*** Menjadi pemuas nafsu suami sendiri tetapi mendapat bayaran yang sangat besar. Itulah yang keseharian dilakukan Jesica Lie dan suaminya yang bernama Gavin Alexander. Status pernikahan yang di sembunyikan oleh Gavin, membuat Gavin lebih mudah menaklukan hati wanita manapun yang dia mau sampai tak sadar, jika dirinya sudah menyakiti hati istrinya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon gustikhafida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
"Em, baru saja, Mas." jawab Jesica berbohong.
"Disini sudah terpasang CCTV. Jadi, siapapun tidak bisa berbohong padaku." ucap Gavin.
Perlahan Jesica melangkah kearah suaminya. "Maafkan aku, Mas. Aku tidak sengaja mendengar obrolanmu dengan seseorang itu. Tapi kedatanganku kesini karena aku ingin memberitahukan bahwa makan malam sudah siap." ucap Jesica yang berdiri di samping suaminya.
'Sebenarnya, apa sih permasalahan Mas Gavin dan Blade? Sampai-sampai Mas Gavin ingin membatalkan pernikahannya? Aku jadi penasaran.' gumam Jesica dalam hati.
Gavin berjalan masuk kedalam rumah. Dia duduk di meja makan di ikuti oleh Jesica di belakangnya.
"Biar aku ambilkan makanannya, ya?" ucap Jesica mengambil piring kosong suaminya dan mengisinya dengan makanan.
"Silahkan dimakan, Mas." ucap Jesica lagi.
Drt … Drt … Drt … Drt …..
Jesica melirik ponsel suaminya yang terus berdering.
'Padahal aku istri aslinya, tapi posisiku seperti istri simpanan Mas Gavin.' gumam Jesica dalam hati.
"Sebenarnya, Mas Gavin dan calon istri tidak jadi menikah karena apa, Mas?" tanya Jesica ragu.
Gavin meletakan sendoknya di atas piring, kedua matanya menatap wajah istrinya yang ketakutan.
"Dia bukan calon istriku." jawab Gavin lalu melanjutkan makan malamnya.
'Bukan calon istri? Apa aku wanita bodoh? Jelas-jelas aku dengar sendiri kalau mereka bertelfonan membahas pernikahan. Tapi sudahlah, aku tidak mau bertengkar lagi.' gumam Jesica dalam hati.
"Dia temanku sewaktu kuliah di luar negeri." ucap Gavin tiba-tiba.
"Teman Mas Gavin?" gumam Jesica yang mulai menyimak obrolan suaminya. "Tapi kenapa—" Jesica menghentikan ucapannya dan kembali menyimak suaminya.
Gavin meminum air putihnya. "Iya, mungkin sedikit cerita akan membuat pertanyaan di otakmu berkurang. Dia temanku sewaktu kuliah dan dia mengiraku sebagai calon suaminya."
"Tapi kenapa bisa, Mas? Calon suami Mba Blade kemana?" tanya Jesica.
"Mereka gagal menikah karena calon suaminya meninggal karena kecelakaan. Dan Blade mengiraku sebagai calon suaminya. Dia mengalami gangguan jiwa ringan. Orang tuanya memintaku untuk berpura-pura menjadi calon suaminya sampai Blade sembuh. Aku mencoba menghindar dan memutuskan untuk kembali ke negara ini." jawab Gavin.
'Oh, apa jangan-jangan Mas Gavin menikahiku karena dia ingin bebas dari wanita yang bernama Blade? Tapi kasihan juga Blade,' gumam Jesica dalam hati.
"Em, apa aku boleh tanya sesuatu, Mas?" tanya Jesica lirih.
"Tanyakan saja. Kita suami istri. Jika ada yang mengganjal di pikiranmu, kamu bisa tanyakan padaku." jawab Gavin.
'Kok, Mas Gavin tiba-tiba berubah sih? Dia tidak sedingin kemarin.' batin Jesica.
"Em, apa tujuan pernikahan kita karena Mas Gavin mau menghindar dari Mba Blade?"
"Iya. Itu tujuan awalku dan karena penyakitku." jawab Gavin lagi.
'Oh iya, Mas Gavin pernah cerita kalau dia punya penyakit libido.' batin Jesica.
Ting … Tong ….
Tok … Tok ….
"Jesica!" teriak Boy yang baru saja sampai.
Gavin menautkan kedua alisnya. "Itu suara Boy tapi aku belum memberitahukan alamat rumah ini."
"Maaf, Mas. Aku yang mengirimkan alamat rumah ini ke Mas Boy." jawab Jesica.
"Suruh dia pergi secepat mungkin dan jangan beritahukan keberadaanku di sini. Aku tidak mau Boy atau Blade menganggu malam kita. Kau mengerti kan?" pinta Gavin lalu bangkit dari tempat duduknya dan masuk kedalam kamar.
Jesica menatap kepergian suaminya, lalu dia membukakan pintu utama.
Krek …
"Jesica! Kau tak apa-apa, kan?" tanya Boy panik. "Gavin bilang, kamu pergi dari rumah." Boy memegang lengan Jesica.
"Eh, iya. Tuan." Jesica merasa risih. 'Semoga Mas Gavin tidak melihatku.'
"Syukurlah, kalau kamu baik-baik saja. Ini rumahmu atau rumah Gavin?" tanya Boy sembari melihat rumah baru Jesica.
"Maksud, Tuan?" tanya balik Jesica.
"Aku lihat mobil Gavin. Itu mobil Gavin, kan? Dia ada di sini?" tanya Boy sembari menunjuk mobil Gavin yang terparkirkan di halaman rumah Jesica.
Jesica menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Apa Gavin bersembunyi di sini?" tanya Boy lagi.
"Tidak ada Tuan Gavin di sini. Itu mobil Tuan yang sengaja di titipkan. Tuan bilang, dia mau pergi dengan temannya. Aku pikir, teman yang dimaksud Tuan adalah anda." jawab Jesica masuk akal.
'Oh, ini artinya aku ada kesempatan untuk memperdekat hubunganku dengan Jesica.' gumam Boy dalam hati.
"Aku capek, bisa kita bicara di dalam?" tanya Boy.
"Em, sebaiknya Tuan Boy pulang saja. Ini sudah larut malam. Aku tidak mau tetangga salah paham kalau aku mengajak Tuan Boy masuk ke rumah." jawab Jesica yang gelisah.
'Sepertinya ada yang di sembunyikan dari Jesica.' batin Boy.
"Sebentar saja! Lagian, mereka tidak akan perduli. Mereka lebih fokus mengurus hidup masing-masing. Sekarang baru jam 9 malam, dan jalanan masih ramai. Apa salahnya, aku mampir ke rumahmu 1 jam saja." pinta Boy memaksa.
"Tapi, Tuan, rumah aku berantakan dan—"
"Ya, maka dari itu aku mau membantumu membereskan rumah. Tapi tunggu dulu, rumah kamu bagus, ya? Seperti golongan rumah orang menengah keatas." ucap Boy.
'Aku harus jawab apa kalau sudah begini?' gumam Jesica dalam hati.
"Jesica?" Boy melambaikan tangannya.
"Hoam …." Jesica menguap. "Maaf, Tuan. Aku benar-benar tidak bisa menerima tamu karena aku sudah mengantuk. Lain kali saja, Tuan datang lagi."
usir Jesica lalu menutup pintu rumah.
Boy terkejut saat pintu tertutup. "Apa ini hanya perasaanku saja atau memang benar ada yang aneh dengan sikap Jesica?" ucap Boy lalu kembali ke mobilnya.
Jesica mengintip dari balik jendela rumahnya. Dia menghembuskan napasnya lega saat melihat Boy yang pergi dari rumahnya.
"Syukurlah, Dia sudah pergi. Sekarang, aku harus menemui Mas Gavin. Kelihatannya, dia ada di kamarnya." ucap Jesica lalu masuk kedalam kamar.
"Bagaimana? Apa kamu berhasil mengusir Boy?" tanya Gavin saat melihat istrinya datang.
"Aku berhasil mengusirnya, Mas." jawab Jesica.
"Aku tidak membawa pakaian—"
"Semua pakaianmu ada di dalam lemari." Gavin memotong ucapan istrinya. "Sebaiknya kau bersiap-siap." ucapnya lagi.
"Okeh, Mas." Jesica mengambil pakaian malamnya yang seksi dan menggantinya di kamar mandi.
Gavin menatap pemandangan malam hari di balkon kamar. Langit malam yang indah di taburi banyak bintang-bintang, membuat hati Gavin sangat tenang. Tetapi tiba-tiba munculah hasrat, penyakit libidonya kambuh. Dia berusaha menahan sampai istrinya selesai tetapi tidak bisa. Gavin berlari masuk kedalam kamar mandi. Beruntung, pintu kamar mandi tidak di kunci.
Jesica yang baru saja melepas pakaian pun terkejut saat melihat suaminya datang dan menatapnya dengan liar.
Gavin menelan salivanya saat melihat tubuh Jesica yang polos tanpa sehelai benang. Dia langsung memojokkan tubuh istrinya ke tembok.
"Mas," ucap Jesica.
"Hust." Gavin menempelkan jari telunjuknya ke bibir Jesica. "Tolong aku, aku sudah tidak tahan lagi."