Hidup Aranti sudah hancur sejak 1 bulan lalu, setelah siswi kelas 2 SMA itu diperkosa oleh Davin—kakak kelasnya. Namun, Aranti harus menegakkan bahunya lantaran kejadian tersebut menghadirkan seonggok janin yang akhirnya tumbuh di dalam rahimnya.
Ketika semua orang termasuk orang tua Aranti memaksa Aranti untuk menggugurkan janinnya kemudian menganggap tidak pernah terjadi apa-apa. Demi masa depan sang janin, Aranti terpaksa menerima tanggung jawab Davin yang sangat ia benci, atas perbuatan pemuda itu kepadanya.
Setelah menikah, Aranti tinggal bersama keluarga Davin, sementara Davin melanjutkan kuliahnya di luar kota. Namun, meski orang tua Davin merupakan orang paling terpandang di desa Aranti tinggal, mereka justru memperlakukan Aranti layaknya budak. Fatalnya, kepulangan Davin tiga bulan kemudian, justru dibarengi dengan seorang wanita bernama Anggita.
“Anggita sedang hamil anakku dan aku akan menikahinya, apalagi orang tuaku sangat setuju. Jadi, jika kamu tidak suka, aku akan langsung menceraikanmu!” ucap Davin tanpa merasa bersalah sedikit pun.
Lantas, apakah kali ini Aranti masih akan bertahan di tengah kenyataannya yang berjuang sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Puluh
“Assalamualaikum, Mas Kim? M—Mas, aku mau minta tolong, Mas! Ini beneran tolong banget!”
“T—tolong minta santri sekaligus orang di pondok pesantren Mas buat doakan karyawanku yang sedang kritis, Mas!”
“Aku mohon, ... Mas! Sekarang ... ya Mas, ya! Di sini aku juga bakalan kencengin lagi doanya!”
Terbiasa membantu orang kecil melalui profesinya sebagai pengacara, membuat hati mas Narendra seolah disayat berulang kali atas keadaan Aranti. Setelah pertolongan medis yang mas Narendra upayakan melalui dokter seolah nyaris tak mampu menolong. Doa dan segala permohonan kepada Sang Pemilik Kehidupan, dirasa mas Narendra menjadi satu-satunya cara yang tersisa.
••••
“Ternyata, kebebasan yang selama ini aku berikan ke karyawan-karyawanku, telah disalah gunakan oleh Bulan. Demi apa pun, aku merasa sangat bersalah atas keadaan kini. Bulan yang jadinya pacaran kebablasan sama pegawai toko dekat pasar. Sementara Aranti malah sedang di antara hidup dan mati!” batin ibu Arimbi merasa sangat bersalah bahkan berdosa.
Namun, ibu Arimbi yang tak mau berlarut-larut sengaja mengakhiri kegalauannya. Bersama sang suami, ia menyerahkan Bulan ke kedua orang tuanya. Kebetulan, orang tua Bulan yang asli dari Banjar Jawa Barat, memang langsung datang tak lama setelah ibu Arimbi menghubungi.
“Sebagai Bos yang juga merangkap menjadi orang tua, kami sudah melakukan yang terbaik, Pak ... Bu.” Pak Aidan selaku suami ibu Arimbi sengaja mengambil alih. Karena ia sadar, sang istri terlalu terpukul.
Alhamdulilah, orang tua Bulan yang menyadari kesalahan fatal putrinya, justru langsung sibuk meminta maaf kepada orang tua mas Narendra. Hanya saja, keduanya yang berjanji akan turut mengontrol keadaan Aranti, juga meminta bantuan pak Aidan. Orang tua Bulan yang memang peduli kepada sang putri, meminta pak Aidan agar bisa membuat laki-laki yang sudah menghamili Bulan, bertanggung jawab.
Karenanya, ketika pak Aidan memboyong Bulan dan orang tuanya ke tempat kerja pacar Bulan, ibu Arimbi sengaja menyusul Aranti.
“S—sudah, ... sudah bernapas lagi, Mah. Meski memang kondisinya masih sangat lemah!” suara mas Narendra terdengar sangat kacau.
Sebagai seorang mama, ibu Arimbi tahu bahwa putranya sangat mengkhawatirkan Aranti juga. Terlebih selain sempat kritis, alasan Aranti mengalaminya juga dirasa mereka masih menjadi bagian dari keteledoran mereka.
Setelah menghela napas dalam sekaligus pelan, ibu Arimbi yang masih menempelkan ponselnya di telinga kanan berkata, “Begini, Mas ... setelah mama renungi. Selama ini kan, mama dan papa hanya punya Mas dan mbak Khalisa sebagai anak. Sementara selain mbak Khalisa yang sudah berumah tangga, Mas juga sudah dewasa. Maunya, ... Aranti kan anak baik-baik. Dia pinter, harusnya dia juga bisa punya masa depan yang lebih cerah. Aranti beneran hanya butuh dukungan.”
“Jadi rencananya, ... rencananya Mama pengin mengadopsi Aranti. Biar andai Mas sudah berumah tangga, tetap ada yang nemenin Mama sama Papa. Apalagi kalau Mama lihat, Aranti sudah paham bisnis kita.”
“Daripada membiarkan Aranti berjuang sendiri dan takutnya bertemu orang salah lagi. Apalagi kan kita sama-sama tahu, Aranti sudah menghindar, menolak Davin, tapi Davinnya tetap keterlaluan!”
Ibu Arimbi mengakhiri ucapannya dengan mengembuskan napas panjang melalui mulut. Niat tulusnya tak langsung ditanggapi oleh sang putra. Namun setelah satu menit berlalu, sang putra mengucap basmalah dan mendukung penuh niat baiknya.
“Iya, kan, Mas ... Mas beneran setuju?” sergah ibu Arimbi ceria.
“Iya, Ma. Aku setuju banget!” jawab mas Narendra yang dikejutkan oleh bangunnya Aranti secara tiba-tiba.
Aranti seolah baru saja mimpi buruk. Karena selain terlihat terkejut, napas Aranti juga terdengar susah.
Segera mas Narendra menutup telepon suaranya. Apalagi sebentar lagi sang mama yang mengobrol dengannya melalui telepon suara juga akan segera sampai.
“Kenapa?” lembut mas Narendra kepada wanita muda yang akan jadi adik angkatnya.
Aranti tak langsung menjawab. Karena terlebih dulu, meski kedua matanya sudah balas menatap kedua mata mas Narendra, ia memang tetap sibuk menghela napas pelan sekaligus dalam. Sesak di dadanya, dan juga detak jantungnya yang kacau, membuat Aranti kewalahan.
“Mau duduk?” tawar mas Narendra yang kemudian mengubah posisi tempat tidur Aranti. Hingga Aranti menjadi duduk dengan nyaman.
“Pak, tadi saya mimpi buruk.”
“Mimpi buruk?”
“Iya, Pak! Saya dijorogin, didorong kuat banget sama anak perempuan yang memanggil saya Mama!”
“Owh ...?”
“Mimpinya kayak nyata, Pak! Kayak ... apa tadi itu, aku ada di alam selanjutnya setelah dari sini, ya?” Bingung Aranti dan masih ditanggapi penuh ketenangan oleh mas Narendra.
Mas Narendra yang memberikan segelas air minum ke Aranti jadi penasaran. Bagaimana tanggapan Aranti ketiga mengetahui bahwa orang tuanya akan mengadopsi Aranti secara resmi?
“Harusnya sih Aranti bahagia banget. Dan juga seperti yang mama harapkan. Bersama kami, Aranti akan memiliki masa depan lebih cerah!” batin mas Narendra.