Amira, wanita cantik berumur 19 tahun itu di jodohkan dengan Rayhan yang berprofesi sebagai Dokter. Keduanya masih memiliki hubungan kekerabatan. Namun Amira dan Rayhan tidak menginginkan perjodohan ini.
Rayhan pria berumur 30 tahun itu masih belum bisa melupakan mendiang istrinya yang meninggal karena kecelakaan, juga Amira yang sudah memiliki seorang kekasih. Keduanya memiliki seseorang di dalam hati mereka sehingga berat untuk melakukan pernikahan atas dasar perjodohan ini.
Bagaimana kisah cinta mereka selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alin Aprilian04, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertemuan Rayhan dan Safira
"Keluarga pasien.... "
Belum saja Amira menjelaskan tentang pertanyaan Safira. Suara dokter yang menangani Raziq kini keluar dengan raut wajah yang sedih.
"I-iya, dok?" ucap Amira panik. Di iringi dengan Syaqil dan juga Safira yang sama penasarannya.
"Pendarahan pasien cukup banyak. kami membutuhkan golongan darah B secepatnya."
"Saya aja, Dok!" ujar Syaqil lantang. "Ambil saja darah saya, kebetulan darah saya sama dengan pasien."
"Baik mari ikuti saya."
"Mir, Fira, gue kesana dulu yaa." ujar Syaqil.
"Iya hati-hati, Qil!" ujar Safira penuh haru.
Sedangkan Amira kini hanya mengangguk. Ia bahkan masih terpaku diam dalam kekosongan. Ia berdiri dengan lemas tak percaya dengan semua ini. Jantungnya terasa jatuh seketika. Dadanya terasa begitu sesak. Masalah menimpanya begitu beriringan.
"Dia siapa, Amira? Jawab gue!" sahut Safira kembali dengan mata yang menahan tangis.
"Ma-mas Rayhan.... "
"Saya adalah suaminya!" ujar Rayhan.
Mata Safira berkaca-kaca. Wanita itu terlihat tampak begitu terkejut. Bagaimana bisa ini terjadi? Bukankah Amira belum menikah?
Safira menggelengkan kepalanya. "Jadi.... "
Air mata Amira semakin deras membasahi pipinya. Tubuhnya terasa lemas, kejadian ini sungguh membuatnya terpuruk. Kini Amira merasa kepalanya pusing, penglihatannya buram, pendengarannya seketika samar. Ia memegangi dadanya yang terasa sesak. Sejak tadi ia menyaksikan peristiwa yang cukup mengguncang jiwanya.
"Amira.... " Rayhan memegangi lengan Amira saat melihat wanita itu tampak limbung.
Bruk
Benar saja, istrinya itu ambruk tak sadarkan diri di pelukan Rayhan. Rayhan panik, ia menepuk pelan pipi Amira beberapa kali.
"Sayang.... "
"Astagfirullah, Amira!" Safira menitikan air mata. Ia menghampiri sahabatnya itu dengan perasaan khawatir.
"Amira.... " Syaqil menatap Amira panik.
"Amira pasti syok dengan ini semua, Mas. Cepat periksa dulu dia." ujar Safira panik.
Dengan cepat Rayhan mengangkat tubuh Amira ke dalam pangkuannya. Lalu di bawanya ke ruangan rawat.
***
Rayhan memeriksa Amira yang kini tengah terbaring lemah tak berdaya. Wajah wanita itu tampak pucat. Untungnya tidak ada hal yang serius pada Amira, istrinya itu hanya syok karena beberapa kejadian yang menimpanya. Penyakit Asma yang di derita Amira membuat tubuh wanita itu mudah lemah.
Ia menggenggam tangan Amira penuh cinta seraya menatap wajah teduh itu.
Tak lama kemudian wanita pemilik mata indah itupun sadar. Amira menatap ke arah Rayhan yang kini suaminya itu tengah berada di sampingnya.
"Alhamdulillah, sudah sadar, sayang," suara Rayhan terdengar lembut. Rasa cinta dalam dirinya terhadap Amira semakin tumbuh setiap harinya. Sehingga kata-kata manis yang di lontarkan pada wanita itu murni dari lubuk hatinya.
"Gimana keadaan Raziq, Mas?" Amira bertanya dengan nada lemas.
"Alhamdulillah, tadi Dokter Reza yang menangani teman mu itu mengatakan kalau Raziq baik-baik saja. Hanya saja terdapat jahitan di beberapa bagian tubuhnya seperti di bagian pelipis juga lengan dan kaki yang terluka cukup parah. Tapi semuanya baik-baik saja, sekarang Raziq sudah ada di ruangan rawat." ujar Rayhan menenangkan.
"Alhamdulillah!" Amira mengusap wajah dengan kedua tangannya bersyukur.
"Bagaimana kejadiannya, sayang? Kenapa bisa kecelakaan seperti itu? Dan kenapa bisa dia sama kamu?"
Amira menghela nafas, ia masih bergidik ngeri melihat betapa parahnya keadaan Raziq saat itu dimana darah bercucuran di beberapa bagian anggota tubuhnya.
"Bisa cerita? Kalau gak mau juga gapapa, jangan di paksa. Tenangkan diri kamu dulu aja."
Amira menghela nafas, "Semalam Raziq dengan baik nganterin aku pulang karena dia khawatir kalau Amira pulang naik taxi online di malam hari, Mas. Raziq mengantar Amira dengan mobil milik temannya karena dia tahu Amira gak bisa kalau naik motor. Dan saat di perjalanan Amira membelikan Raziq makanan dulu, sedangkan Raziq memilih untuk nunggu di mobil. Namun tiba-tiba saja sebuah mobil truk dengan kecepatan tinggi hilang kendali dan menubruk mobil yang di kendarai Raziq, Mas. Mobil Raziq sampai terpental lumayan jauh dan menabrak salah satu kios disana hingga tubuh Raziq lumayan tertabrak parah."
"Astagfirullah.... "
"Amira melihat jelas gimana terlukanya Raziq, Mas. Dia begitu kesakitan, di beberapa bagian tubuhnya terluka parah. Semua orang mengerumuni kejadian itu dan menolong Raziq yang menjadi satu-satunya korban disana. Amira melihat Raziq menjerit kesakitan sampai akhirnya dia pingsan."
Amira bercerita dengan air mata yang kembali mengalir membasahi pipinya. Ia tak tega saat membayangkan betapa kesakitaannya Raziq saat itu.
Rayhan mengusap air mata itu dengan lembut. "Gapapa, ini sudah takdir dari Allah, sayang. Kita harus tetap bersyukur, Alhamdulillah kamu tidak terluka sedikitpun."
"Tapi Amira merasa bersalah sama Raziq, Mas. Gara-gara nganterin Amira Raziq jadi kena musibah."
"Gak perlu ada yang di sesali, sayang. Apapun yang terjadi pada hidup kita itu sudah menjadi guratan takdir. Kita harus ikhlas dan sabar. Ini ujian dari Allah."
Amira mengangguk pelan, ia kembali mengusap air matanya pelan.
Rayhan menenangkan Amira, memberi istrinya itu segelas air putih. "Minum dulu, sayang."
Amira meneguk air putih itu hingga habis. Tenggorokannya terasa sangat kering. Sejak kejadian tadi ia tak sempat minum ataupun makan sedikitpun.
"Masih pusing gak?" tanya Rayhan lembut seraya mengulas senyum.
Amira menggeleng pelan. "Mas?"
"Hmmm?"
"Gak nyangka yaa, ternyata adik ipar mu itu sahabat aku sendiri."
Rayhan terdiam, bingung mau menjawab apa.
"Kok diem aja?"
"Iya."
"Sejak pertama kali bertemu dengan Safira Amira jatuh cinta padanya. Dia orang yang pertama kali Amira kenal saat di kampus. Orangnya humble, murah senyum dan selalu menyapa semua orang. Dia memiliki wajah yang cantik dan tubuh yang sempurna. Sifatnya pun baik dan ramah, namun sedikit tomboy. Tapi sifat itu malah menjadi sebuah kelebihan pada dirinya. Safira menjadi salah satu idola di kampus. Wajahnya yang cantik membuat para pria selalu berlomba-lomba mendapatkannya. Amira suka berpikir, betapa beruntungnya pria yang bisa mendapatkannya."
"Sudahlah, Amira. Jangan membahas dia, Mas gak punya hubungan apa-apa lagi dengan Safira. Dia hanya adik ipar, Mas. Mas hanya pernah menjalin hubungan dengan Kakaknya," sahut Rayhan.
"Dengar dulu, Mas."
Rayhan pun mengangguk pelan lalu menunduk.
"Tadi siang Amira baru saja ngobrol panjang lebar dengan Safira. Di rumah kontrakannya yang ia sewa karena orang tuanya sudah tidak ada. Dan bisa-bisanya Amira gak curiga bahwa cerita dia sama persis dengan adik ipar yang selalu kamu ceritakan, Mas."
"Bukan Mas yang cerita, Amira. Tapi Bian dan.... "
"Sudahlah, Mas. Jangan kira Amira gak tahu."
Rayhan menghembuskan nafasnya pelan. Mengapa semua ini menjadi sangat rumit? Pikirnya.
"Safira tadi mengatakan kalau dia memiliki perasaan pada seorang laki-laki yang menurutnya baik dan tampan. Di matanya laki-laki itu shaleh dan sempurna. Sehingga dia mengagumi sosok laki-laki itu setelah kepergian Kakaknya."
Amira menatap Rayhan, begitupun juga sebaliknya. Keduanya kini saling bertatapan penuh dengan perasaan yang tak menentu.
"Mas pasti mengertikan siapa laki-laki itu kan?" Mata Amira kini berkaca-kaca.
Rayhan terdiam, ia bingung harus menanggapi hal ini bagaimana.
"Jawab, Mas!" Tegur Amira.
"Mas harus jawab apa, sayang? Mas gak punya perasaan apapun sama Safira!"
"Mas bohong.... "
"Kapan Mas bohong?"
"Waktu di Maratua Mas bilang sama Kak Bian, kalau saja waktu itu Mas belum menikah dengan aku, maka Mas akan menikahi Safira. Itu berarti Mas mencintainya kan? Setidaknya Mas lebih berharap menikahi Safira dari pada aku!"
Tes
Air mata Amira kembali luruh membasahi pipi lembutnya.
"Kata siapa, sayang? Mas berkata seperti itu bukan berarti Mas menyesal menikah dengan kamu. Mas cuman beralasan aja biar Bian tahu bahwa Mas memang tidak tahu kalau Khadijah berwasiat untuk Mas menikahi adiknya."
"Mas bohong, Mas cuman mau aku gak sakit hati kan?"
"Jangan menyimpulkan sendiri, Amira. Mas gak bermaksud seperti itu. Mas sudah mencintai mu, bagaimana bisa Mas menyesal menikah dengan kamu?"
Amira mengusap air matanya kasar lalu memalingkan wajahnya dari Rayhan.
"Aku gak percaya. Mas pasti lebih menyukai Safira di banding Amira kan?"
"Astagfirullah, bagaimana bisa kamu bicara seperti itu, Amira. Emang kamu tahu isi hati, Mas? Bagaimana caranya Mas yakinkan kamu?"
"Dia mencintai kamu, Mas. Adik ipar mu itu mengagumi kamu. Dan sekarang pria yang di cintainya itu adalah pria yang menjadi suami sahabatnya. Aku harus bagaimana, Mas?"