Gagal menikah karena calon suaminya selingkuh dengan sesama jenis, ternyata membuat Bulan tidak lagi menyukai laki-laki bertubuh atletis seperti yang telah menjadi kesukaannya. Dia bahkan menganggap laki-laki bertubuh kekar semua sama seperti Andra, mantan tunangannya.
Lalu ia dikirim ke rumah kakak dari sang ibu, dan bertemu dengan Samudra Biru, sepupu yang sama sekali tak dilirik Bulan karena traumanya terhadap laki-laki. Berbeda dengan Samudra Biru yang ternyata juga dosen Bulan di kampus, Biru menyukai Bulan dengan segala keanehannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alfajry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertikaian Yang Seharusnya Tak Didengar
"Hai, ganteng."
Tangan Biru mengibas-ngibas. Menyuruh perempuan yang menghampirinya untuk pergi saat matanya tengah fokus memperhatikan Bulan di sudut sana. Mengobrol sambil tertawa. Tak lupa minuman keras di atas meja.
Biru memang belum mengenal Bulan terlalu dalam. Yang ia rasakan selama ini adalah Bulan perempuan yang cantik dan baik. Lalu malam ini, Biru datang dan memperhatikan gadis itu tengah minum-minum bersama temannya yang lain.
Sebagai pria yang mencintai Bulan, dia tidak rela kalau kekasihnya diajarin hal begituan oleh teman-teman gadis itu. Rasanya ingin menghampiri dan memberi pelajaran, tapi dia urungkan karena tak mau Bulan marah. Mungkin besok dia akan membawa gadis itu jalan-jalan, menyenangkan hatinya, barulah Biru bisa memberi masukan dan saran agar Bulan selektif memilih teman.
"Sendiri aja, nih. Mau aku temenin, nggak?"
"Syuhh." Biru mengusir dengan mengibas tangan lagi tanpa menoleh sedetikpun.
"Huh. Dasar homo!" Cebik perempuan itu pergi.
Biru tidak peduli. Dia tetap fokus pada Bulan. Tak boleh sedetikpun gadis itu lolos dari pandangannya.
Duduk Biru semakin tegak saat seorang laki-laki menghampiri meja Bulan. Dia berbisik, dan Bulan tersenyum manis menanggapinya.
Sialan, tangan Biru mengepal keras. Dia memang percaya dengan Bulan, tapi tidak dengan orang-orang di dekat gadis itu.
Tangan pria yang baru datang itu mengenggam tangan Bulan, lalu gadis itu menariknya.
"Ck! Ngga bisa dibiarkan!"
Biru semakin berang saat melihat tangan pria itu mulai melingkar di pinggang Bulan yang tengah bergoyang-goyang bersama temannya.
"Rembulan..." Desis Biru geram.
Biru menghampiri, mencengkram keras tangan pria yang berani memeluk pinggang kekasihnya. Matanya tajam menatap si pria lalu berkata, "Dia milikku." erangnya, dan pria itupun pergi dengan kesal.
Yang lain diam melihat itu. Sementara Bulan yang belum sadar, masih bergoyang santai sampai ia menubruk Biru di belakangnya.
Gadis itu menoleh ke belakang, "Ah, maaf..." Matanya mengerjap beberapa kali karena mulai mabuk, sambil ia menelisik dalam cahaya redup wajah seseorang yang belakangan sering tidur di sisinya.
"Kak.... Biru?"
Biru menarik Bulan menjauh dari kebisingan. Berhenti di sebuah lorong menuju pintu emergency exit dan langsung merapatkan tubuh gadis itu ke tembok.
"Rembulan!"
Dia tidak suka gadis ini beramah-ramah dengan lelaki lain. Tersenyum manis, menyentuh, apalagi pria itu telah melingkarkan tangannya di pinggang seksi Bulan. Tidak, tidak bisa!
Sekarang, lihatlah. Gadis ini memakai baju merah floral di atas lutut. Bagian bahu terekspos dan tampaknya, hanya dengan menarik ikatan pita di atas bahu Bulan saja sudah mampu menjatuhkan dress ini dari tubuhnya.
"Apaan, sih. Kan, udah aku bilang. Jangan datang!" Suara Bulan sedikit serak. Pandangannya agak sayu. Bulan tipsy.
"Ini jam berapa? Kamu belum pulang juga! Tadi siapa, hah? Pakai senyum-senyum segala. Kamu ga ingat, kamu punya saya, hm? Kamu lupa? Atau karena saya gak ikut, trus kamu bisa cari orang lain, gitu?"
Bulan memutar bola mata, kesal mendengar ocehan Biru.
"Bulan. Jawab saya!"
Bulan merengut sebal. "Ngga tau. Udah ah, males banget." Bulan hendak pergi, namun Biru menahannya dan menyentakkan tubuh gadis itu ke tembok.
"Kaak. Uh!" Bulan memberontak saat Biru menggenggam kedua tangan Bulan. Lalu ia semakin kaget saat dua tangannya itu diapit ke tembok dan Biru mellumat bibirnya dengan rakus.
Biru masih geram, tak suka saat gadisnya tersenyum ramah pada pria lain.
Namun baru menyesap bibir bawah gadis itu, Biru berhenti dan menarik kepalanya menjauh.
"Bulan. Bagus ya, kamu ternyata juga merokok!"
Bulan menyesap bibir bawahnya sendiri. Memang masih terasa manis-manis sepat dari rokok. Padahal menempelkan ujung rokok pun tak sampai semenit.
"Kakak pulang aja sana! Bilang sama tante, aku nginap di kos Wina."
Kepala Bulan mulai pusing. Dalam keadaan begini, memang tidak baik kalau Dina melihatnya.
"Hei." Biru merapatkan tubuhnya. "Kamu mabuk, hm?"
"Enggakk.." Bulan berusaha menjauhkan tubuh Biru. Dia belum mau pulang. "Minggir, kak!"
Tak ada tenaga saat Bulan memukul dada Biru. Lelaki itu terus menatapnya. Entah kenapa, Bulan tak bisa membuatnya benar-benar marah. Melihatnya begini saja Biru jadi ingin menciumnya lagi.
"Kakak ganggu, ih..." Mata Bulan sudah separuh tertutup. Ternyata menghabiskan 3 gelas Bir membuatnya hilang kesadaran juga.
Biru mengungkung Bulan diantara kedua tangannya yang ia tumpu ke tembok. Lalu menunduk, mencium Bulan lagi karena ia tidak kuat menahan hasrat yang muncul. tentu karena Bulan yang begini sangat memikatnya.
Ciuman itu tidak membuat Bulan berontak, malah ia membalasnya, melingkarkan kedua tangan di leher Biru, berjinjit untuk mendapatkan kenikmatan lebih dalam dan ciuman itu ternyata sudah membuatnya On.
Biru menekan pinggang kecil Bulan ke tubuhnya, sampai pusat tubuh mereka saling bersentuhan dibalik pakaian yang masih mereka pakai. Bulan bisa merasakan benda keras itu menempel di pusat tubuhnya, membuat hasratnya naik dan ia ingin sekali mencobanya.
Ciuman terlepas. Bulan mengambil napas dalam. Biru mulai ikut terbakar terlebih tatapan dan senyum menggoda Bulan membuatnya berkabut gairah seketika.
Bulan menyandarkan punggungnya ke tembok saat dirasa kakinya sudah mulai sulit menyangga diri. Ditatapnya Biru dengan khayalan bahwa pria ini tengah tidak memakai baju dan menunjukkan otot-ototnya.
"Kak..." Bulan menarik baju Biru hingga tubuh pria itu merapat padanya. Langsung ia memasukkan tangan dan meraba perut Biru hingga naik ke dada.
Biru, tentu masih sadar. Dia menahan tangan Bulan yang menyusup naik merabanya.
"Heheheh.." Gadis yang dalam pengaruh alkohol itu menyengir.
Biru membuang muka sambil menghela napas. Apa gadis ini sadar, kalau wajahnya sekarang sangat membuat Biru ingin menerkamnya?
"Bulan, jaga sikap."
Bulan mencebikkan bibir, "Kenapa... aku pengen..."
Astaga. Mendengar itu saja membuat dada Biru bergemuruh hebat. Selama ini Bulan bagaimana kalau mabuk? Apa menggoda pria?
"Kita pulang."
"Aaaa..." Bulan menahan tangan Biru yang menariknya. Dia menggeleng, "Nggak mau pulang..."
"Bulan..."
Gadis itu mengangkat kedua tangan. "Cium..."
"Iya, nanti di rumah, ya. Kita pulang sekarang, hm?"
"Nggaa mau. Mau disini..." bibir Bulan sudah manyun, bersiap mendaratkan ciuman. Namun Biru hanya diam.
"Kalau ga mau ya udah aku cium yang lain aja!"
"Hei, Hei, Hei, Hei.." Biru menarik kembali tangan Bulan, lalu mendesah kasar. Cium yang lain, katanya??
"Oke. Tapi sebentar aja, ya. Kita harus pulang. Ini udah tengah malam."
Bulan tersenyum dan mengulurkan tangan. Biru mendekat, gadis itu melingkarkan tangan sambil berjinjit, mencium bibir Biru dan mellumatnya dalam.
Kali ini Biru diam, menerima serbuan cumbu yang Bulan berikan sambil menatap kelopak mata Bulan yang tertutup. Bulan mendominasi, bahkan membalikkan posisi, membuat Biru yang bersandar di tembok. Sementara Bulan, tangannya sibuk masuk ke dalam baju Biru. Bibirnya pula terus menyesap sampai tak memberi ampun pada Biru.
"Bulan..." Biru berusaha menahan tangan Bulan yang hampir saja turun menyelusup masuk ke celananya.
"Hei." Kali ini Biru yang kewalahan. Bulan menjadi liar begini kalau mabuk.
"Stop, sayang. Hei, Stop." Biru akhirnya berhasil menahan kedua tangan Bulan. Gadis itu cemberut.
"Udah, ya. Kita pulang."
...🍃...
Biru mengambil napas dalam-dalam. Dia ikut tergolek setelah berhasil membaringkan Bulan di atas ranjang. Sejak di jalan Bulan terus meracau dan mencoba meraba-rabanya. Bulan yang seperti itu hampir membuat Biru dalam masalah. Untung saja dia bisa menahan diri.
Kini Biru memiringkan tubuh, menatap Bulan yang sudah tertidur pulas di sampingnya.
Sejak tadi Bulan terus membuatnya berperang dengan pikirannya sendiri. Bulan membuat sesuatu di bawah sana terasa amat menyesakkan. Hampir saja dia memesan kamar di Gudwings tadi, saat Bulan merengek minta cium dan menolak pulang.
Biru mengelus pipi Bulan. Gadis ini, sejak awal melihatnya sudah membuat Biru berdebar. Dulu dia hanya bisa mengkhayalkan rasanya dicium oleh Bulan. Sekarang, bibir itu sudah menjadi miliknya, ia bebas mencium kapanpun dia mau.
Tangan Biru turun, mengelus bahu Bulan. Ia tertarik dengan tali yang membentuk pita di bahu Bulan. Tali yang menyimpan sesuatu yang menggoda dibaliknya.
Lama Biru mengelus bahu, ia pun menarik ujung tali itu, dan terlepaslah ikatannya.
Biru menelan ludah. Kemarin dia gagal menyentuh dada Bulan. Dia menahan karena gadis itu menyadarkannya. Sekarang, tali ini tinggal ia turunkan ke bawah, maka dada Bulan akan terlihat jelas.
Detakan jantung Biru terasa begitu kencang. Berulang kali ia menelan ludah saat tangannya menarik lepas ikatan dan kini, terlihat jelas dada Bulan yang terpampang tanpa bra. Hanya ada silikon kecil menutup bagian puncak dadanya.
Biru lagi-lagi menelan ludah. Dia yakin, Bulan tak akan marah. Hanya saja...
Biru menyentuhnya pelan. Kenyal, benda ini membuatnya keringat dingin. Lalu nalurinya memerintah lebih, sampai Biru meremas pelan dada Bulan. Sejenak Biru tertegun dalam gemuruh di dadanya. Bulan benar-benar membuatnya gila.
Kemudian Biru berhenti. Ditatapnya gadis itu, masih terlelap dalam, hingga tak sadar dengan apa yang Biru lakukan padanya. Si cantik itu sedang tidak sadar. Membuat Biru menaikkan lagi talinya dan pergi ke kamar mandi untuk menuntaskannya sendiri disana. Dia tidak mau melakukannya diam-diam walau hasrat memaksanya.
...🍃...
Bulan terbangun. Ia menguap lebar sambil merenggangkan tubuh. Sebenarnya mata Bulan masih berat, tapi mencium aroma sabun membuatnya terjaga.
Ia mendengar suara air. Sepertinya Biru mandi di kamar mandinya.
Kerongkongannya kering. Bulan bangkit dan turun dari ranjang. Dia diam sebentar saat salah satu ikatan di bahunya terbuka. Biru. Sudah pasti perbuatannya.
Bulan mengikat kembali tali di bahunya, berjalan sambil mengikat rambut dengan asal untuk turun ke dapur.
Gadis itu menuang air hangat sambil mencoba mengingat apa yang terjadi. Biru datang menjemput, lalu marah-marah dan menciuminya. Ya, begitu.
"Kamu gak boleh gitu, Pa! Bulan keponakan aku! Dia anak baik-baik!"
"Coba kamu pikir, memang ada anak baik dugem-dugeman kaya gitu??"
Bulan yang telah selesai mengisi air hangat dan hendak pergi, terhenti saat mendengar namanya disebut-sebut. Dia mendekati kolam. Dimana tante dan omnya tengah bersitegang disana.
"Bulan gak mungkin kaya gitu, pa!"
"Nggak mungkin, kamu bilang? Jelas-jelas tadi malam aku liat dia pulang dipapah Biru. Dia mabuk! Perempuan pulang tengah malam? Perempuan apa itu!"
Deg! Bulan menahan gelas yang ia genggam dengan kuat. Jangan sampai jatuh, dikala tubuhnya bergetar mendengar percakapan dua orang itu.
"Kalau pun dia mabuk, ya nggak apapa, toh? Namanya masih muda. Jangan mempermasalahkan hal kecil lah, Pa! Kamu dulu juga begitu!"
"Pokoknya, aku gak suka! Aku menyekolahkan Biru tinggi-tinggi bukan untuk perempuan seperti itu!" Cakra terlihat sangat berang.
"Dia pasti menggoda Biru! Mereka pasti tidur sekamar!" Tukas Cakra. "Dengar ya, sampai kapanpun, aku ga akan suka Biru ada hubungan dengan gadis itu. Perempuan ga bener!"
"Cukup, pa! Biar aku yang lihat sendiri. Aku yakin mereka gak seperti yang kamu bilang!"
Dina melengos pergi meninggalkan Cakra. Tatapan Bulan mengikuti langkah Dina yang naik ke tangga menuju kamarnya.
Sementara Cakra, pria itu masih mengumpat kesal. Bulan yang ada dibalik tembok rasanya ingin menangis deras. Dia tahu apa yang dilakukannya salah, namun sangat amat tidak pantas diucapkan oleh seorang Cakra, yang mana pria itu pun pernah menyewa perempuan untuk memuaskan hawa nafsunya.
To Be Continued..
**Makasih udah apresiasi karya aku dengan Vote, Like, Komen, dan hadiahnya🫶💚**
Semangat terus berkarya yaa💪💪
Semoga cerita Elian si Manusia Serigala juga dilanjut yaaa 🙏🙏
ada lagi keegoisan hanya untuk mencapai suatu tujuan
sehingga tidak ada perasaan yang tersakiti😉
🌼🌻🌸🌷🌹 untuk kak author 😉
makasih kak untuk up nya
blm baca otw kasih hadiah kopi buat kamuuu,,, ahh senangnyaaa jgn hilang lg ya peenn🥹