NovelToon NovelToon
Once Mine

Once Mine

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Nikah Kontrak / Percintaan Konglomerat / Obsesi / Romansa / Slice of Life / Dark Romance
Popularitas:7.3k
Nilai: 5
Nama Author: Just_Loa

Sara Elowen, pemilik butik eksklusif di Paris, hidup dalam ketenangan semu setelah meninggalkan suaminya-pria yang hanya ia nikahi karena perjanjian.

Nicko Armano Velmier bukan pria biasa. Ia adalah pewaris dingin dari keluarga penguasa industri, pria yang tak pernah benar-benar hadir... sampai malam itu.

Di apartemen yang seharusnya aman, suara langkah itu kembali.
Dan Sara tahu-masa lalu yang ia kubur perlahan datang mengetuk pintu.

Sebuah pernikahan kontrak, rahasia yang lebih dalam dari sekadar kesepakatan, dan cinta yang mungkin... tak pernah mati.

"Apa ini hanya soal kontrak... atau ada hal lain yang belum kau katakan?"

Dark romance. Obsesif. Rahasia. Dan dua jiwa yang terikat oleh takdir yang tak pernah mereka pilih.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Just_Loa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Trauma

Pukul delapan pagi, butik Solea masih lengang. Hanya cahaya matahari yang menembus tirai tipis, menyoroti rak-rak setengah kosong dan aroma cat baru yang belum sepenuhnya hilang. Suasana sunyi itu pecah oleh langkah ringan Sara, yang tiba lebih awal dari siapa pun.

Ia mengenakan turtleneck putih yang menutupi lehernya sepenuhnya dan mantel panjang warna krem pucat yang jarang ia kenakan saat bekerja. Rambutnya dibiarkan tergerai rapi, bergelombang lembut di sisi wajahnya. Tapi wajah itu tampak pucat, dan matanya sembab meski sudah dilapisi concealer tipis.

Hari ini bukan hari biasa.

Sara berdiri di depan meja kerja, menggenggam pensil desain yang tidak ia gunakan. Fokusnya buyar. Ia berdiri lama, hanya menatap lembar sketsa yang tidak bergerak di depannya.

Waktu merayap cepat tanpa ia sadari. Dari cahaya pagi yang lembut kini berganti dengan terik siang yang menembus kaca depan butik.

Hari itu, tim kecil Solea berkumpul untuk beberapa hal, pembersihan menyeluruh seluruh butik, finalisasi display ruang utama, pengaturan ulang gudang, dan pemilihan beberapa kandidat staff tambahan. Tapi semua hal itu terasa jauh dari jangkauan Sara.

Elenna dan Emeline menyadari sejak awal kalau ada yang salah.

Sara tidak biasa datang tanpa menyapa, apalagi diam sepanjang waktu. Saat Elenna meminta konfirmasi untuk palet warna utama koleksi musim semi, Sara hanya menjawab dengan anggukan singkat, padahal dua warna yang ia setujui hampir saling bertabrakan.

Saat mencoba mengoreksi pola desain yang dibuat kemarin, tangannya gemetar. Garis-garisnya goyah, dan satu tusukan jarum jahit bahkan membuatnya terdiam lama, seolah rasa sakit kecil itu membawanya kembali ke malam sebelumnya.

Sebelumnya, Sofia dan Rafael sudah mencoba menahannya agar tidak ke butik. Mereka tahu sesuatu tidak beres dengan Sara, matanya merah, tubuhnya gemetar meski sudah mengenakan mantel tebal. Tapi Sara memaksa.

"Aku butuh kesibukan " katanya sambil tersenyum kecil, senyum yang terlihat dipaksakan.

Namun sibuk tidak berarti pulih.

Beberapa jam berlalu dan Sara masih belum bisa bekerja dengan tenang. Di ruang utama, saat para staf sibuk membersihkan kaca dan menyusun dummy, Sara malah terduduk di ruang belakang. Pandangannya menatap dinding polos, tanpa arah. Tangannya sesekali menyentuh leher, seolah masih terasa napas seseorang di sana. Jemarinya mencengkeram kain bajunya sendiri, berusaha mengusir sensasi yang tidak nyata, tapi masih membekas.

Setiap suara langkah berat di lantai atas membuat bahunya menegang.

Setiap pintu terbuka membuatnya menoleh terlalu cepat.

Lalu saat Emeline masuk membawa katalog terbaru dan secara tidak sengaja membiarkan pintu terbuka lebih lebar, Sara langsung menegang. Napasnya naik turun, matanya membesar.

"Nona Elowen?" Emeline bertanya hati-hati.

Sara tidak menjawab.

"Maaf... saya hanya ingin meletakkan ini," lanjut Emeline meletakkan katalog pelan di meja.

Sara mencoba berdiri, tapi gagal. Bahunya sedikit bergetar, lalu ia berbisik pelan, "Bisa... antarkan aku ke bawah?"

Emeline mengangguk cepat, menahan lengan Sara dengan lembut.

...----------------...

Di dalam mobil, Rafael duduk di kursi depan. Ia menatap kaca spion tengah, memperhatikan wajah Sara yang diam dan menatap ke luar jendela. Ia memang belum mengenalnya lama tapi cukup peka untuk tahu, keheningan Sara hari ini bukan jenis yang bisa sembuh dengan istirahat.

Kalau dari luar, mungkin orang akan mengira dia hanya kelelahan. Tapi bukan itu.

"Apa kita perlu ke dokter Leon, Nona?" tanya Rafael perlahan.

Sara menggeleng. Pandangannya tidak lepas dari jendela.

"Aku cuma... mau pulang."

Suaranya nyaris tak terdengar.

Sebenarnya, ia tahu pulang tak akan memperbaiki apa pun.

Penthouse itu, meski kosong di sore hari seperti ini, masih menyimpan jejak yang tak bisa ia lupakan. Bau tubuh Nicko yang samar-samar masih terasa, bahkan udara di kamar mandi pun belum sepenuhnya menghapus bekas keberadaan pria itu.

Namun setidaknya, di sana, ia tidak harus terus menjawab tatapan heran para staf. Tidak harus menutupi kegagapan saat Nadine dari tim Paris menelepon, menanyakan perkembangan koleksi runway untuk Milan Fashion Week. Ia bahkan tak tahu jawaban apa yang semestinya ia beri. Suara Nadine terasa seperti gema jauh yang tak bisa ia tangkap dengan utuh.

Pikirannya tak fokus. Tubuhnya juga tidak kooperatif. Dan Solea, untuk hari ini, rasanya terlalu ramai bahkan meski hanya berisi beberapa staf dan suara debu yang dibersihkan.

Ia tidak bisa ke mana-mana.

Bukan ke rumah keluarganya di Swiss, yang kini hanya bisa ia sapa lewat pesan teks yang rutin ia kirim setiap malam, demi meyakinkan kedua orang tuanya bahwa ia baik-baik saja.

Bukan ke tempat lain yang asing, karena setiap langkah menjauh dari Nicko justru mengarah ke lubang kosong yang entah kenapa lebih mengerikan.

Jadi, pulang.

Hanya itu yang bisa ia pilih.

Rafael melirik kembali ke kaca spion tengah. Ia sempat ingin berbicara, mungkin menanyakan kabar atau sekadar mencairkan suasana. Tapi niat itu urung. Wajah Sara di bangku belakang terlihat lelah dan datar, seperti seseorang yang terlalu tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Jadi ia memilih diam. Dan membiarkannya.

Ketika mobil berhenti di basement gedung, cahaya temaram dari lampu dinding menyambut dalam keheningan yang aneh. Di dekat lift pribadi, Sofia sudah berdiri menunggu, tampak rapi seperti biasa, tapi wajahnya gelisah. Begitu pintu mobil terbuka dan Sara melangkah turun, ekspresi wanita itu berubah seketika. Ada kekhawatiran yang tak bisa disembunyikan.

"Saya sudah menunggu dari tadi, Nona," ucapnya pelan, menyambut Sara sambil menyentuh lengannya dengan hati-hati. "Ayo kita ke atas. Anda butuh istirahat."

Sara tak menjawab. Ia hanya mengangguk lemah, langkahnya pelan seperti tidak tahu ke mana harus pergi.

Setibanya di kamar, Sofia membantu Sara berganti pakaian dengan piyama tipis yang nyaman. Gerak tubuh Sara lambat, dan tangannya terasa dingin. Ia tampak kelelahan, seperti hanya bergerak karena harus.

Sofia lalu menyiapkan secangkir teh hangat dan sepiring kecil berisi roti madu dan potongan buah. Ia menyodorkannya perlahan.

Sara hanya mencicipi sedikit, tanpa benar-benar makan. Wajahnya kosong, tatapannya mengarah ke satu titik tapi tak benar-benar melihat. Napasnya sesekali terdengar berat.

Beberapa menit berlalu dalam diam sebelum suara pelan terdengar dari arahnya.

"Tolong temani aku..."

Sofia mengangguk dan duduk di sisi ranjang. Ia menggenggam tangan Sara yang tetap diam di tempat.

Beberapa waktu kemudian, Sara tertidur. Tidur yang gelisah tapi tetap lebih baik daripada terjaga dalam ketakutan.

Sofia menatap wajah pucat di hadapannya. Ada rasa sesak di dadanya. Ia ingin melakukan sesuatu, apa saja, untuk membuat keadaan sedikit lebih baik. Tapi pikirannya terhalang oleh pesan yang masih teringat jelas dari Tuannya untuk tak memberikan obat penenang seperti biasanya.

Ia tak tahu pasti apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka. Tapi saat membantu mengganti pakaian Sara tadi, rona kemerahan di tubuh perempuan itu membuat pikirannya dipenuhi dugaan yang sulit ditepis.

Namun lebih dari itu, Sofia tahu satu hal dengan pasti Sara tak menginginkan banyak hal. Ia tak ingin suara maupun tak belas kasihan. Yang ia butuhkan hanyalah satu hal sederhana kesendirian yang cukup tenang agar bisa tetap bertahan.

...----------------...

Sara membuka mata perlahan dalam gelap. Kamar begitu sepi, hanya terdengar detak jam dan suara angin tipis dari celah jendela. Tubuhnya terasa lelah dan berat, tapi pikirannya justru terlalu penuh. Ada sesuatu yang mengganjal di dalam kepalanya, seperti tekanan yang tidak bisa ia lepas hanya dengan menarik napas.

Ia duduk perlahan. Matanya melirik ke sisi ranjang.

Kosong.

Sofia sudah tidak di sana.

Sara menoleh ke sekeliling. Lampu meja dibiarkan menyala redup, setengah cangkir teh masih ada di meja. Tapi tidak ada orang. Tak ada suara dari koridor. Rumah terasa sangat hening. Dan itu bukan keheningan yang membuat tenang, itu keheningan yang membuatnya takut.

Sara mengatur napas, mencoba menenangkan diri. Tapi sejak tadi, jantungnya tidak benar-benar normal. Kepalanya berat, tubuhnya terasa kosong tapi berdenyut di dalam.

Ia bangkit perlahan, menapaki lantai dingin tanpa alas kaki, lalu membuka laci kecil di samping tempat tidur.

Kosong.

Tidak ada blister putih berisi obat kecil yang biasa disiapkan Sofia setiap malam.

Tidak ada.

Tangannya terdiam di sana, menatap ke dalam laci seolah berharap ia hanya salah lihat.

Ia tahu, kalau Sofia pasti sengaja tak menaruhnya.

Karena Nicko.

Pasti dia yang menyuruh. Dia yang selalu ingin mengatur semuanya.

Kenapa pria itu suka sekali menyiksanya dalam diam?

Sara menggigit bibir bawahnya. Rasanya mau marah. Mau menangis. Tapi bahkan untuk itu pun tubuhnya tidak sanggup.

Ia turun dari tempat tidur. Berniat ke dapur, atau ruang tengah, atau manapun yang bisa membuatnya sedikit sibuk. Tapi saat sampai di lantai bawah, rumah masih tetap sama.

Sepi, dan terlalu besar untuk dirinya sendiri.

Tidak ada Sofia. Tidak ada siapa-siapa.

Keheningan malam terasa menekan. Bahkan suara napasnya sendiri terdengar terlalu keras.

Pikiran Sara masih dipenuhi sisa-sisa percakapan pagi tadi. Kata-kata Nicko datar, pelan, tapi tajam terngiang di kepalanya. Wajah pria itu, sentuhannya, tatapannya... semuanya masih terasa, seolah belum benar-benar hilang dari ruang ini.

Ia duduk meringkuk di sofa dekat jendela besar, membiarkan tirai terbuka sebagian. Lampu di luar hanya memantulkan bayangan samar ke permukaan kaca. Gaun tidurnya jatuh lembut di lutut, dan cardigan panjang yang melapisi bahunya tak banyak membantu meredam dingin.

Di tangan kanannya, ponsel menyala tapi tetap kosong. Tidak menelepon siapa pun. Tidak membuka apa-apa.

Ia hanya menatap layar itu. Lama.

Berharap.

Meski tak tahu kepada siapa.

Tangannya masih gemetar. Ia ingin tidur, atau sekadar diam tanpa beban. Tapi tubuhnya terlalu tegang. Obat penenang yang biasa membantunya tidak ada. Dan di rumah ini, tak ada siapa pun.

Hanya dirinya sendiri.

Beberapa detik tak ada suara. Lalu terdengar langkah tenang, pelan, dan pasti menyusuri lantai.

Sara tersentak. Kepalanya menoleh refleks, meski tubuhnya tetap meringkuk di sofa dekat jendela. Sorot matanya tertuju ke arah lorong gelap yang mengarah ke pintu masuk.

Klik.

Pintu terbuka.

Dan dia berdiri di sana.

1
Mar Lina
apakah Nico
akan melakukan nya lagi dengan Sura
dan pada akhirnya sura berkata jujur karena minuman minuman itu...
hanya author yg tau
lanjut thor ceritanya
Mar Lina
akhirnya
pelan" akan terobati...
kasihan Nick selalu bermain solo
karena ingin menyembuhkan Sara...
lanjut thor ceritanya
Mar Lina
semoga
Sara bisa tenang
berada di sisi Nick
bisa jadi obat untuk trauma nya
yg menyakiti akan menyembuhkan
lanjut thor ceritanya
Just_Loa: hehe syap ka..
total 1 replies
Just_Loa
Thank youuu🥹 ❤️lanjut terus ya, ceritanya bakal makin dalem, gelap, tapi juga bikin nagih 😁
Vlink Bataragunadi 👑
ih aku makin penasaran sama masa lalu mereka
Vlink Bataragunadi 👑
berati bener ya, Sara kynya punya trauma.... apakah trauma itu ada hubungannya dengan Nicko?
Vlink Bataragunadi 👑
othor keren bangets mendeskripsikan suasananya, aku jadi ikut merasakan, ni pernikahan garing bet woooiiii/Cry//Facepalm//Facepalm/
Vlink Bataragunadi 👑
ya ampun, lempeng amaaat, gmn orang-orang ga curiga
Vlink Bataragunadi 👑
ommo.... semuanya terlalu formal, terlalu datar, terlalu teratur bagaimana Adrian mau percaya
Vlink Bataragunadi 👑
tp kenapa Sara ga inget ya
Vlink Bataragunadi 👑
ih keren kata2nya/Cry/
Vlink Bataragunadi 👑
aduh ini keluarga cemara bangettt/Sob//Sob//Sob/
Vlink Bataragunadi 👑
tuh kaaan..... ada apa ya?
Vlink Bataragunadi 👑
ni kynya ada cerita masa lalu di antara mereka ya, tp Sara ga inget
Vlink Bataragunadi 👑
Nicko.... tidak ada emosi, tidak ada desakan, tidak ada ancaman tp justru yg seperti ini yg lebih mengancam....
Vlink Bataragunadi 👑
sejauh ini aku suka, thor/Kiss//Good/
Just_Loa: hehe makasih banyak kak udah suka sejauh ini 🤭 semoga makin betah bacanya 🧡
total 1 replies
Jumi
hai k aku mampir
Just_Loa: trmkasih sdh mmpir kak,smga suka dg crtanya ☺️
total 1 replies
Mar Lina
ku kira sara bakal menyerah
tetapi masih mengikuti keegoisannya...
lanjut thor ceritanya
di tunggu updatenya lagi
Just_Loa: Betul, Sara emang keras kepala 😅. Update-nya bakal segera datang, stay tuned!”
total 1 replies
Just_Loa
siap kk trmksih sdh mmpir,smga suka dg crtanya ya ☺️
Jumi
hai k aku mampir
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!