Huang Yu, seorang juru masak terampil di dunia fana, tiba-tiba terbangun di tubuh anak petani miskin di Sekte Langit Suci—tempat di mana hanya yang bertubuh suci kuno bisa menyentuh elemen. Dari panci usang, ia memetik Qi memasak yang memanifestasi sebagai elemen rasa: manis (air), pedas (api), asam (bumi), pahit (logam), dan asin (kayu). Dengan resep rahasia “Gourmet Celestial”, Huang Yu menantang ketatnya kultivasi suci, meracik ramuan, dan membangun aliansi dari rasa hingga ras dewa. Namun, kegelapan lama mengancam: iblis selera lapar yang memakan kebahagiaan orang, hanya bisa ditaklukkan lewat masakan terlezat di alam baka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jasuna28, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 – Gerbang Rasa Langit Terbuka
Langit di atas Lembah Rasa Berbisik retak seperti kaca. Cahaya tujuh warna menyemburat keluar dari celah-celahnya, menandakan bahwa Gerbang Rasa Langit sedang terbuka perlahan. Seluruh dunia rasa mulai bergetar. Gunung-gunung bernyanyi, sungai-sungai menangis, dan pohon-pohon menggumamkan mantra tua dalam bahasa rasa.
Di tengah pusaran kekacauan itu, Nian berdiri tegak di puncak Tebing Pengorbanan. Di belakangnya, Sari dan Bao bersiap, sementara para penjaga rasa dari berbagai klan—rasa asam dari Selatan, rasa pahit dari Timur, rasa manis dari Barat, rasa pedas dari Utara, dan rasa umami dari Pusat—berkumpul untuk menghadapi pasukan kegelapan.
"Gerbang itu akan terbuka sepenuhnya hanya ketika tujuh rasa bersatu dalam satu tindakan," kata Sari. "Dan tindakan itu harus murni. Tanpa ambisi, tanpa kebencian."
Nian mengangguk. Simbol rasa di tangannya kini bukan lagi sekadar ukiran cahaya. Ia telah menjelma menjadi jantung yang berdetak, memompa esensi rasa ke seluruh tubuhnya.
Pasukan Tanpa Rasa mulai menuruni langit, dipimpin oleh makhluk raksasa berkulit kelabu dan mata kosong: Raja Tanpa Rasa.
"Kau pikir bisa mengalahkanku dengan rasa-rasa busukmu?" suaranya menggema seperti gaung ruang hampa. "Aku telah melampaui rasa. Aku adalah kehampaan itu sendiri!"
Nian melangkah ke depan. "Dan itulah kelemahanmu. Karena bahkan kehampaan pun butuh makna."
Pertempuran pun dimulai. Petir rasa melesat dari tangan Bao, menciptakan ledakan rasa panas dan gurih. Sari memanggil aura rasa cinta, menenangkan para prajurit yang ketakutan. Nian, dengan tujuh rasa dalam dirinya, bertarung tak seperti makhluk mana pun.
Setiap langkahnya menggetarkan tanah.
Setiap serangannya menggores langit.
Setiap soraknya membangkitkan semangat mereka yang hampir kehilangan harapan.
Namun, Raja Tanpa Rasa terlalu kuat. Ia menyerap rasa-rasa di sekitarnya, membuat senjata musuh tak berguna. Pohon-pohon layu, air menjadi hambar, dan warna dunia memudar.
Saat semua tampak akan musnah, Nian menutup matanya. Ia memanggil kembali semua pengalaman rasa yang telah ia lalui. Ia mengingat tangisan ibunya, senyum Sari, dan pengkhianatan para tetua. Ia mengingat rasa asin dari keringat perjuangannya, rasa pahit dari pengorbanan, dan rasa manis dari kebebasan.
"Aku... bukan sekadar pembawa rasa," bisiknya. "Aku adalah rasa itu sendiri."
Simbol di dadanya meledak menjadi cahaya. Tujuh simbol rasa memisah dan mengelilinginya, membentuk lingkaran sempurna. Dari lingkaran itu, muncul pintu emas dengan ukiran sejarah rasa dunia.
Gerbang Rasa Langit terbuka.
Cahaya tumpah ke medan perang, menyapu kegelapan dan memulihkan warna bumi. Raja Tanpa Rasa meraung saat tubuhnya mulai meleleh, tak tahan oleh ledakan makna.
"TIDAAAKKK! Aku... adalah... keabadian..."
"Bukan keabadian tanpa makna," jawab Nian. "Itu hanya kematian yang berjalan."
Dengan satu pukulan terakhir dari kombinasi tujuh rasa, Nian menghancurkan inti kegelapan di dada raja. Makhluk itu menghilang, meninggalkan keheningan.
Seluruh dunia rasa bersorak. Langit bersih, dan Gerbang Rasa Langit berdiri megah di tengah langit, seperti pelangi padat yang tak bisa disentuh. Tapi belum selesai.
Dari gerbang itu muncul bayangan seorang wanita: Ibu Nian.
"Kau telah melampaui takdir, anakku. Sekarang saatnya kau memilih. Tetap di dunia ini dan memulihkan rasa, atau melangkah ke Alam Rasa Awal, tempat semua rasa bermula dan berakhir."
Nian menatap ke belakang. Sari menangis bahagia. Bao tersenyum, meski tubuhnya terluka. Para penjaga rasa menunduk penuh hormat.
"Aku... belum selesai di sini. Dunia ini masih butuh rasa. Masih butuh makna."
Bayangan ibunya tersenyum. "Kalau begitu, Gerbang akan tetap terbuka. Sampai saatnya kau siap."
Cahaya gerbang meredup, tapi tetap menyala di angkasa seperti bintang baru. Dunia rasa diselamatkan. Tapi ini bukan akhir. Ini adalah awal dari era rasa yang baru.
Nian, Sang Pewaris Tujuh Rasa, akan membimbing dunia menuju makna yang sesungguhnya.