ke dunia bisnis. Baginya itu terlalu menyiksa dan membosankan.
Kalau nanti sudah tahu seluk beluknya, mungkin ia akan memilih seseorang untuk mewakilkan tugas ini pada orang yang dipercayainya. Separti Papa Dika, sosok yang ia kagumi selama ini, dari segi apapun. Tak ada yang bisa mengalahkan sosoknya.
Dia pun mencoba duduk di kursi kebesaran di belakang meja yang bertuliskan CEO.
“Apa tugas Ayu, Pa?” tanyanya seolah menantang.
“Bener nih, sudah siap.”
“Hehehe… belum sih. Tapi akan Ayu coba.”
“Besok ada pertemuan dengan klien. Coba kamu pelajari proposal ini!”
Dika pun mengambil kursi yang di depan, membawanya ke dekat Ayu. Lalu ia membuka berkas yang ada di samping Ayu.
“Oh Papa. Mengapa engkau begitu kejam pada Ayu. Baru hari pertama masuk, sudah kamu suruh mempelajari soal penting begini,” gerutunya.
Dika menyentil dahinya pelan sambil menyungging senyuman.
“Anak manja,” ucapnya.
Sebenarnya ide agar Ayu segera mengantikan posisinya dalam mengelola perusahaan ini adalah darinya. Dan itu sejak lama, lebih tepatnya sejak Ia tahu kalau Ayu menjadi anak angkat Steve dan Sofia. Dia ingin segera terlepas dari beban masa lalunya, apapun yang berhubungan dengan Lea.
Namun sayang, Wisnu yang merupakan ayah ideologisnya memintanya untuk bersabar, menunggu sampai Lea lulus kuliah dulu.
Ia pun mencoba untuk bersabar. Namun satu hal yang tak bisa dihindari, bahwa hatinya semakin ke sini semakin tak baik-baik saja. Dia telah jatuh cinta pada Ayu. Dan semakin indah bersemi, saat mereka harus selalu bersama.
Dia seolah-olah telah terperangkap pada rasa yang selama ini ingin dihapus dan dihindarinya. Apa kata orang jika mereka tahu kalau dia telah jatuh cinta pada gadis yang selama ini telah mereka kenal sebagai putrinya.
Dika benar-benar galau, jika harus berdekatan seperti ini. Udara pun seakan pengap. Ia perlu udara segar, jauh dari bau harum bayangan Ayu.
“Papa mau cari kopi dulu, sebentar. Kamu pelajari ini dulu!” ucap Dika, lalu ia pun pergi menghilang.
Ayu beberapa kali mengambil nafas panjang. Benar-benar masalah yang berat, membuat dadanya sesak seketika. Sepertinya ia tak mungkin bisa tahan lama di dalam pekerjaan ini, deh.
“Papa, Kakek… sulit,” gerutunya dalam hati.
Ayu mencoba menguatkan diri, meski terasa sulit dan berat. Sudahlah nikmati saja apa yang menjadi tugasnya. Ini hanya sementara, kok. Masih baru gitu, lho.
Untung, tak lama papa Dika datang.
“Papa, ini apa?” kata Ayu berang melihat sesuatu yang janggal di berkas yang ia teliti.
Dika segera menghampiri. Dia pun mengamati apa yang ditunjuk oleh Ayu. Dika segera faham.
“Kamu bisa mengubahnya kalau kamu merasa kurang sesuai.”
“Kalau begini bagaimana?”
“Ku rasa itu lebih bagus,” kata Dika dengan senyum bangga.
Ternyata Ayu tak bodoh-bodoh amat untuk menguasai semua ini. Sudah saatnya ia memberi tantangan lebih sulit lagi.
“Ayu, setelah ini Papa meeting dengan Mr. Aditya, tentang masalah ini. Kamu mau ikut?”
“Tentu dong, Pa. Kan sudah kewajiban Ayu mengikuti mentor Ayu pergi,” kata Ayu dengan senyum yang tak seperti biasa.
Dia sudah jenuh dengan berkas yang ada di depannya saat ini. pikiran yang pertama kali terlintas saat mendengar kata ‘keluar’ atau sejenisnya adalah refreshing dan cuci mata. Jika ada barang bagus, bisa beli sekalian.
Papa Dika merasa curiga, tak biasanya ia langsung mengiyakan. Bukannya suudhan, tumben saja tak pakai drama terlebih dahulu. Apa ada udang dibalik rempeyek ya….
“Tapi habis itu jalan-jalan ya...”
Nah, kan…benar dugaan Dika. Ternyata yang dipikirkan Ayu adalah jalan-jalan bukan pekerjaaan. Ia pun menyingcingkan mata sambil berkata, “heemm…maunya.”
Hehehe….
“Ok lah. Asalkan kerjasama kamu tangani. Kalau bisa deal, kita belanja.”
Sebagai seorang Papa yang baik, ia tak mau putrinya tidak bertanggung jawab. Makanya harus ada syarat untuk sebuah hadiah yang menyenangkan.
“Ok,” jawab Ayu percaya diri. Kan, ada papa Dika. Papa pasti tak mau kita rugi, dia lah yang akan maju. Hehehe….
*
Selepas istirahat siang, Dika mengajak Ayu menemui kliennya di sebuah tempat yang dijanjikan. Di sana mereka sudah ditunggu oleh Mr. Aditya.
“Maaf, terlambat,” kata Dika.
“Tidak apa-apa. Kami juga baru tiba,” jawab Aditya sambil berjabat tangan. Lalu matanya melirik pada wanita yang berdiri di samping Dika.
Ia begitu cantik dan anggun, sehingga menarik perhatiannya. Apakah dia sekretaris barunya?
"Sekretaris baru ya?" tanyanya sambil melirik Ayu.
"Bukan. Dia putri ku," jawab Dika
Hati Dika merasa tak baik-baik saja ketika mendapatkan pandangan Aditya begitu intens ke Ayu.
"Apakah kita bisa mulai pembicaraan kita?" ucap Dika mencoba mengingatkan.
"Oh ya. Baik ayok kita mulai pembicaraan ini," ucap Aditya, lalu dia pun membuka berkas yang baru diserahkan kepadanya.
Rencana awal untuk menerjunkan Ayu dalam negosiasi ini, Dika urungkan. Entah mengapa hatinya merasa terusik dengan sikap Aditya pada Ayu.
mampir juga di karya aku ya🤭