Putri cantik kerajaan yang bernama Khanina itu memiliki kemampuan mengubah batu menjadi emas pada saat ia dalam keadaan bahagia. Kemampuan Putri Khanina tersebut membuat sang ayah ketakutan akan sesuatu yang menimpanya.
Kemudian Khanina menikah dan menjadi Ratu di kerajaan suaminya. Banyak permasalahan yang menimpanya selama berada di Kerajaan itu, sehingga ia harus menolong suaminya dengan kekuatan yang ia miliki. Namun malang menimpanya. Saat ia mengubah bebatuan menjadi emas, ada seorang yang melihatnya. Masalahpun semakin berat, ia dan suaminya dituduh berkhianat dan harus dipenjara, dan ia harus melarikan anaknya Mahiya yang juga memiliki kemampuan yang sama ke hutan gunung dan terus berada disana hingga akhirnya Mahiya menikah dan memiliki anak bernama Rae. Bebatuan di gunung itupun banyak yang berubah menjadi emas. Rae dan gunung emas menjadi incaran para pengkhianat kerajaan. Apa yang terjadi pada mereka selanjutnya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon atika rizkiyana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suli Duduk di Sungai
Rae sampai di Desa Adya.
Ayah Suli kala itu berada di teras rumahnya, langsung berdiri dan berjalan kearah pintu masuk teras rumah mereka untuk menyambut kedatangan Raja Rae yang sangat tiba-tiba.
Rae lalu turun dari kudanya dan memberi ikatan kudanya kepada pengawalnya untuk di bawa dan diikatkan ke tiang di ujung pagar rumah itu yang terbuat dari kayu yang di ukir dengan indah.
“Selamat datang wahai Rajaku, silahkan masuk ke rumah kami yang seadanya ini” ucap ayah Suli.
“Jangan begitu, paman.. Aku datang ke rumah anda bukan sebagai seorang Raja. Tapi sebagai teman dari anak anda. Panggilan namaku langsung paman.. panggil aku Rae” jawab Rae sederhana.
“Engkau Raja yang berhati mulai, nak.. engkau tidak angkuh dengan kedudukan dan gelarmu” ungkap ayah Suli tersebut...
“Ayo.. masuk.. dan duduklah nak..”
“Paman.. aku duduk disini saja (sambil menunjuk kursi yang ada di teras rumah Suli)..”
“hmm.. baiklah nak.. duduklah dimanapun engkau mau, ini adalah rumahmu. Sebentar.. aku akan panggilkan Mukaz dan ibunya”
Rae lalu mengangguk sambil tersenyum. Dalam hatinya ingin bertanya, “Suli dimana paman?!” namun ia menahannya. Ia malu untuk berterus terang kala itu.
Rae masih berdiri sambil menggaruk garukkan kepalanya, tampak ia sangat gugup. “Jika ada Suli, apa yang harus aku lakukan?!” tanyanya dalam hati. Ia berjalan kecil di teras rumah Suli dan memandang sekeliling rumah Suli di desa itu.
Tak lama, datang ibunya..
“Selamat datang, nak.. apa kabarmu ?!” sapa lembut ibunya Suli.
“ya ibu.., aku kabar baik.” Jawab Rae.
“Hai Rae.. senang melihatmu!!” sapa Mukaz setengah berteriak lalu memeluk erat Rae.
Ayah, ibu, Mukaz dan Rae duduk di teras rumah mereka.
“Apa yang membuat kau datang kesini , nak..” tanya ayah Mukaz..
“Em.. Aku.. emm..” Rae sangat bingung dan gugup. Ia menahan napas sesaat lalu berkata
“Aku ingin bertanya tentang Suli”.
sesaat semua terdiam. Rae menghela napas panjang.. kemudian Rae tampak sedikit tenang dan mengulang alasannya datang ke desa ini.
“yaa.. paman.. ibu, Mukaz.. Aku ingin bertanya tentang Suli.
Terakhir.. Suli pergi dari istana tidak memberi kabar padaku.
Dan... Menurut penjaga lorong di kamar Suli. Ia pergi sambil menangis. Aku tidak tau apa yang terjadi padanya kala itu. Sejak saat itu, aku tak berhenti memikirkan keadaannya.” Terang Rae.
Ayah terdiam lalu memandang wajah ibu dan Mukaz. Seolah.. menerjemahkan kelakuan Suli..
“Suli memang kembali ke rumah ini beberapa hari lalu. Tapi.. ia tidak berkata apapun atau menceritakan apapun yang sedang menimpanya selama di istana. Jadi, tentang apa yang terjadi dengan Suli.. kami juga tidak tau.” Jawab ayah.
“denganku pun ia tidak menceritakan apapun. Tapi memang aku melihat dia sedikit murung dan lebih banyak diam. Berbeda dari biasanya, ia selalu cerita dan berceloteh tentang apapun yang dirasakannya.” Ucap Mukaz.
Ibu hanya diam tak berkata apapun dan hanya mengangguk dengan pernyataan Mukaz barusan seolah ingin mengatakan, akupun tidak tau tentang dia saat ini.
“Paman, Mukaz.. Ibu.. bolehkah aku bertemu dengan Suli ?! Aku hanya ingin mengetahui apa yang terjadi padanya di istana sehingga ia harus pergi tanpa memberitahu aku?!” ucap Rae.
“Silahkan nak.. tadi ia bilang padaku jika ia ingin memanah disekitar sungai di hutan. Mukaz, temanilah Rae bertemu Suli disana” ucap ayah..
“Baiklah ayah, Ayo Rae..” jawab Mukaz.
“kami pergi dulu ayah, ibu..” ucap Rae..
“Ya nak.. tetaplah berhati hati..”..
Rae dan Mukaz kemudian menaiki kuda lalu menuju ke sungai di hutan tempat biasa Suli dan Mukaz bermain dan beraktifitas.
Setelah hampir sampai di sungai.. Mukaz menghentikan kudanya.
“itu Suli.. (sambil menunjuk kearah Suli), pergilah.. aku akan menunggu kalian disini.” Ucap Mukaz.
Mukaz memahami ruang privasi antara adiknya Suli dengan Rae.
Mukaz telah mengetahui lama jika Rae dan Suli menyimpan rasa cinta di hati mereka masing-masing meskipun mereka belum menceritakan perasaan mereka sendiri kepadanya.
“Aku menitipkan kudaku disini” ucap Rae..
“Yaa.. sini aku ikatkan” sambil menarik ikatan kuda Rae. Lalu mengikatkannya ke sebuah pohon.
Rae lalu berjalan kaki mendekati Suli.
Kala itu, Suli hanya duduk di batu besar di pinggir sungai sambil termenung..
“Suli.. apa yang kau lakukan disini ?!” sapa Rae dengan suara yang lembut..
Mendengar suara Rae, Suli terdiam ia hanya menggerakkan bola matanya kearah lain.
Sadar dengan kedatangan Rae, Suli lalu berdiri dan menatap Rae..
“Rae.. kau... Emm.. kau.., apa yang kau lakukan disini ?!” tanya Suli gugup dengan keberadaan Rae didepannya kala itu.
“kau sendiri, sedang apa melamun disini ?!” tanya Rae lagi..
Lalu Suli membalikkan badannya membelakangi Rae.
“Tidak ada!” ucap Suli.
“Aku tidak sedang melakukan apapun disini.” Jawab Suli dengan nada datar dan seolah tak ingin melihat Rae.
“Apa yang terjadi padamu, kenapa kau pergi dari istana tanpa memberitahu aku ?!” tanya Rae..
“Dan menurut pengawal di lorong dekat kamarmu, engkau menangis. Kau kenapa Suli ?!”
“Aku tidak apa-apa Raja Rae” jawab Suli.
“Kenapa kau memanggilku seperti itu?!”
“engkau kan memang seorang Raja, dan sebentar lagi engkau akan bertunangan dan menikahi seorang putri, dan aku hanya seorang gadis desa biasa. Maka aku harus memanggilmu dengan sebutan Raja” jawab Suli.
“Apa yang kau katakan Suli ?.. Apa maksudnya ?” tanya Rae dengan heran.
Suli lalu membalikkkan wajahnya memandang langsung ke hadapan Rae.
“Baik, jika kau tanya kenapa aku pergi dari istana itu, karena itu bukan tempatku.
Sedangkan kau adalah seorang Raja, engkau akan bertunangan dan menikahi Putri Chasi anak dari Raja Maraya. Benar saja, kalian sederajat. Kalian akan menikah, lalu apa peduliku hingga aku harus ada disitu ?”..
“Katakan padaku, siapa yang mengatakan itu padamu ?!” tanya Rae sedikit marah.
Suli lalu diam dan membuang pandangannya dari Rae.
“Pergilah dari sini..” ucap Suli marah.
“Siapa yang mengetakan itu padamu, Suli ?!” tanya Rae lagi
“Kau tak perlu tau, Rae...
Pergilah.. dan menikahlah dengan putri pilihanmu itu”
tampak marah dan wajah yang memerah pada Suli.
Rae mendekati Suli dari samping wajahnya, lalu ia memandang wajah Suli.
Suli kembali melihat Rae dan melangkah menjauhi Rae.
Rae lalu tersenyum.
“Tenang saja, kenapa harus marah.. Jangan seperti anak kecil.. disini juga ada abangmu Mukaz yang sedang menjagamu, apa kau tidak malu terlihat seperti anak kecil yang sedang marah- marah..?!. Kau harus tau Suli.. apa yang kau katakan itu tidak benar. Mana mungkin aku menikah dengan Chasi.. aku kan baru mengenalnya.
Aku... Akan menikah denganmu.. karena aku telah lama mengenalmu. Aku akan kembali ke istana untuk mengatakan pada ayahku jika aku akan datang ke Desa ini kembali untuk melamarmu dihadapan ayah, ibumu dan juga abangmu Mukaz.
Baiklah Suli sekarang aku harus pergi.. dan tunggulah aku kembali.” ucap Rae lalu pergi meninggalkan Suli..
Tak lama langkah Rae terhenti dan membalikkan badannya, ia memergoki Suli yang juga berdiri sambil memandangi Rae, lalu ia cepat-cepat membuang pandangannya dari Rae.
“Cepatlah pulang Suli.. kau hanya sendiri disini. Itu bahaya untukmu. Berhati hatilah” Ucap Rae sambil sedikit berteriak.
Suli menunduk sambil tersenyum. Lalu ia memandang ke arah Rae kembali.
“Iyaa.. terima kasih..” ucap Suli membalas Rae.
“Kau juga hati hati, Rae” ucap Suli pelan.
Suli terus memandang Rae yang berjalan semakin menjauhinya.
Tak terasa, air mata Suli menetes. Pikirannya bercampur aduk saat itu. Ia bingung harus apa.
“ya Tuhanku, jagalah Rae.. untukku..” gumam Suli dalam hatinya.