NovelToon NovelToon
Kujual Tubuhku Demi Sesuap Nasi

Kujual Tubuhku Demi Sesuap Nasi

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Seiring Waktu / Romansa / PSK
Popularitas:5.3k
Nilai: 5
Nama Author: Qwan in

“Di balik seragam putih abu-abu, Nayla menyimpan rahasia kelam.”

Di usia yang seharusnya penuh tawa dan mimpi, Nayla justru harus berjuang melawan pahitnya kenyataan. Ibu yang sakit, ayah yang terjerat alkohol dan kekerasan, serta adik-adik yang menangis kelaparan membuatnya mengambil keputusan terberat dalam hidup: menukar masa remajanya dengan dunia malam.

Siang hari, ia hanyalah siswi SMA biasa. tersenyum, bercanda, belajar di kelas. Namun ketika malam tiba, ia berubah menjadi sosok lain, menutup luka dengan senyum palsu demi sesuap nasi dan segenggam harapan bagi keluarganya.

Sampai kapan Nayla mampu menyembunyikan luka itu? Dan adakah cahaya yang bisa menuntunnya keluar dari gelap yang menelannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Qwan in, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

28

Lampu kristal menggantung megah di langit-langit restoran bintang lima itu, memantulkan cahaya keemasan yang menari di permukaan gelas-gelas wine. Aroma hidangan mahal berpadu dengan dentingan lembut piano yang dimainkan di sudut ruangan, menghadirkan suasana makan malam yang hangat, setidaknya bagi mereka yang hadir tanpa beban.

Dua keluarga duduk berhadapan di meja panjang berhias bunga mawar putih. Keluarga Elvino dan keluarga Aulia.

Semua tampak menikmati santapan dan obrolan ringan tentang rencana pernikahan yang akan segera dilaksanakan. Senyum dan tawa sesekali terdengar, terutama dari para orang tua yang sibuk membicarakan tanggal, konsep acara, hingga tamu undangan penting yang akan hadir nanti.

Namun di ujung meja, dua pria hanya diam. Elvino dan Elang.

Keduanya menatap piring masing-masing tanpa selera, seakan makanan di hadapan hanyalah formalitas. Elang, dengan jas hitamnya yang rapi, menyandarkan punggung sambil sesekali melirik kakaknya dengan tatapan datar. Hubungan mereka masih dingin, dan tidak satu pun dari keduanya berniat mencairkan suasana.

Elvino sendiri lebih banyak diam, jemarinya sesekali mengetuk pelan permukaan meja, menandakan pikirannya tidak berada di tempat itu. Di sekelilingnya, tawa dan percakapan terdengar samar, seolah datang dari dunia lain.

Sementara itu, Aulia, wanita dengan hijab syar’i berwarna lembut, duduk di sisi ibunya. Pipi halusnya merona ketika orang tuanya menyinggung tentang hubungan dan masa depan bersama Elvino. Ia tersenyum malu, menunduk, sesekali melirik pria di seberangnya yang masih enggan berbicara sepatah kata pun.

Sejak kecil, Aulia menyimpan perasaan untuk Elvino, sepupunya sendiri. Perasaan yang ia jaga diam-diam, takut menodai batas keluarga. Namun ketika kedua orang tua mereka bersepakat menjodohkan mereka, hatinya sempat melayang. Ia pikir, mungkin takdir akhirnya berpihak padanya.

Tapi kini, di depan mata, Elvino yang duduk tak jauh darinya, tampak asing. Dingin. Seakan pikirannya sedang bersama orang lain.

Tiba-tiba, getaran halus dari saku jasnya membuat Elvino tersentak.

Ia menunduk, mengambil ponselnya. Layar menyala, menampilkan nama yang membuat jantungnya berhenti berdetak sesaat. Wajahnya berubah dari tenang menjadi tegang. Ia memandangi layar itu beberapa detik, sebelum akhirnya berdiri dari kursi dengan gerakan cepat.

“Maaf, saya harus menerima panggilan ini,” ucapnya singkat.

Tanpa menunggu respon, ia melangkah menjauh, meninggalkan tatapan bingung dari semua orang di meja.

Langkahnya berat, namun jemarinya bergetar ketika menekan tombol hijau di layar.

Suara di seberang sana terdengar lemah, diiringi isak tangis yang mengguncang hatinya.

Sejenak Elvino mematung, matanya memejam kuat. Ada sesuatu dalam suara itu, sesuatu yang selama ini berusaha ia lupakan, tapi kini mengguncang semua dinding pertahanannya.

Beberapa menit kemudian, Elvino kembali ke meja.

Wajahnya pucat, rahangnya mengeras, dan pandangan matanya menatap kosong ke arah meja makan yang kini terasa terlalu sesak. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum membuka suara.

“Pah, Mah, Om, Tante... maaf.” Suaranya terdengar pelan, namun tegas.

“Sepertinya saya harus pergi duluan. Ada sesuatu yang mendesak.”

“Lho, ada apa, Vin?” tanya Pak Haris, ayah Aulia, dengan nada heran.

“Urusan pekerjaan?” sambung ibunya, Lidia, dengan dahi berkerut.

Elvino hanya menunduk.

“Maaf, Mah... aku nggak sempat jelaskan sekarang. Aku harus pergi.”

Tanpa menunggu jawaban, ia berdiri, mengambil jasnya, dan melangkah cepat meninggalkan restoran. Suara langkahnya bergema, terdengar tegas tapi juga tergesa.

Keluarga yang lain hanya saling pandang, kebingungan menyelimuti meja itu. Elang menghela napas panjang, menatap ke arah pintu yang baru saja ditinggalkan kakaknya. Ia tahu sesuatu serius sedang terjadi, dan entah kenapa, firasatnya tidak baik.

Aulia masih terdiam di tempatnya.

Senyumnya perlahan memudar, berganti getir yang menyakitkan. Ia menunduk, menatap sendok di tangannya dengan mata berkaca-kaca.

“Dia pergi lagi…” bisiknya lirih, hampir tak terdengar di tengah musik lembut restoran.

“Dan seperti biasa… bukan untukku.”

Ia menelan ludah, menahan air mata yang hampir jatuh.

Karena jauh di dalam hati, Aulia tahu, panggilan itu bukan tentang pekerjaan.

Ada seseorang di luar sana yang mampu membuat Elvino meninggalkan segalanya… bahkan di saat mereka sedang membicarakan pernikahannya sendiri.

...

Hujan mulai turun tipis ketika Elvino memarkir mobilnya di depan sebuah rumah kontrakan kecil di ujung gang. Lampu teras redup, dan suara deras air dari atap seng terdengar samar di telinganya. Ia menatap bangunan itu beberapa detik, sederhana, dingin, dan suram. Namun entah kenapa, hatinya terasa dicekam rasa takut yang tak ia pahami.

Tanpa menunggu lebih lama, Elvino berlari menuju pintu yang tidak terkunci dan segera membukanya. Aroma obat dan udara lembap langsung menyambutnya. Pandangannya tertumbuk pada sosok Nayla yang berlutut di lantai, memeluk tubuh kecil Dio yang terkulai di pangkuannya. Bahunya berguncang hebat, tangisnya terdengar parau, tercekik oleh kepanikan.

“Nayla... apa yang terjadi?” suara Elvino serak, tercekat di tenggorokan.

Nayla menoleh perlahan. Wajahnya pucat, matanya sembab dan basah oleh air mata.

“Dio... dia nggak bergerak...” suaranya nyaris tak terdengar.

“Aku takut.., tolong... tolong adikku...”

Kata-kata itu seperti belati yang menusuk langsung ke dada Elvino. Ia menatap Nayla, gadis yang selama ini ia kenal sebagai sosok kuat yang tak pernah menunjukkan kelemahannya, bahkan saat dunia memperlakukannya begitu kejam. Ia ingat betul, bahkan di malam paling kelam, ketika Nayla menyerahkan kehormatannya padanya demi menyelamatkan keluarganya... tak ada air mata yang jatuh dari mata itu.

Tapi sekarang, gadis itu hancur di depannya.

Tanpa berpikir panjang, Elvino segera berjongkok, meraih tubuh kecil Dio yang lemas, lalu menggendongnya erat.

“Ayo. Kita ke rumah sakit sekarang!” ucapnya tegas, nyaris berteriak di antara detak jantung yang berpacu.

Nayla hanya bisa mengangguk cepat sambil menyeka air matanya. Ia berlari di belakang Elvino menuju mobil. Hujan makin deras, membasahi langkah mereka.

Mobil itu melaju kencang menembus jalanan basah, suara mesin berpacu dengan degup jantung Nayla yang hampir pecah. Ia menatap wajah adiknya di pangkuannya, wajah pucat yang tak bereaksi sedikit pun.

“Bertahanlah, Dio... tolong jangan tinggalin Mbak...” gumamnya lirih.

Sesampainya di rumah sakit, Elvino langsung berlari masuk, berteriak memanggil bantuan. Petugas segera membawa Dio ke ruang gawat darurat. Pintu ruangan itu tertutup rapat, meninggalkan Nayla berdiri di koridor dengan tubuh yang bergetar hebat.

Ia menyandarkan tubuhnya ke dinding, menatap kosong ke lantai. Kedua tangannya saling menggenggam di depan dada, berusaha menahan gemetar yang tak terkendali. Setiap detik terasa seperti jarum yang menusuk kulitnya.

Tak lama, Elvino keluar dari ruangan. Wajahnya basah oleh sisa hujan dan keringat. Ia melangkah pelan mendekati Nayla yang nyaris kehilangan tenaga.

“Tenang...” ucapnya lembut.

“Dokter sudah memberi penanganan pertama. Dio masih dalam pengawasan, tapi . semuanya akan baik-baik saja.”

Nayla mendongak. Matanya sembab, bibirnya bergetar.

“Dio akan bangun, kan? Dio nggak akan pergi, kan? Katakan kalau dia akan sembuh…”

Suara itu begitu rapuh, membuat dada Elvino terasa sesak. Tanpa pikir panjang, ia meraih Nayla dan menariknya ke dalam pelukannya.

Gadis itu membeku sejenak, lalu tangisnya pecah di dada Elvino.

“Dio nggak akan pergi ke mana-mana,” bisik Elvino lembut di telinganya.

“Dia akan sembuh, Nayla. Aku janji.”

Ia mengusap lembut rambut Nayla, mencoba menyalurkan ketenangan yang bahkan tak sepenuhnya ia miliki.

Beberapa menit berlalu, hingga suara getar ponsel memecah keheningan. Nayla menoleh pelan, mengambil ponselnya dari dalam tas. Layar menunjukkan nama salah satu guru dari sekolah Lili.

Ia menatap layar itu beberapa detik, mencoba menenangkan napasnya yang tersengal. Lalu dengan suara pelan ia menjawab,

“Halo, Bu...”

Dari seberang terdengar suara lembut namun khawatir. Nayla menelan ludah.

“Maaf, Bu... saya sedang di rumah sakit. Tolong jaga Lili sebentar, ya. Saya akan segera ke sana untuk menjemputnya.”

Elvino yang berdiri di samping menatapnya penuh tanya. “Ada apa?”

“Guru di sekolah Lili... dia bilang waktu day care sudah lewat. Aku harus segera menjemputnya,” ucap Nayla, masih dengan nada cemas. Ia melangkah hendak pergi, namun tangan Elvino menahan pergelangan tangannya.

“Tidak usah,” ucap Elvino tegas namun lembut.

“Kau di sini saja. Aku yang akan menjemput adikmu.”

Nayla menatapnya lama, matanya masih basah. Ada sesuatu yang hangat merambat di dadanya, sebuah rasa yang sudah lama tak ia rasakan, diperhatikan.

“Terima kasih...” ucapnya lirih.

“Terima kasih karena kau mau membantuku...”

Elvino menatapnya dalam.

Dan untuk sesaat, waktu berhenti. Dalam tatapan itu, tak ada lagi masa lalu yang kelam, tak ada lagi batas antara rasa bersalah dan penyesalan.

Yang tersisa hanya dua jiwa yang saling terhubung oleh sesuatu yang perlahan tumbuh di antara luka-luka mereka.

1
Dzimar
Thor kmren2 sering triple bab😍
Dzimar
gak rela klu Nayla di tinggal nikah SMA elvino Thor ..elvino juga udh cinta bngt ke nayla
Dzimar
up Thor udh jam 6 blm up... menantikannya
Her$a: masih proses kak😁 agak terkendala hari ini
total 1 replies
Dzimar
Nayla pasti TLP elvino....ayo elvino datang&liat kondisi Nayla yg hdupnya hancur karena keadaannya 😭
Siti Aminah
trs lanjut ya kak AQ suka banget ceritanya.
Siti Aminah
seru banget . tlng di lanjut episode selanjutnya
Her$a: terima kasih 😘
total 1 replies
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
semangat kakak othor... aku gak tau mau bikin ulasan apa,,, tapi sejauh ini ceritanya bagus banget....
Her$a: Terima kasih 😘
total 1 replies
Bunda Dzi'3
hp Thor ..smngts bnyk pembaca karyamu thor👍
Bunda Dzi'3: smngtsss🖤
total 2 replies
Bunda Dzi'3
beban nya Nayla berat bngtt😭
Bunda Dzi'3
Aulia sma elang aja..sma2 bersih...biar Nayla sma elvino...krna Nayla udh di tidurin elvino biar Elvino tanggung jawab...Nayla khawatir hamil saat elvino nikahin Aulia...trs elang yg nikahin Nayla 😭😭
Bunda Dzi'3
ervino udh cinta sma Nayla...
Bunda Dzi'3
lanjutttt🖤
Bunda Dzi'3
buat aja Nayla hamil biar di nikahin Elvino Thor
Bunda Dzi'3
😭😭😭
Bunda Dzi'3
Elvino udh Cinta mungkin sma Nayla tapi gengsi...Dia pikir Nayla gak lebih dri pemuas ranjangnya...pdhl elvino udh ada rasa sblm kjdian MLM pertama...Haa khayalan Qu sperti ini ..nikahin Elvino buat Nayla bhgia👍
Bunda Dzi'3
elvino knpa gak di nikahin aja Nayla&angkat derajatnya Nayla..biar gak bnyk dosa&Dio gak benci lagi😭
Bunda Dzi'3
😭😭😭
Bunda Dzi'3
lanjut thor
Bunda Dzi'3
i
kasian Nayla hancur N merasa bersalah bngt pastinya ..ibunya mninggal karna tau kerjaan nayla😭
Bunda Dzi'3
elang ntar tau Mira bagaimana nyesell udh salah menilai Nayla yg jdi korban
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!