"Gue Mau Putus"
Tiga kata itu Nyaris membuat Alle tak bernafas beberapa detik, sebelum akhirnya menghela nafas.
"Sayang, jangan bercanda deh. ini benar hari anniversary kita tapi kejutannya jangan gini dong, aku ngak suka. *rujuknya dengan suara manja, berfikir ini hanya prank, Ares hanya mengerjainya saja*
Ares tak membalas ucapan Alle namun dia dengan tegas menggenggam tangan gadis disampingnya dan menatap Alle dengan tatapan dingin dan muak.
"Gue udah selingkuh sama Kara, dua bulan yang lalu dan....".
"Dia sekarang hamil anak gue"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rodelima, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KESEDIHAN ARES
Mereka semua akhirnya menunggu Tico hingga esok hari, berharap pria itu terbangun dari koma.
Kara kerap kali disuruh pulang oleh Ares, Leo maupun Andre namun Kara kekeh ingin menemani Ares hingga nanti Tico siuman.
Semua orang tidak di perbolehkan masuk, kecuali petugas yang menangani di dalam pun sudah ada yang memantau perkembangan Tico.
Mereka menunggu dengan khawatir, hingga tak lama kemudian seorang dokter keluar dari ruangan Tico membuat semua orang langsung bangkit dari duduknya.
"Bagaimana Dok? Apa ada perkembangan dari sepupu saya?" Ares dengan tak sabar bertanya.
Wajah dokter itu terlihat lesu. "sepertinya pasien ada luka serius di jaringan dalam kami akan melakukan operasi lanjutan..."
"Dokter pasien sadar."
Seorang suster membuka pintu dari dalam, membuat orang yang ada disana langsung dilanda syukur yang luar biasa.
Buru-buru dokter itu masuk dan menutup pintu kembali.
"Kak Tico sadar kak." Alle memeluk Sus Riri dengan raut wajah yang bahagia, dia merasa senang mendengar kabar itu.
Ares pun tak kalah bahagianya.
"Tico selamat Yo, Dre." Ares menatap kedua temannya dengan penuh binar.
"Iyah, Tico orang yang kuat Res, dia pasti akan sembuh." Andre membalas ucapan Ares, menyemangati pria itu.
"Iyah Tico akan kembali pada kita Res, Lo tenang aja." Leo ikut menimpali.
Dengan senang Ares mengangguk dengan menyemogakan.
Tak lama kemudian Dokter dan juga Suster keluar.
"Saudara Tico telah siuman, dan disini apakah ada yang bernama Alle? Pasien mencarinya." ujar dokter itu.
Semua orang sontak saja menatap Alle dengan heran, kenapa wanita itu yang dicari Tico pertama kali.
Alle menatap Sus Riri meminta persetujuan, Sus Riri pun mengangguk.
Dengan gamang Alle pun masuk dia merasa orang-orang dibelakangnya menatapnya secara tajam, entah memang perasaannya saja atau memang beberapa orang menatapnya begitu.
Begitu masuk dia langsung bertatapan dengan Tico yang menatapnya, namun di hidungnya ada masker oksigen. Untuk membantunya bernafas.
Tico memberikan gestur mengedipkan mata seolah meminta Alle agar mendekat.
Mata Alle berkaca-kaca melihat keadaan Tico yang begitu memprihatinkan, tubuhnya begitu banyak perban yang melilit tubuhnya. Alle langsung teringat saat kecelakaan tubuh Tico yang berlumur darah, sampai-sampai baju pria itu tidak kelihatan warnanya.
"Kak Tico." Alle mendekap mulutnya agar isakannya tak terdengar.
Rasanya lutut Alle terasa lemas, namun dia berusaha berjalan mendekat ke arah Tico.
Sampai di samping Tico Alle duduk di kursi yang dekat dengan Tico.
Tangan Tico seolah akan bangkit namun cukup susah membuat Alle seolah mengerti langsung menggenggam tangan Tico.
Tico menatap Alle lekat, lalu tangannya kembali terangkat ingin membuka masker oksigen yang terpasang.
"Jangan kak, jangan di lepas." cegah Alle, kembali menggenggam tangan Tico lagi.
Pada akhirnya Tico mengalah, dia ikut menggenggam tangan Alle sambil menatap lekat.
"Ma,aa,akaa,sih." samar, Alle melihat bibir Tico yang bergumam kata-kata itu, meskipun tak terdengar sama sekali dia bisa mengerti dengan jelas. Langsung saja Alle menggeleng dengan cepat.
"Kak Tico ngak perlu berterimakasih, kesembuhan kak Tico lebih penting. Kak Tico cepat sembuh yah."
Tico hanya mengedipkan matanya, mungkin interaksi yang dia lakukan membuatnya lelah.
"Aku panggilin kak Ares yah kak, kak Ares khawatir banget sama Kakak."
Tico kembali memberikan gestur mengedipkan matanya, Alle pun keluar saat baru saja membukakan pintu dia langsung ditatap semua orang.
"Gimana keadaan Tico Al?" tanya Ares dengan tak sabaran, matanya terlihat cukup cekung dan agak pucat.
"Alhamdulillah Kak Tico baik kak."
"Syukurlah." seru semua orang.
"Kak Tico mau ketemu sama kamu kak." Alle menatap Ares.
"Baiklah."
Ares pun bergegas masuk begitu Alle memberi jalan.
Sedangkan Alle kembali duduk disamping Sus Riri, karna dia begitu takut tatapan tajam yang selalu Saskia layangkan kepadanya.
"Kak Tico udah bisa bicara Al?" tanya Kara, Alle menatap Kara dan mengangguk pelan.
"Udah bisa tapi pelan-pelan, agak kesulitan juga."
"Syukurlah kalau memang bisa bicara kasihan Ares sejak tadi kepikiran dia terus, dia pasti terpukul dengan kejadian ini, karna memang Tico keluarga dia satu-satunya yang dia punya."
Alle menatap Kara tak terima.
"Dia masih punya Papah kak." ujar Alle tak terima.
"Udah, ini dirumah sakit jangan teriak-teriak Al, berisik." cerca Leo menatap Alle tajam, langsung membuat Alle menunduk.
Sus Riri mengusap rambut Alle untuk menenangkan wanita itu.
"Sudahlah, kamu tenang dulu bagaimana kalau kita pulang dulu aja, kayaknya kamu kecapean." ucap Sus Riri.
Alle mendongak lalu menggeleng dengan pelan.
"Aku mau ikut jaga kak Tico kak."
"Tapi kakak harus pulang. Kakak hari ini kerja Al, kamu beneran ngak mau ikut pulang?"
Alle menatap Sus Riri lama, sebenarnya dia takut berasa diantara orang-orang yang tak menerimanya namun bagaimana lagi, dia ingin berada di dekat Tico dan menemani Ares.
"Gimana?" tanya Sus Riri.
"Ngak kak, Alle disini aja."
"Yaudah kalau gitu kakak pulang dulu yah." pamit Sus Riri pada Alle.
"Iyah kak, hati-hati."
"Saya pamit dulu Mas, Mbak." pamit Sus Riri kemudian pada Andre, Leo, Kara dan juga Saskia.
"Baik Sus." sahut Kara.
"Iyah, mbak." Leo dan juga Andre.
Sedangkan Saskia hanya diam saja sejak tadi.
Begitu Sus Riri telah pergi dan menghilang dari pandangan mereka, Andre yang penasaran langsung menanyakan perihal Kara memanggil wanita itu Sus.
"Tadi siapa Ra, kok lo memanggil wanita itu Sus? dia nggak perawat rumah sakit ini kan?"
"Enggak dia perawat rumah sakit jiwa Papah Ares."
Alle menatap Kara dengan tak suka saat wanita itu menyebutnya Rumah Sakit jiwa pada Papah Johan, namun sepertinya Kara tak perduli dengan tatapan tak terima yang Alle layangkan.
"Oh Iyah Al, wajah Lo kayaknya pucat, Lo ngak papa?" tanya Andre pada Alle yang sejak tadi murung.
Alle hanya menanggapi dengan menggeleng.
"Udah, nggak usah diajak bicara orang bisu kayak dia." degus Leo jengah.
"Yo." tegur Andre, namun Leo tak mempedulikan.
******
Sedangkan di dalam ruangan Ares menatap sepupunya dengan prihatin, dia tak menyangka jika Tico mengalami hal seburuk ini.
Dengan lemas Ares duduk di kursi yang tadi Alle duduki, sedangkan Tico menatap Ares sejak dari masuk ruangan.
"Kenapa bisa kayak gini Ko? sorry, gue nggak ada disaat Lo lagi nggak berdaya kayak gini."
Tiko menatap Ares dengan jengah.
"Gue, mm... Pengen.. Minum."
######