NovelToon NovelToon
CARA YANG SALAH

CARA YANG SALAH

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Playboy / Selingkuh / Cinta Terlarang / Romansa
Popularitas:5k
Nilai: 5
Nama Author: syahri musdalipah tarigan

**(anak kecil di larang mampir)**

Di tengah kepedihan yang membungkus hidupnya, Nadra mulai menjalani hari-hari barunya. Tak disangka, di balik luka, ia justru dipertemukan dengan tiga pria yang perlahan mengisi ruang kosong dalam hidupnya.

Arven, teman kerja yang selalu ada dan diam-diam mencintainya. Agra, pria dewasa berusia 40 tahun yang bersikap lembut, dewasa, dan penuh perhatian. Seorang duda yang rupanya menyimpan trauma masa lalu.

Dan Nayaka, adik Agra, pria dewasa dengan kepribadian yang unik dan sulit ditebak. Kadang terlihat seperti anak-anak, tapi menyimpan luka dan rasa yang dalam.

Seiring berjalannya waktu, kedekatan antara Nadra dan ketiga pria itu berubah menjadi lingkaran rumit perasaan. Mereka saling bersaing, saling cemburu, saling menjaga namun, hati Nadra hanya condong pada satu orang: Agra.

Keputusan Nadra mengejutkan semuanya. Terutama bagi Nayaka, yang merasa dikhianati oleh dua orang terdekatnya, kakaknya sendiri dan wanita yang ia cintai diam-diam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syahri musdalipah tarigan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

30. Arkana Visual Dynamics

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Keesokan paginya, langit masih pucat, dan udara pagi membawa aroma embun yang menenangkan. Sebuah mobil hitam berhenti perlahan depan bangunan bertingkat empat dengan desain modern minimalis.

Perusahaan ini adalah langkah besar pertama yang Agra ambil sendiri tanpa embel-embel nama besar keluarga Wiratama Group. Ia mendirikannya diam-diam, dengan modal pribadi, relasi yang ia bangun sendiri, dan keyakinan yang tidak pernah goyah.

Di depan bangunan kantor bertulisan "Arkana Visual Dynamics". Nadra masih berdiri di samping Agra, tak menyadari bahwa tempat itu menyimpan begitu banyak cerita dan keputusan penting dalam hidup pria itu.

Perusahaan ini bergerak di bidang kreatif dan produksi media visual, mulai dari branding, periklanan, hingga content management untuk klien lokal mancanegara.

Perusahaan itu memang belum sebesar imperium bisnis keluarga Wiratama, tapi growth-nya mengesankan. Kontrak dengan beberapa startup teknologi dan brand lokal besar sudah mulai berdatangan. Dalam hitungan bulan, Agra sudah berhasil membawa timnya ke tahap yang solid.

Agra menatap gedung kantornya dengan pandangan tenang. Di dalamnya bukan cuma bisnis, tapi juga rencana hidup yang ia bangun perlahan. Semua ini ia siapkan jauh sebelum Nadra datang dalam hidupnya. Ia tahu, cepat atau lambat, ia harus memilih jalan sendiri. Ia sudah siap meninggalkan semua privilese keluarganya demi kehidupan yang ia bangun dari bawah.

Karena Agra tahu, suatu hari, bila ia menemukan wanita yang ingin ia jadikan istri, besar kemungkinan kedua orang tuanya tidak akan menyetujui, terutama bila wanita itu tidak berasal dari kalangan terpandang.

Namun, sejak Nadra hadir, semua pertimbangan itu runtuh. Agra tak peduli tentang status sosial, tentang tradisi keluarga, atau restu yang tak akan pernah datang. Ia hanya tahu satu hal, hatinya sudah mantap.

Sabtu nanti adalah pertunangan Nayaka. Acara besar itu akan menjadi tempat yang penuh mata dan bisik-bisik. Tapi Agra tak gentar. Ia sudah mempersiapkan satu hal penting di balik layar, ia akan memperkenalkan Nadra sebagai calon pendamping hidupnya.

Nadra berdiri di depan bangunan itu, kagum tak berkata-kata. Matanya menyapu seluruh area halaman luas yang bersih, taman kecil yang rapi di sisi pintu masuk, dan barisan karyawan berseragam formal yang lalu lalang dengan langkah cepat. Kantor ini berada jauh dari hiruk-pikuk kota besar, tapi justru terlihat sangat aktif dan hidup.

"Wow," Nadra berdecak kagum pelan.

Di sampingnya, Agra berdiri mengenakan kemeja hitam polos dan celana abu arang. Tangannya masuk ke saku celana, dan senyum tipisnya mengembang saat melihat Nadra tak berkedip memandangi gedung tersebut. "Gimana?" tanyanya ringan. "Apa kamu tertarik kerja di sini?"

Nadra mengangguk pelan, masih tak lepas menelusuri pemandangan depan kantornya yang baru. Tapi ekspresinya berubah seketika. "Oh tidak!" serunya, memegang kepala. "Aku belum kasih surat resign ke Pak Dion!" Wajahnya panik, bahkan tubuhnya sedikit memutar arah seperti ingin langsung kembali ke kota tempat ia tinggal.

Agra tertawa kecil, suaranya dalam dan tenang. "Santai," ucapnya. "Razan sudah ngurus semuanya. Termasuk proses keluar kamu dari tempat kerja itu. Jadi, gak perlu khawatir."

Nadra melongok sejenak, sebelum menatap Agra dengan wajah masam. "Kalau aku tahu perusahaannya di luar kota kayak gini, mungkin aku nggak langsung terima tawaran kamu kemarin."

"Hmm." Agra menyeringai. "Tapi kamu terima, dan sekarang kamu di sini."

Nadra mendengus pelan, lalu kembali melihat sekitar. "Terus, aku tinggal di mana?" tanyanya. "Aku nggak bawa baju, bantal, atau bahkan boneka kesayangan aku."

Agra mengangguk tenang. "Tenang aja. Untuk karyawan dari luar kota, perusahaan ini sudah sediakan tempat tinggal. Rapi, bersih, dan nggak jauh dari sini."

Nadra mengangguk, tapi tatapannya menyipit curiga. "Tapi kamu keliatan punya rencana lain ya?"

Agra menoleh pelan, menatap Nadra yang kini melipat tangan di dada. Dengan ekspresi serius namun lembut, ia berkata, "Kalau aku boleh kasih saran, kamu akan lebih aman, kalau tinggal satu apartemen denganku."

Nadra terkejut. "Apa? Maksud kamu, tinggal bareng kamu?"

Agra mengangguk pelan. "Iya. Satu apartemen. Tapi tenang, aku bisa tidur di ruang terpisah. Aku cuma khawatir aja."

Nadra masih menatapnya dengan ekspresi ragu. Tapi di balik keraguan itu, ada secuil kehangatan yang menyusup di dada. Ia tahu Agra bukan sekadar mengundang untuk tinggal. Itu adalah bentuk perlindungan dan mungkin, juga bentuk kasih sayang yang perlahan mulai tumbuh.

Nadra, sambil berjalan menyusuri lobi kantor. "Tempatnya keren juga ya. Dari luar nggak kelihatan kalau dalamnya seprofesional ini."

Agra tersenyum, mengatur langkahnya mengikuti Nadra. "Kita memang nggak terlalu suka pamer. Lebih suka kerja nyata, hasilnya nanti yang bicara."

Nadra menoleh, menatap Agra dengan heran. "Kita?"

Agra mengangguk. "Kamu bagian dari perusahaan ini sekarang."

Nadra mengerucutkan bibir. "Cepat banget aku direkrut. Besok-besok jangan-jangan udah jadi asisten pribadi bosnya?"

Agra mendekat pelan, suaranya merendah di telinga Nadra. "Kalau kamu bersedia, aku nggak cuma mau kamu jadi asisten pribadi."

Nadra melirik. "Terus jadi apa?"

Agra menatap lurus. "Pendamping hidup."

Nadra mengerjap. "Hah?" Tubuhnya membeku, seolah kata-kata Agra tadi mengunci langkahnya.

Matanya mulai menyipit, menatap Agra dengan ekspresi penuh curiga. Pria dewasa itu tampak biasa saja, berdiri santai di sampingnya, namun satu per satu karyawan yang melintas mulai menyapa.

"Pagi, Pak Agra."

"Selamat pagi, Pak."

"Briefing jam sepuluh, Pak."

Nadra memutar kepalanya pelan. Alisnya terangkat tinggi. "Pak?"

Ia kembali memandangi Agra, matanya semakin menyipit, seperti sedang menelanjangi kebohongan di balik senyum tipis pria itu. Agra meneguk ludah, senyumnya canggung, seolah baru tertangkap basah.

"Ehehe, mereka memang biasa manggil gitu," gumam Agra pelan.

"Om Agra." Nadra menyilangkan tangan di dada, nadanya setengah mengancam. "Apa maksud panggilan itu?"

Agra menggaruk tengkuk lehernya, lalu terkekeh, "Sebenarnya, aku yang punya perusahaan ini."

Nadra langsung membalikkan badan dengan wajah cemberut. "Ya ampun!"

Langkahnya cepat, penuh kekesalan. Agra segera mengejar di belakang, wajahnya merah padam. Beberapa karyawan yang melintas sempat mencuri pandang, menutup mulut, menahan tawa. Baru kali ini mereka melihat bos mereka, yang biasanya dingin dan penuh wibawa, mendadak panik dan gelagapan.

Agra terus memanggil Nadra dengan suara pelan namun memohon. "Nadra, tunggu Nadra, dengar aku dulu."

Di ujung koridor, akhirnya ia berhasil meraih tangan gadis itu. Langkah Nadra terhenti, tapi ia menghentakkan tangannya, menepis genggaman Agra, lalu berdiri membelakangi pria itu. Kedua tangannya terlipat di depan dada, pundaknya terangkat, wajahnya penuh protes. Seperti gadis kecil yang sedang merajuk.

Agra menarik napas panjang, lalu berusaha mendekat. "Maaf, ya?"

Nadra diam. Tidak ada jawaban. Ia malah makin membuang wajah ke samping. Agra melangkah pelan ke depan Nadra, lalu memutar tubuhnya agar menghadapnya. Ia menatap wajah masam itu, lalu perlahan, tangannya memegang kedua bahu gadis itu. Tapi Nadra tetap keras kepala, ia malah memalingkan wajah ke samping, menolak menatap pria itu.

"Aku nggak jujur karena aku takut," ujar Agra lirih. "Takut kamu nggak mau ikut kalau tahu aku bosnya. Takut kamu merasa dibohongi. Tapi yang paling aku takutin," suaranya mulai bergetar, "kalau kamu pergi dan nggak mau lagi dekat sama aku."

Nadra masih diam. Agra menunduk, dan perlahan berlutut. Para karyawan yang kebetulan lewat lagi-lagi menyaksikan pemandangan tak biasa. Mereka tertawa kecil sambil saling mengikuti. Sosok bos mereka, yang biasanya misterius dan sulit didekati, kini sedang berlutut di hadapan seorang gadis, memohon maaf seperti pria biasa yang sedang jatuh cinta.

"Aku bawa kamu ke sini karena aku pengin kamu belajar. Buka cum jadi asistanku, tapi juga bisa ngerti bisnis, ngerti kerja lapangan, ngerti cara ngelola orang. Usia kamu masih muda, Nadra. Aku nggak pengin kamu cuma jadi penonton dalam hidup aku." Ia menatap Nadra dengan dalam. "Aku pengin kamu berdiri sejajar sama aku. Kuat, tangguh, cerdas."

Hening sesaat. Kemudian Nadra akhirnya membuka suara, pelan dan mengambang. "Aku sepenting itu buat kamu?"

Agra mengangguk mantap, tak ada keraguan. "Lebih dari penting." Tapi dalam hatinya, ada hal lain yang belum ia ucapkan. Ia tahu, jalan yang mereka tempuh ke depan tidak akan mudah. Dunia yang ia tinggalkan bukan dunia kecil. Nama besar Wiratama adalah gunung yang harus didaki siapa pun yang ingin diterima di dalamnya.

Ia tak ingin Nadra menjadi bahan hinaan. Ia tak ingin wanita itu jadi bayangan di baliknya. Agra ingin Nadra menjadi seseorang yang berdiri tegak di sisinya, bukan hanya sebagai pasangan, tapi sebagai partner hidup.

BERSAMBUNG....

1
Elisabeth Ratna Susanti
top banget seruuu Thor 👍🥰
Elisabeth Ratna Susanti
maaf flu berat jadi telat mampir
Pengagum Rahasia
/Sob//Sob//Sob/
Pengagum Rahasia
Agra begitu sayang sama adeknya, ya
Syhr Syhr: Sangat sayang. Tapi kadang adeknya nyerandu
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Oh, jadi asisten ingin genit genit biar lirik Agra. Eh, rupanya Agra gak suka.
Syhr Syhr: Iya, mana level Agra sama wanita seperti itu 😁
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Apakah ada skandal?
Syhr Syhr: Tidak
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Agra sedetail itu menyiapkan semua untuk Nadra. /Scream/
Pengagum Rahasia
hahah, karyawannya kepo
Syhr Syhr: Iya, hebring
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Kapoklah, Nadra merajok
Syhr Syhr: Ayo, sih Om jadi bingung 😂
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Yakin khawatir, nanti ada hal lain.
Pengagum Rahasia
Ayo, nanti marah Pak dion
Syhr Syhr: Udah kembut Nadra, pusing dia
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Abang sama adek benar benar sudah memiliki perusahaan sendiri.
Pengagum Rahasia
Kalau orang kaya memang gitu Nad, biar harta turun temurun
Syhr Syhr: Biar gak miskin kata orang².
Syhr Syhr: Biar gak miskin kata orang².
total 2 replies
Pengagum Rahasia
Haha, jelas marah. Orang baru jadian di suruh menjauh/Facepalm/
Pengagum Rahasia
Udah Om, pakek Duda lagi/Facepalm/
Syhr Syhr: Paket lengkap
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Kekeh/Curse//Curse//Curse/
Pengagum Rahasia
Mantab, jujur, polos, dan tegas
Syhr Syhr: Terlalu semuanya Nadra
total 1 replies
Pengagum Rahasia
Cepat kali.
Pengagum Rahasia
Agra memang bijak
Pengagum Rahasia
Agra type pria yang peka. Keren
Syhr Syhr: Jarang ada, kan
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!